Saturday, March 29, 2014

Membaca Al-Qur’an Sebelum Memulai Sebuah Acara Bukan Bid’ah

Tanya:

ustadz ane mo nanya? banyak ustadz2 di Indonesia khususnya sering kali ketika sebelum memulai pengajian atau majlis ta’lim mereka mengajak para jamaah nya membaca surah al fatihah…bagaimana menurut ustadz. trima kasih

Jawab:

Al-Khathib Al-Baghdadi rahimahullah membuat bab dengan judul [باب آداب التدريس] artinya “Bab Tentang Adab-adab Dalam Mengajar”, kemudian beliau berkata:

وأستحب أن يقرأ بعضهم سورة أو آيات من القرآن ، قبل تدريس الفقه أو بعده

“Aku menyukai salah seorang (dalam majelis –pen) membaca surat atau beberapa ayat dari Al-Qur’an sebelum atau sesudah pengajian fiqh”

Thursday, March 27, 2014

Meluruskan Pemahaman Terhadap Fatwa Ulama Yang Membolehkan Masuk Parlemen

Diantara dalih sebagian orang yang membolehkan masuk parlemen adalah beberapa fatwa berikut:

Pertama, fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah

Penulis artikel pembolehan masuk parlemen berkata:

Begitu juga dengan Lajnah Daaimah yang diketuai Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullahpernah ditanya : "Bolehkah ikut mencoblos dalam Pemilu dan mencalonkan diri dimana di negeri kami ini masih berhukum dengan selain hukum Allah(هل يجوز التصويت في الانتخابات والترشيح لها ؟مع العلم أن بلادنا تحكم بغير ماأنزل الله)

Setelah memaparkan ketidakbolehan mencalonkan diri dalam rangka turut serta dalam aturan yang berhukum dengan selain hukum Allah, dan memilih orang yang akan menyukseskan hukum selain hukum Allah; maka Lajnah berkata:

إلا إذا كان من رشح نفسه من المسلمين ومن ينتخبون يرجون بالدخول في ذلك أن يصلوا بذلك إلى تحويل الحكم إلى العمل بشريعة الإسلام واتخذوا ذلك وسيلة إلى التغلب على نظام الحكم على ألا يعمل من رشح نفسه تمام الدخول إلى مناصب لا تتنافي مع الشريعة الإسلامية

"Kecuali apabila orang yang mencalonkan dirinya itu dari kaum muslimin dan para pemilih berharap dengan masuknya orang itu ke sistem akan bersuara untuk perubahan agar berhukum dengan syari'at Islam, dan menjadikan hal itu sebagai sarana untuk menguasai sistem/aturan (pemerintahan), (maka hal ini diperbolehkan). Dengan ketentuan, orang yang mencalonkan dirinya tersebut setelah terpilih tidak menerima jabatan kecuali jabatan yang tidak berlawanan dengan syari'at Islam

Tanggapan

Seandainya teks fatwa ditampilkan dan diterjemahkan seluruhnya tentu hal itu lebih sempurna dan lebih baik, agar para pembaca tidak salah dalam memahami fatwa tersebut. Berikut teks lengkap fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah saat menjawab pertanyaan di atas,

Wednesday, March 26, 2014

8 Perbedaan Musyawarah Islam dan Demokrasi/Pemilu (Menggugat Para Penganut Demokrasi)

Tanya:

“Bagaimana hukum pernyataan bahwa demokrasi, pemilu dan musyawarah Islam adalah sama !!”

Jawab:

Asy-Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al-Imam hafizhahullah menjawab,

”Demi Allah, seandainya kami tidak mengkhawatirkan adanya orang jahil yang terpengaruh dengan pernyataan ini, niscaya kami tidak akan membantahnya. Sebelum menjelaskan kesembronoan penyamaan ini, saya akan menyebutkan untuk mereka dua hadits yang agung, yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْ الْإِسْلَامِ فَإِنْ كَانَ كَاذِبًا فَهُوَ كَمَا قَالَ وَإِنْ كَانَ صَادِقًا لَمْ يَعُدْ إِلَى الْإِسْلَامِ سَالِمًا

