Friday, March 14, 2014

Rincian Fatwa Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Tentang Ikut Serta Dalam Pemilu

Tanya: 

“Apa pendapat Anda tentang menggunakan hak suara dalam pemilu, untuk diketahui bahwa di sana ada partai nasrani yang mengikuti pemilu, dan bila partai itu menang, dia akan memiliki pengaruh besar dan akan berbahaya bagi Kaum Muslimin?”

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah menjawab:


Jika masuknya Kaum Muslimin akan menguatkan ‘sisi baik’ bagi Kaum Muslimin, maka mereka boleh ikut serta, tapi bila masuknya mereka tidak berpengaruh apa-apa, maka mereka tidak boleh ikut serta.

Bila masuknya mereka dapat membantu menjauhkan orang yang buruk, dan menempatkan orang yang keburukannya lebih sedikit atau bahayanya lebih ringan, bahkan bila mereka dari orang-orang kafir sendiri, sebagaimana terdapat di Negara-negara yang islamnya minoritas, dan pilihan berada di antara dua orang kafir, yang satu sangat membenci Kaum Muslimin, dan bila dia sampai ke tampuk kekuasaan, dia akan memusuhi mereka, dan menghalangi mereka dari pelaksanaan amal ibadah mereka sebagaimana mestinya, sedang yang kedua tidak demikian, dia toleran terhadap Kaum Muslimin, tidak memiliki permusuhan yang besar dengan mereka…

Jika perkarannya berada di antara dua pilihan ini, dan keikut-sertaan Kaum Muslimin akan menguatkan posisi si kafir yang ‘lembut’ kepada Kaum Muslimin itu, maka mereka boleh masuk.

Namun bila keikut-sertaan mereka tidak berpengaruh apa-apa, maka hendaklah mereka meninggalkannya(tidak ikut pemilu -ed), karena masuknya mereka bukanlah untuk memilih khalifah. Namun sebagian keburukan lebih ringan dari sebagian yang lain, dan mengambil bahaya yang lebih ringan agar selamat dari bahaya yang lebih besar itu merupakan tuntutan.

Telah maklum bahwa Allah menyebutkan dalam Alquran; kegembiraan Kaum Muslimin dengan kemenangan Romawi atas Persia, padahal dua-duanya kafir, tapi mengapa Kaum Muslimin bergembira dengan menangnya Romawi atas Persia? Karena Persia adalah kaum majusi dan kekufuran mereka itu parah dan dahsyat, dan sebagaimana sabda Rasul: “Kekufuran yang paling dahsyat adalah kekufuran yang ada di (belahan bumi) bagian timur”, Raja Persia merobek surat Rasulullah yang sampai kepadanya, adapun Raja Romawi, ia menjaga surat (beliau yang sampai kepadanya). Maka (jelas) berbeda antara orang kafir yang sangat membenci Kaum Muslimin dan orang kafir yang ringan bahayanya terhadap Kaum Muslimin.

Maka jika masuknya mereka dapat menempatkan orang yang bahayanya lebih ringan, maka mereka boleh ikut-serta, namun jika masuknya mereka tidak berpengaruh apa-apa, maka hendaknya mereka menjauhinya.”

Berikut teks fatwanya,

السؤال: ما قولكم في التصويت في الانتخابات مع العلم أن هناك حزبا نصرانيا سيشترك في الانتخابات، و إذا فاز فسيكون له أثر كبير وضرر على المسلمين؟

الجواب: إذا كان دخول المسلمين يرجح جانب الخير للمسلمين فيدخلون، وإذا كان دخولهم لا يقدم ولا يؤخر فإنهم لا يدخلون، وإذا كان دخولهم يسهم في إبعاد من هو شر وتحصيل من هو أقل شراً وأخفف ضرراً، حتى لو كان من الكفار أنفسهم كما في البلاد التي فيها أقلية إسلامية, ويكون الأمر دارًا بين الكافرين؛ أحدهما شديد الحقد على المسلمين فإذا وصل إلى السلطة أعداهم وحال بينهم وبين القيام بعباداتهم على الذي ينبغي, والثاني ليس كذلك, متسامح مع المسلمين، ليس عنده حقد شديد عليهم… فإذا كان الأمر بين اثنين, ودخول المسلمين يرجح ذلك الهين على المسلمين فلهم أن يدخلوا, واذا كان دخولهم لا يقدم ولا يؤخر فليتركوه, فدخولهم ليس لاختيار خليفةٍ, فإن هؤلاء كفار متسلطون, لكن بعض الشر أهون من بعض وارتكاب أخف الضررين للتخلص من أشدهما مطلوب, ومعلوم أن الله ذكر في القرآن فرح المسلمين بانتصار الروم على الفرس والاثنين كفار, لكن لماذا يفرح المسلمون بانتصار الروم على الفرس؟ لأن هؤلاء مجوس وكفرهم شديد وكفرهم عظيم, وأعظم الكفر ناحية المشرق كما قال رسول الله, وملك الفرس مزق كتاب رسول الله لما جاء إليه, وأما ملك الروم احتفظ بالكتاب, ففرق بين كافر شديد الحقد على المسلمين وكافر خفيف الضرر على المسلمين, فإذا كان دخولهم ينفع في تحصيل من هو أخف ضررا فإنهم يدخلون, واذا كان دخولهم لا يقدم ولا يؤخر فانهم يبتعدون.


