Tuesday, May 12, 2020

9 Hal Yang Tidak Membatalkan Puasa

Ada sejumlah persoalan yang sering menjadi perselisihan di antara kaum muslimin seputar pembatal-pembatal puasa. Di antaranya memang ada yang menjadi permasalahan yang diperselisihkan di antara para ulama, namun ada pula hanya sekedar anggapan yang berlebih-lebihan dan tidak dibangun di atas dalil.
Melalui tulisan ini akan dikupas beberapa permasalahan yang oleh sebagian umat dianggap sebagai pembatal puasa namun sesungguhnya tidak demikian. Keterangan-keterangan yang dibawakan nantinya sebagian besar diambilkan dari kitab Fatawa Ramadhan -cetakan pertama dari penerbit Adhwaa’ As-salaf- yang berisi kumpulan fatwa para ulama seperti Asy-Syaikh Ibnu Baz, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan lain-lain rahimahumullahu ajma’in.

Di antara faidah yang bisa kita ambil dari kitab tersebut adalah:

1. Bahwa orang yang melakukan pembatal-pembatal puasa dalam keadaan lupa, dipaksa, dan tidak tahu dari sisi hukumnya, maka tidaklah batal puasanya

Begitu pula orang yang tidak tahu dari sisi waktunya seperti orang yang menjalankan sahur setelah terbit fajar dalam keadaan yakin bahwa waktu fajar belum tiba. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah setelah menjelaskan tentang pembatal-pembatal puasa, berkata: “Dan pembatal-pembatal ini akan merusak puasa, namun tidak merusaknya kecuali memenuhi tiga syarat: mengetahui hukumnya, ingat (tidak dalam keadaan lupa) dan bermaksud melakukannya (bukan karena terpaksa).” Kemudian beliau rahimahullah membawakan beberapa dalil, di antaranya hadits yang menjelaskan bahwa Allah k telah mengabulkan doa yang tersebut dalam firman-Nya:

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا

Ya Allah janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kalau kami salah (karena tidak tahu).” (Al-Baqarah: 286)


Thursday, April 23, 2020

Wanita Hamil dan Menyusui Membayar Fidyah atau Qadha?


Pertanyaan:

Assalamu'alaykum ustadz ijin bertanya. Anak saya umur 6 bulan minum nya ASI terus dikasih bubur instan paling hanya sekali sehari. Bagaimana saat puasa nanti? Apakah istri saya harus puasa atau membayar fidyah atau mengganti di bulan yang lain ustadz?

Jawaban:

Apabila wanita hamil atau menyusui merasakan kesulitan dan kepayahan saat berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan anak dan janinnya, maka ia mendapatkan rukhshoh (keringanan) tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Kewajibannya adalah membayar fidyah (memberi makan) satu orang miskin untuk satu hari puasa dan tidak perlu qadha’ (mengganti) puasanya.

Dari Anas bin Malik Al-Ka’biy Al-Qusyairiy  radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ

“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla menggugurkan separuh (rakaat) shalat bagi musafir dan menggugurkan (kewajiban) puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui” [HR. Abu Daud no. 2408, At-Tirmidzi no. 715, An-Nasa’i no. 2275 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahumullah dalam Shahih Abu Daud no. 2083]

Monday, April 20, 2020

Meluruskan Kekeliruan Pihak Yang Mewajibkan Shalat di Masjid Saat Pandemi Corona

Saat membaca status di beranda Facebook, tanpa sengaja saya membaca tulisan analisa fiqih dari Al-Ustadz Dika Wahyudi –semoga Allah senantiasa menjaga beliau dan meluruskan langkahnya-. Tulisan tersebut berisi anjuran kepada kaum muslimin untuk tetap shalat berjamaah di masjid di tengah masifnya penyebaran wabah Covid19 di negeri kita, meskipun ada seruan pemerintah dan fatwa para ulama untuk meniadakan Shalat Jumat dan Shalat Berjamaah di masjid hingga wabah berlalu. Bahkan lebih mengejutkan lagi, bagi seorang yang tidak takut tertular, ia tetap wajib shalat berjamaah di masjid, tidak ada udzur baginya shalat di rumah, demikian kesimpulan oleh si penulis. Kemudian beliau membawakan beberapa alasan dan argument yang mohon maaf terlalu dipaksakan. Dalam kesempatan ini, saya ingin berusaha meluruskan beberapa kesalahan tersebut agar tidak membuat kebingungan dan kegaduhan diantara umat Islam.