”Barangsiapa yang berkata “aku berlepas diri dari Islam.” Apabila ia berdusta, maka keadaanya sebagaimana yang ia katakan. Apabila ia jujur, maka ia tidak akan kembali kepada Islam dengan selamat." [HR. An-Nasa’i no. 3712, Ibnu Majah dan Al-Hakim, dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ

Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang ia anggap itu tidaklah mengapa, padahal menyebabkannya dilemparkan ke dalam neraka sejauh 70 tahun perjalanan.” [HR. At-Tirmidzi no. 2484, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Monday, March 24, 2014

12 Tanda Khusnul Khatimah

Pertama, mengucapkan kalimat tauhid saat wafat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة

“Barangsiapa yang akhir ucapannya [لا إله إلا الله] masuk surga” [HR. Abu Daud no. 3116 (2/207) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 9281 (1/929)]

Kedua, mengeluarkan keringat di dahi saat wafat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

موت المؤمن بعرق الجبين

“Kematian seorang mukmin adalah dengan keringat di dahi” [HR. At-Tirmidzi no. 982 (3/310), An-Nasa’i no. 1828 (4/5) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 11611 (1/1162)]

Ketiga, wafat pada hari Jum’at atau pada malam Jum’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

ما من مسلم يموت الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله فتنة القبر

“Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari Jum’at atau pada malam Jum’at, melainkan akan dijaga Allah dari fitnah kubur” [HR. At-Tirmidzi no. 1084 (3/386) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 3562 (2/220)]

Keempat, seorang yang terbunuh dalam jihad fi sabilillah

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (169) فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (170) يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ (171)

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka ingin memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang masih di belakang mereka dan belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bersenang-senang dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” [QS. Ali Imran: 169-172]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Seorang yang syahid di sisi Allah memperoleh enam hal: akan diampuni sejak awal tetesan darahnya, melihat tempat duduknya di surga, dilindungi dari azab kubur, dilindungi dari hari kegoncangan yang besar, diberikan perhiasan iman, dinikahkan dengan bidadari, serta diberikan ijin memberikan syafa’at untuk 70 orang kerabatnya” [HR. At-Tirmidzi no. 1663 (4/187) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib (2/68)]

Kelima, wafat disebabkan oleh wabah penyakit

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الطاعون شهادة لكل مسلم

“Wabah penyakit adalah syahadah (syahid –pen) bagi setiap muslim” [HR. Al-Bukhari no. 2675 (3/1041) dan Muslim no. 1916 (3/1522)]

Keenam, wafat disebabkan oleh penyakit perut

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ومن مات في البطن فهو شهيد

“Barangsiapa yang wafat disebabkan oleh perutnya, maka ia syahid” [HR. Muslim no. 1915 (3/1521)]

Ketujuh, seorang wanita yang meninggal saat nifas atau dalam keadaan hamil

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabsa:

والمرأة يقتلها ولدها جمعاء شهادة

“Seorang wanita yang wafat disebabkan oleh anaknya (dalam rahim –pen) adalah syahid” [HR. Ahmad no. 17830 (4/201)]

Dalam riwayat lain disebutkan,

القتل في سبيل الله شهادة والنفساء شهادة

“Terbunuh di jalan Allah adalah syahid dan wanita-wanita yang nifas juga syahid” [HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Ash-Shaghir no. 6115 (6/247), hasan]

Kedelapan, wafat karena tenggelam atau tertimpa benda keras

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الشهداء خمسة المطعون والمبطون والغرق وصاحب الهدم والشهيد في سبيل الله

Syuhada’ ada lima: wafat disebabkan oleh wabah penyakit, wafat disebabkan oleh pernyakit perut, wafat karena tenggelam, wafat karena tertimpa benda keras dan syahid di jalan Allah” [HR. Al-Bukhari no. 2674 (3/1041) dan Muslim no. 1914 (3/1521)]

Kesembilan, wafat karena melindungi harta, keluarga, agama dan darahnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من قتل دون ماله فهو شهيد ومن قتل دون أهله فهو شهيد ومن قتل دون دينه فهو شهيد ومن قتل دون دمه فهو شهيد