Tanya (2):

“Apakah ikut serta dalam pemilu termasuk dalam kategori merubah kemungkaran dengan ‘tangan’, karena seseorang bisa memilih orang yang shalih agar menjadi penguasa?”

Asy-Syaikh hafizhahullah menjawab:

“Pemilu ini bukanlah cara yang sesuai syariat, tapi ia merupakan cara yang menyusup kepada Kaum Muslimin dari musuh mereka, dan keputusan di dalamnya tergantung pada mayoritas, walaupun mayoritasnya dari orang yang paling rusak, atau orang yang memilihnya dari orang yang paling rusak, karena mereka memilih salah seorang dari mereka dan keputusan milik suara terbanyak, dan ketika yang terbanyak adalah orang-orang buruk, maka mereka akan memilih salah seorang yang buruk dari mereka itu.

Masuk dalam pemilu, jika tidak mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan, maka itu tidak pantas (dilakukan). Tapi apabila (langkah masuk dalam pemilu itu) akan mendatangkan maslahat karena perkaranya berada di antara dua orang, yang satu buruk, sedang yang kedua baik, dan jika dia tidak ‘ikut serta’ dalam mendukung pihak orang yang baik itu, maka posisi orang yang buruk itu akan kuat, maka tidak mengapa ‘ikut serta’ untuk meraih maslahat itu dan menolak mudhorotnya.

Bahkan ketika perkaranya berada di antara dua orang, yang satu buruk, sedang yang lain lebih ‘mending’ keburukannya, sebagaima terjadi di sebagian Negara yang islamnya minoritas dan kekuasaan ditangan orang-orang kafir. Bila perkaranya berada di antara dua orang kafir, yang satu sangat membenci Kaum Muslimin, sangat memusuhi mereka, menindas mereka, dan tidak mengijinkan mereka melaksanakan syiar-syiar agama mereka, sedang yang kedua bersikap damai, simpati kepada Kaum Muslimin, dan dia tidak punya kebencian yang besar kepada mereka, maka tidak diragukan lagi menguatkan pihak orang yang ‘ringan’ (toleran) terhadap Kaum Muslimin, itu lebih baik daripada urusan ini (sama sekali), sehingga menyebabkan orang kafir yang sangat membenci Kaum Muslimin itu bisa menang (dalam pemilu).

Dan sebagaimana diketahui, telah disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Kaum Muslimin bergembira dengan kemenangan Romawi atas Persia, padahal mereka semua kafir, tapi Romawi lebih ringan, karena mereka masih berafiliasi kepada agama (samawi), adapun Persia mereka menyembah berhala dan tidak berafiliase kepada agama, meskipun semuanya kafir, tapi sebagian keburukan lebih ringan dari keburukan yang lainnya, dan termasuk dalam kaidah syariat; “bahaya yang lebih ringan (harus) diambil sebagai jalan untuk selamat dari bahaya yang lebih besar”, dan apabila bahaya yang lebih ringan telah diambil agar selamat dari bahaya yang lebih besar, maka inilah yang diinginkan…

Intinya; hukum masuk dalam pemilu tidak mutlak adanya. Pada asalnya seseorang tidak boleh masuk di dalamnya, kecuali bila ada maslahat dalam memasukinya, (misalnya) bila perkaranya berada di antara orang yang buruk dengan orang yang baik, atau di antara dua orang yang sama-sama buruk, namun yang satu lebih ‘mending’ dari yang lainnya, dan meninggalkan keikutsertaan (dalam pemilu) akan memenangkan orang yang lebih buruk dan lebih parah, maka dalam keadaan seperti ini, tidak mengapa mengambil langkah mengikuti pemilu, karena alasan “mengambil bahaya yang lebih ringan sebagai jalan agar selamat dari bahaya yang lebih besar”. [Syarah Sunan Abi Dawud, kaset no: 488]

Berikut teks fatwanya,

السؤال: هل المشاركة في الانتخابات من تغيير المنكر باليد، حيث إن الإنسان يختار الرجل الصالح ليكون حاكماً؟.