Sebelum kita membahas poin-poin kesalahan penulis, telah kita ketahui bersama bahwa agama Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Syariat Islam dibangun di atas kaidah-kaidah yang agung dan pondasi yang kokoh. Di atas kaidah-kaidah agung tersebut, para ulama salaf membangun fatwanya. Dengan kaidah-kaidah itu pula, para ulama tampil di garda terdepan menghadang fitnah (musibah) yang akan menimpa kaum muslimin, serta menghindarkan mereka dari berbagai bahaya yang mengancam agama dan jiwanya. Berikut beberapa kaidah agung dalam syariat yang wajib diketahui oleh setiap muslim:

Friday, August 10, 2018

Posisi Tangan Saat I'tidal (Bangun dari Ruku')

Hukum permasalahan ini diperselisihkan oleh ulama.

Pendapat pertama:

Sebagian ulama berpendapat, setelah bangun dari ruku’ (i’tidal) disyariatkan bersedekap (meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri) sebagaimana posisi tangan sebelum ruku'.

Mereka berdalil dengan keumuman hadits-hadits bersedekap saat berdiri shalat, sehingga berlaku sebelum ruku dan setelah ruku. Diantaranya hadits Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu riwayat Al Bukhari:

كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ اليَدَ اليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ اليُسْرَى فِي الصَّلاَةِ

“Dahulu para sahabat diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika sholat.”

Friday, November 10, 2017

Hukum Makan Tulang

Pertanyaan:
Bismillah
Assalamu’alaikum

Ustadz, saya mau tanya. Kalau hukumnya makan tulang itu bagaimana? Soalnya saya pernah dengar hadis yang mengatakan kalo tulang itu makanannya jin
Jazakallahu khairan katsira
Dari: Ikhsan
Jawaban:
Wa’alaikumussalam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah
Disebutkan dalam hadis riwayat Muslim, bahwa para Jin datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta kepada beliau makanan yang halal. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada mereka:
لكم كل عظم ذكر اسم الله عليه يقع في أيديكم أوفر ما يكون لحما وكل بعرة علف لدوابكم
Makanan halal untuk kalian adalah semua tulang hewan yang disembelih dengan menyebut nama Allah. Ketika tulang itu kalian ambil, akan penuh dengan daging. Sementara kotoran binatang akan menjadi makanan bagi hewan kalian.” (HR. Muslim No.450)

Wednesday, January 25, 2017

Hukum Meletakkan Sesuatu di Atas Mushaf Al-Qur’an

Tanya:

Tanya ustadz, bagaimana hukum menumpuk beberapa buku dan Al-Qur’an nya tertumpang buku yang lain?

Jawab:

Para ulama telah bersepakat (ijma’) bahwa seorang muslim wajib memuliakan dan mengagungkan Al-Qur’an, juga diharamkan mengolok-olok dan merendahkannya.

Allah ta’ala berfirman:

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sungguh hal itu berasal dari ketakwaan hati” [QS. Al-Hajj: 32]

Tidak diragukan lagi bahwa memuliakan mushaf Al-Qur’an termasuk bentuk pengagungan terhadap syiar Allah di muka bumi.

Lalu apakah meletakkan buku di atas mushaf Al-Qur’an merupakan bentuk perendahan terhadap mushaf? Hukum permasalahan ini dirinci:

Tuesday, January 24, 2017

Hukum Nadzar Dalam Hati

Pertanyaan:

Aslmkm
Ada org sering nazar tapi dlm hati dan blm diucapkan. Itu kena gak? Bgmn hukumnya? Trus kalo gak dijalanin apa konskwensinya? Trima kasih..
(N..N..)

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,