“Barangsiapa yang terbunuh karena melindungi hartanya maka ia syahid, barangsiapa yang terbunuh karena melindungi keluarganya maka ia syahid, barangsiapa yang terbunuh karena melindungi agamanya maka ia syahid dan barangsiapa yang terbunuh karena melindungi darahnya maka ia syahid” [HR. At-Tirmidzi no. 1421 (4/30) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 11391 (1/1140)]

Kesepuluh, wafat saat menjaga perbatasan negeri Islam (ribaath)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

رباط يوم وليلة خير من من صيام شهر وقيامه وإن مات جرى عليه عمله الذي كان يعمله وأجرى عليه رزقه وأمن الفتان

Ribaath sehari semalam lebih baik dari puasa sebulan beserta shalat malamnya. Jika ia wafat, amalan yang dahulu ia amalkan dan rizkinya terus mengalir, serta memperoleh rasa aman dari fitnah-fitnah” [HR. Muslim no. 1912 (3/1520)]

Kesebelas, wafat saat melakukan amal shalih

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من قال لا إله إلا الله ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة ومن صام يوما ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة ومن تصدق بصدقة ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة

“Barangsiapa yang menutup (akhir kehidupannya –pen) dengan menyatakan [لا إله إلا الله] seraya mengharapkan wajah Allah, maka ia masuk surga. Barangsiapa yang menutup (akhir kehidupannya –pen) dengan puasa seraya mengharap wajah Allah, maka ia masuk surga. Barangsiapa yang menutup (akhir kehidupannya –pen) dengan bersedekah seraya mengharapkan wajah Allah, maka ia masuk surga” [HR. Ahmad no. 23372 (5/391) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 985 (1/238)]

Keduabelas, wafat karena dibunuh penguasa yang kejam saat ia menyampaikan nasehat kepadanya karena Allah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

سيد الشهداء حمزة بن عبد المطلب ورجل قام إلى إمام جائر فأمره ونهاه فقتله

“Sayyid para syuhada’ adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan laki-laki yang mendatangi penguasa yang kejam, lalu ia melakukan amar (ma’ruf –pen) nahi (munkar –pen) kepadanya, kemudian penguasa itu membunuhnya” [HR. Al-Hakim no. 4884 (3/215) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 5988 (1/599)]

Allahua’lam



Sumber: Mukhtashar Ahkamil Jana’iz hal. 21-24 

Hukum Tidur Setelah Ashar (Fatwa Asy-Syaikh Al-Albani)

Tanya:

“Apakah diperbolehkan tidur setelah ashar?”

Jawab:

Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menjawab,

Sunday, March 23, 2014

7 Persamaan Malaikat dan Jin

Pertama, malaikat dan jin memiliki jasad.

Allah ta’ala berfirman:

أَذَلِكَ خَيْرٌ نُزُلًا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ (62) إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ (63) إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ (64) طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ

(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum. Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim. Sesungguhnya itu adalah  sebatang pohon yang keluar dari dasar neraka yang menyala, mayangnya seperti kepala-kepala setan” [QS. Ash-Shaffat: 62-65]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الجن ثلاث أصناف صنف لهم أجنحة يطيرون في الهواء وصنف حيات وكلاب وصنف يحلون و يظعنون

“jin terdiri dari tiga golongan: segolongan memiliki sayap-sayap, mereka terbang di udara, segolongan lain berwujud ular dan anjing, segolongan yang lain berubah wujud dan berpindah-pindah” [HR Al-Hakim (2/465), Ath-Thabrani no. 573 (22/214), Ibnu Hibban no. 6123 dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ was Shifaat no. 827]

Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Albani dalam ta’liq terhadap Al-Misykah no. 4148 dan Shahih Al-Jami’ no.3114 serta Muqbil Al-Wadi’i dalam Ash-Shahihul Musnad no. 1213

Meniatkan Mandi Junub Untuk Mandi Jum’at Sekaligus, Bolehkah?

Misalkan seseorang tertimpa junub pada hari Jum’at, apakah ia diharuskan mandi dua kali yaitu mandi janabah dan mandi Jum’at ataukah ia cukup mandi sekali dengan meniatkan dua mandi sekaligus?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من غسل واغتسل وغدا وابتكر ودنا من الإمام ولم يلغ كان له بكل خطوة عمل سنة صيامها وقيامها

“Barangsiapa yang bersetubuh (dengan istrinya –pen) lalu mandi, berangkat di waktu pagi dan bergegas, lalu (duduk –pen) dekat dengan imam tanpa melakukan perbuatan sia-sia, maka setiap langkahnya bernilai amalan setahun, puasanya dan shalatnya” [HR. At-Tirmidzi no. 496, An-Nasa’i no. 1381 (4/25), Ibnu Majah no. 1087 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6405 dan Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 693 dan 712]

Friday, March 21, 2014

Hukum Menyentuh Mushaf Al-Qur’an Dalam Keadaan Berhadats (Tidak Suci)

Para ulama memiliki dua pendapat yang masyhur dalam permasalahan ini,

Pertama, tidak diperbolehkan menyentuh mushaf Al-Qur’an dalam keadaan berhadats, baik hadats besar maupun hadats kecil

Pendapat ini dipegang oleh Asy-Syafi’i, Ahmad, Malik, Abu Hanifah, Al-Hasan, ‘Atha, Thawus, Asy-Sya’bi, dan lainnya. Mereka berdalil dengan ayat dan hadits berikut:

Monday, March 17, 2014

Khazanah Islam III (Tahukah Anda?)

Tahukah Anda?
• Al Imam Tirmidzi penyusun kitab Sunan Tirmidzi, untuk penyebutan Tirmidzi ada enam cara: Tirmidzi, Tarmidzi, Turmidzi, Tirmudzi, Tarmudzi, dan Turmudzi. (Subulus Salam, Muhammad bin Isma’il Ash-Shan’ani rah 1/88)
• Kuda milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada tujuh. Masing-masing memiliki nama: As Sakb, Al Murtajaz, Al Lahif, Al Lizaz, Adz Dzarb, Sabhah, dan Al Ward. (Mausu’atul Fawaid karya Ahmad Syamlan hal. 230)

Sunday, March 16, 2014

Negeri Yaman, Surga Para Pencari Ilmu

Yaman adalah negara terluas urutan kedua setelah Arab Saudi di bentangan Jazirah Arab. Posisinya yang berada di ujung jazirah menjadikan Yaman sebagai negara yang mengambil pesan vital dalam konteks hubungan antar negara di Timur Tengah secara khusus, dan dunia secara umum. Apalagi, Teluk Aden sebagai pintu masuk Laut Merah berada di dalam wilayah Yaman. Hal ini semakin menegaskan peran vital Yaman untuk negara-negara di sepanjang garis Afrika Utara dan negara-negara Timur Tengah.

Kenapa Ulama Syafi'iyyah Berpendapat Adanya Bid'ah Hasanah?

Telah kita ketahui bersama bahwa saudara kita dari kalangan Nahdhiyyin membagi bid’ah menjadi dua, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah dholalah karena mengikuti penggunaan istilah sebagian ulama Syafi’iyyah. Barangkali ada sebagian kita yang bingung, bukankah semua bid’ah adalah dholalah sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:


إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.

“Hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang baru. Setiap perkara-perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” [HR. Abu Dawud no. 4607, At-Tirmidzi no. 2676, Ahmad, 4/46-47 dan Ibnu Majah no. 42, 43, 44, dari Sahabat ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, hasan shahih]

Kenapa ada dari sebagian ulama Syafi’iyyah yang menyatakan adanya bid’ah hasanah??

Jawabnya, karena para ulama tersebut memiliki definisi bid'ah yang sedikit berbeda dengan definisi ulama Wahhabi. Saya akan menyebutkan perbedaan definisi tersebut,

Friday, March 14, 2014

Rincian Fatwa Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Tentang Ikut Serta Dalam Pemilu

Tanya: 

“Apa pendapat Anda tentang menggunakan hak suara dalam pemilu, untuk diketahui bahwa di sana ada partai nasrani yang mengikuti pemilu, dan bila partai itu menang, dia akan memiliki pengaruh besar dan akan berbahaya bagi Kaum Muslimin?”

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah menjawab:

Nasihat Untuk Saudaraku Ahlus-Sunnah

Tanya:

Bismillaah, Alhamdulillah baru mengenal salaf sekitar 6 bulanan. Saya sekarang tinggal di negri kafir dengan status sebagai pekerja dan terikat kontrak, saya ingin memutuskan perjanjian (kontrak) namun saya agak ragu (membaca di alquran lupa surat apa tentang orang2 yg tidak menepati janjinya), saya mengkawatirkan agama saya. Alhamdulillah untuk solat Allah memberikan kemudahan dan banyak belajar lewat kajian2 di Internet. Kontrak saya masih 11 bulanan, mohon saran dan nasehat dari ustadz dengan keadaan saya yang demikian? Jazakallahu khairan

Jawab:

Berikut beberapa point nasehat untuk diri saya pribadi, penanya serta para pembaca sekalian, semoga bermanfaat,

Pertama, wajib bagi kita untuk bersyukur pada Allah atas karunia yang diberikan berupa nikmat Islam dan nikmat berada di atas As-Sunnah. Saat kebanyakan manusia terjatuh dalam kekufuran, kesesatan dan berbagai bid’ah, Allah ta’ala menyelamatkan kita dari penyimpangan-penyimpangan tersebut. Diantaranya karunia-Nya yang besar, Allah juga memilih kita sebagai seorang ahlus-sunnah yang mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasullullah, para sahabat dan para ulama ahlus-sunnah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Islam bermula dalam keadaan asing dan kelak akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaanya, maka beruntunglah bagi Al-Ghuraba' (orang-orang yang asing karena berpegang teguh dengan agamanya -pen). [HR. Muslim, no. 145 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Abdullah bin 'Amr Al-'Ash radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa suatu saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya mengenai makna Al-Ghuraba', maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan,

أناس صالحون في أناس سوء كثير من يعصيهم أكثر ممن يعطيعهم.

“Orang-orang shalih yang berada di tengah-tengah banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang mendurhakai (menentang) mereka lebih banyak daripada orang yang mentaati mereka. [HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad 6/207, no. 6650]

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan,

اَلَّذيْنَ يُصَلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ.

“mereka adalah orang-orang yang senantiasa memperbaiki (umat -pen) di tengah-tengah rusaknya manusia. [HR. Al-Lalika'i dalam Syarh Ushul I'tiqad Ahlis-Sunnah no. 173 dan dishahihkan atau dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1273]

Dalam riwayat yang lain juga disebutkan,

... اَلَّذيْنَ يُصَلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي.

“mereka adalah orang-orang yang memperbaiki (menghidupkan –pen) sunahku yang telah dirusak oleh manusia sepeninggalku. [HR. At-Tirmdzi no. 2630 dan beliau menjelaskan bahwa hadits ini hasan shahih]

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

“Karakter paling menonjol yang dimiliki oleh Golongan Yang Selamat adalah berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal akidah (keyakinan), ibadah (ritual), akhlak (budi pekerti), dan mu’amalah (interaksi sesama manusia). Dalam keempat perkara inilah anda dapatkan Golongan Yang Selamat sangat tampak menonjol ciri mereka.

Adapun dalam hal akidah, Anda bisa jumpai mereka senantiasa berpegang teguh dengan keterangan dalil Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu meyakini tauhid yang murni dalam hal Uluhiyah Allah, Rububiyah-Nya serta Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya.

Adapun dalam hal ibadah, Anda jumpai golongan ini tampak istimewa karena sikap mereka yang begitu berpegang teguh dan berusaha keras menerapkan ajaran-ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menunaikan ibadah, yang meliputi jenis-jenisnya, cara-caranya, ukuran-ukurannya, waktu-waktunya dan sebab-sebabnya. Sehingga Anda tidak akan menjumpai adanya perbuatan menciptakan kebid’ahan dalam agama Allah di antara mereka. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat beradab terhadap Allah dan Rasul-Nya, mereka tidak mendahului Allah dan Rasul-Nya dengan menyusupkan suatu bentuk ibadah yang tidak diijinkan oleh Allah.

Sedangkan dalam hal akhlak, Anda pun bisa menjumpai ciri mereka juga seperti itu. Mereka tampil istimewa dibandingkan selain mereka dengan akhlak yang mulia, seperti contohnya mencintai kebaikan bagi umat Islam, sikap lapang dada, bermuka ramah, berbicara baik dan pemurah, pemberani dan sifat-sifat lain yang termasuk bagian dari kemuliaan akhlak dan keluhurannya.

Dan dalam hal mu’amalah, Anda bisa jumpai mereka menjalin hubungan dengan sesama manusia dengan sifat jujur dan suka menerangkan kebenaran. Dua sifat inilah yang diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya, “Penjual dan pembeli mempunyai hak pilih selama keduanya belum berpisah. Apabila mereka berdua bersikap jujur dan menerangkan apa adanya niscaya akan diberkahi jual beli mereka. Dan apabila mereka berdusta dan menyembunyikan (cacat barangnya) maka akan dicabut barakah jual beli mereka berdua.” [HR. Bukhari dan Muslim]” [Fatawaa Arkanul Islam, hal. 22-26]
  
Kedua, Teruslah menuntut ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, meskipun hanya melalui rekaman ta’lim atau membaca website-website ilmu yang bermanfaat..

Allah ta’ala berfirman:



 قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى - وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى 

Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. ” [QS. Thahâ : 123-124]

Allah ta’âlâ juga berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا 

Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. ” [QS. Al-Isrô`: 82]

Dengan ilmu ini, seseorang akan memperoleh kehidupan yang baik, berbagai musibah yang menimpa kita akan terasa lebih ringan, hati ini akan menjadi lapang serta ia akan meraih berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman,

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ” [QS. Al-Mujâdilah :11] 

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:

“Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan, keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) orang yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling baik kehidupannya.” [Zaadul Ma’ad, 2/23]

Ketiga, Perbanyaklah ibadah, baik yang wajib maupun yang sunah. Jagalah shalat 5 waktu di masjid, lakukanlah shalat sunah rawatib 12 raka’at tiap harinya yaitu dua raka’at sebelum Shubuh, empat raka’at sebelum Zhuhur dan dua raka’at setelahnya, dua raka’at setelah Maghrib dan dua raka’at setelah Isya. Rutinkanlah membaca dzikir pagi dan petang, sebab hal itu akan menjaga kita dari syaithan dan menjauhkan kita dari berbagai keburukan di hari itu. Isilah waktu luang kita dengan berdzikir pada Allah, baik dalam hati maupun lisan.

Dzikir adalah penyejuk hati dan penenang jiwa. Allah ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah-lah hati menjadi tenteram. ” [QS. Ar-Ra’d: 28]

Dengan dzikir seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dan pahala yang sangat besar,

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“…dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” [QS. Al-Ahzâb: 35]

Allah telah menjanjikan keberuntungan bagi orang-orang yang banyak berdzikir,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung. ” [QS. Al-Jumu’ah: 10]

Sungguh dzikir membuat hati seorang hamba menjadi lapang dan bersinar, berbeda dengan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang lalai,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. ” [QS. Al-Munâfiqûn: 9]

Keempat, Carilah teman-teman yang shalih kemudian bersahabatlah dengan mereka. Hindari teman-teman yang berakhlak buruk dan cenderung melalaikan kita dari beribadah dan menuntut ilmu.

Allah ta’ala berfirman:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ( ) يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ( ) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan fulan sebagai teman (dekatku –pen). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran ketika Al-Quran itu telah datang kepadaku.” [QS. Al Furqan: 27-28]

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:

"Berteman dengan teman yang shalih, duduk-duduk bersamanya, bergaul dengannya, mempunyai keutamaan yang lebih banyak dari pada keutamaan duduk dengan penjual minyak wangi. Karena duduk dengan orang shalih bisa jadi dia akan mengajari kita sesuatu yang bermanfaat untuk agama dan dunia kita serta memberikan nashihat-nashihat yang bermanfaat bagi kita. Atau dia akan memberikan peringatan kepada kita agar menghindari perkara-perkara yang membahayakan kita.

Teman yang shalih senantiasa mendorong kita untuk melakukan ketaatan kepada Allah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturrahim, dan mengajak kita untuk senantiasa berakhlak mulia, baik dengan perkataannya, perbuatannya, ataupun dengan sikapnya. Sesungguhnya seseorang akan mengikuti sahabat atau teman duduknya, dalam hal tabiat dan perilaku. Keduanya saling terikat satu sama lain dalam kebaikan ataupun yang sebaliknya.

Jika kita tidak mendapat manfaat di atas, minimal masih ada manfaat yang bisa kita peroleh ketika berteman dengan orang yang shalih, yaitu kita akan tercegah dari perbuatan-perbuatan jelek dan maksiat. Teman yang shalih akan selalu menjaga persahabatan, senantiasa mengajak berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha menghilangkan keburukan. Dia juga akan menjaga rahasia kita, baik ketika kita bersamanya maupun tidak. Dia akan memberikan manfaat kepada kita berupa kecintaannya dan doanya pada kita, baik kita masih hidup maupun setelah mati.” [Bahjatu Quluubil Abrar hal. 119]

“Jika berteman dengan orang yang shalih dapat memberikan manfaat yang sangat banyak, maka berteman dengan teman yang buruk memberikan akibat yang sebaliknya. Orang yang bersifat jelek dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik sadar ataupun tidak. Oleh karena itulah, sungguh diantara nikmat Allah yang paling besar bagi seorang hamba yang beriman adalah Allah memberinya taufiq berupa teman yang baik. Sebaliknya, di antara ujian bagi seorang hamba adalah Allah mengujinya dengan teman yang buruk.” [Bahjah Qulubil Abraar hal. 120]

Kelima, Segeralah bertaubat jika kita terjatuh dalam dosa dan segera meminta maaf jika kita berbuat zalim serta berbuat kesalahan pada orang lain.

Menyadari kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta melapangkan dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

Bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung. ” [QS. An-Nûr: 31]

Sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. ” [QS. Al-Baqarah: 222]

Keenam, Senantiasa berbuat baik pada orang-orang di sekitar kita, karena bisa jadi hal tersebut menjadi sebab hidayah. Dengan hal itu, orang-orang di sekitar kita akan melihat keindahan akhlak Islam dan akhlak mulia dari seorang ahlus-sunnah.

Memberi manfaat kepada makhluk dengan harta, badan, kedudukan dan selainnya dari berbagai bentuk perbuatan baik adalah hal yang sangat melapangkan dada seorang hamba dan meneranginya. Allah ta’ala berfiman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Sesungguhnya Allah menyuruh untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran. ” [QS. An-Nahl: 90]

Dan di akhirat kelak Allah menjanjikan,

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ - آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. ” [QS. Adz-Dzâriyât :15-16]

Ketujuh, Menjaga ketakwaan pada Allah dalam segala kondisi, berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta istiqamah di atas manhaj As-Salaf Ash-Shalih


Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar, serta memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu". [QS. Ath-Thalaq:2-3]

Juga firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Al Hujurat: 13]

Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari keturunan yang mulia.” [Tafsir Ath-Thabari, 21/386]

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa dan bukan dilihat dari keturunan kalian” [Tafsir Ibnu Katsiir, 13/169]

Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كرم الدنيا الغنى، وكرم الآخرة التقوى.

Kemuliaan seseorang di dunia adalah dengan kecukupan dan  kemuliaan seseorang di akhirat adalah karena ketakwaan. [Ma’alimut Tanzil, 7/348]

Al-Alusi rahimahulah berkata:

“Sesungguhnya yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya di antara kalian di sisi Allah di dunia maupun di akhirat adalah yang paling bertakwa. Jika kalian ingin saling berbangga, saling berbanggalah dengan takwa (kalian).” [Ruhul Ma’ani, 19/290]

Dalam tafsir Al-Bahr Al-Muhith, 10/116 disebutkan,

“Sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagaimana yang disebutkan dalam ayat (yaitu ada yang berasal dari non Arab dan ada yang Arab). Hal ini bertujuan supaya kalian saling mengenal satu dan lainnya walau beda keturunan. Janganlah kalian mengklaim berasal dari keturunan yang lain. Jangan pula kalian berbangga dengan mulianya nasab bapak atau kakek kalian. Salinglah mengklaim siapa yang paling mulia dengan takwa.”

Al-Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Yang bertakwa itulah yang berhak menyandang kemuliaan, yaitu lebih mulia dari orang yang tidak memiliki sifat takwa. Dialah yang paling mulia dan tinggi kedudukannya (di sisi Allah). Jadi, klaim kalian dengan saling berbangga pada nasab kalian yang mulia, maka itu bukan menunjukkan kemuliaan. Hal itu tidak menunjukkan seseorang lebih mulia dan memiliki kedudukan utama (di sisi Allah).” [Fathul Qadiir, 7/20]

Saat menjelaskan makna ayat ini, penulis Tafsir Al-Jalalain berkata:

“Janganlah kalian saling berbangga dengan tingginya nasab kalian. Seharusnya kalian saling berbangga manakah di antara kalian yang paling bertakwa.” [Tafsir Al-Jalalain hal. 528]

Asy-Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata:

“Allah menjadikan kalian berbeda bangsa dan suku (ada yang Arab dan ada yang non Arab) supaya kalian saling mengenal dan mengetahui nasab satu dan lainnya. Namun kemuliaan diukur dari takwa. Itulah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah, yang rajin melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat. Standar kemuliaan (di sisi Allah) bukan dilihat dari kekerabatan dan kaum, bukan pula dilihat dari sisi nasab yang mulia. Allah pun Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. Allah benar-benar tahu siapa yang bertakwa  secara lahir dan batin, atau yang bertakwa secara lahiriyah saja, namun tidak secara batin. Allah pun akan membalasnya sesuai realita yang ada.” [Taisir Al-Karimir Rahman hal. 802]


Allahua’lam, semoga bermanfaat

Thursday, March 13, 2014

Nasehat Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan Kepada Para Penuntut Ilmu Yang Tergabung Dalam Partai Hizbun Nuur “As-Salafy” di Mesir

Asy-Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah pernah ditanya,

هذا شخص من مصر يقول : لا يخفى عليكم الأحداث القائمة في مصر من مسارعة بعض الشيوخ المعروفين لدي الكثير من الناس من إنشاء حزب سموه حزب النور السلفي من أجل مقاومة التيارات اللبرالية والعلمانية فهل يجوز للمسلم أن ينضم إلى هذه الأحزاب أو يعطيها صوتها في الإنتخابات , أتمنى أن تبسطوا الجواب لحاجتنا لذلك بارك الله في اعمالك ؟

“Salah seorang penanya dari Mesir berkata: “Tidak asing lagi bagi Anda tentang berbagai peristiwa yang terjadi di Mesir, sebagian masyayikh yang telah kita kenal mendirikan sebuah partai yang dinamakan Partai An-Nuur As-Salafy. Hal ini bertujuan untuk mengimbangi paham sosialis, liberal dan sekuler. Apakah seorang muslim diperbolehkan bergabung dalam partai ini atau setidaknya menyumbangkan suaranya untuk partai ini dalam pemilu. Aku berharap agar Anda berkenan memberikan perincian jawaban karena kebutuhan kami yang sangat mendesak dalam hal ini, semoga Allah memberikan barakah pada amal-amal Anda”

"Aku Tidak Mendukung Seorang Masuk Parlemen Dengan Alasan Apapun" (Syaikh Al-Albani)

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah pernah ditanya dengan pertanyaan berikut:

هل المشاركة في البرلمانات كفر أكبر يخرج كل من شارك في هذا البرلمان من الملة؟

“Apakah berpartisipasi dalam parlemen termasuk kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari agama, yaitu seluruh pihak yang berpartisipasi dalam parlemen?”

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menjawab,

لا؛ المشاركة عمل، فإذا لم يقترن به ما يدل على أنه يستحل هذا العمل بقلبه فهو ذنب ومعصية
وقد يكون كبيرة وأقول وأعني ما أقول: قد يكون كبيرة، لأن بعض الذين يشاركون يضلون بسبب جهلهم بالإسلام