الجواب: هذه الانتخابات ليست من الطرق الشرعية، وإنما هي من الطرق الوافدة على المسلمين من أعدائهم، والحكم فيها للغلبة ولو كانت الأغلبية من أفسد الناس، أو كان الذي ينتخبونه من أفسد الناس؛ لأنهم ينتخبون واحداً منهم، والحكم للغلبة، وحيث يكون الغلبة أشراراً فإنهم سيختارون شريراً منهم. والدخول في الانتخابات إذا لم يحصل من ورائه فائدة ومصلحة فلا يصلح .
ولكن إذا كان سيترتب عليه مصلحة من أن الأمر يدور بين شخصين أحدهما سيء والثاني حسن، ولو لم يشارك في تأييد جانب ذلك الحسن فإنه تغلب كفة ذلك السيئ، فإنه لا بأس بالمشاركة من أجل تحصيل تلك المصلحة ودفع المضرة. بل لو كان الأمر يدور بين شخصين أحدهما شرير والثاني دونه في الشر كما يحصل في بعض البلاد التي فيها أقليات إسلامية والحكم فيها للكفار، فإذا صار الأمر يدور بين كافرين أحدهما شديد الحقد على المسلمين, وشديد المعاداة لهم، ويضيق عليهم، ولا يمكنهم من أداء شعائرهم، والثاني مسالم، ومتعاطف مع المسلمين، وليس عنده الحقد الشديد عليهم، فلا شك أن ترجيح جانب من يكون خفيفاً على المسلمين أولى من ترك الأمر بحيث يتغلب ذلك الكافر الشديد الحقد على المسلمين. ومعلوم أنه جاء في القرآن أن المسلمين يفرحون بانتصار الروم على الفرس، وهم كفار كلهم، لكن هؤلاء أخف؛ لأن هؤلاء ينتمون إلى دين، وأولئك يعبدون الأوثان ولا ينتمون إلى دين، وإن كان الجميع كفاراً، لكن بعض الشر أهون من بعض. ومن قواعد الشريعة ارتكاب أخف الضررين في سبيل التخلص من أشدهما، فإذا ارتكب أخف الضررين في سبيل التخلص من أشدهما فإن هذا أمر مطلوب… والحاصل: أن الدخول في الانتخابات ليس على إطلاقه، والأصل ألا يدخل فيها إلا إذا حصل في الدخول مصلحة بأن كان الأمر دائراً بين شرير وطيب، أو بين شريرين أحدهما أخف من الآخر، وكان ترك المشاركة يؤدي إلى تغلب من هو أخبث وأشد؛ ففي هذه الحالة لا بأس بذلك من أجل ارتكاب أخف الضررين في سبيل التخلص من أشدهما”. [شرحه على سنن أبي داود, ش 488]


NB: Kedua fatwa di atas dinukil dari addariny.wordpress.com

3 comments:

  1. Assalamu 'alaikum.
    mohon nasehatnya, bagaimana sikap kita dalam menghadapi pemilu di indonesia yang sebentar lagi akan dilaksanakan.

    ReplyDelete
  2. Wa'alaikumussalam warahmatullah,

    Pertanyaan ini telah diajukan oleh teman kami kepada tiga ulama kibar yang mengajar di Masjid An-Nabawi belum lama ini. Ketiga ulama tersebut adalah Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, Asy-Syaikh Shalih As-Suhami dan Asy-Syaikh Shalih Al-Hudaitsi hafizhahumullah.

    Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi tidak menganjurkan secara mutlak keikut-sertaan dalam pemilu. Asy-Syaikh Shalih Al-Hudaitsi menganjurkan untuk memilih calon yang paling baik diantara calon-calon yang ada. Sementara Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad merinci jawaban, jika ikut serta dalam pemilu mendatangkan maslahat bagi kaum muslimin, maka silahkan Anda ikut pemilu. Namun jika keikutsertaan Anda tidak berpengaruh apa-apa, maka tidak perlu ikut pemilu.

    Para ulama seluruhnya bersepakat bahwa pemilu adalah produk demokrasi yang bertentangan dengan syariat Islam. Para ulama juga bersepakat bahwa mendukung sistem demokrasi tanpa ada maslahat yang diperoleh juga diharamkan. Perselisihan ulama kita adalah dalam hal menimbang maslahat dan mudharat.

    Saya akan memberikan beberapa contoh kasus:

    1. Jika terdapat dua calon, muslim dan kafir, maka pilihlah calon yang muslim

    2. Jika terdapat dua calon, kafir harbi (memusuhi Islam) dan kafir yang toleran terhadap Islam, maka pilihlah calon kafir yang toleran kepada Islam

    3. Jika terdapat dua calon, syi'ah dan sunni, maka pilihlah calon yang sunni.

    4. Jika terdapat dua calon, muslim yang taat beragama dan muslim yang fasik, maka pilihlah calon muslim yang taat beragama

    5. Jika terdapat dua calon, keduanya sama-sama muslim yang fasik, maka tidak perlu memilih salah satu dari keduanya (golput), karena tidak ada maslahat yang diperoleh.

    Jika ternyata tidak ada maslahat yang diperoleh, maka kembali kepada hukum asal bahwa mendukung sistem demokrasi yang bertentangan dengan syariat Islam adalah diharamkan

    Allahua'lam

    ReplyDelete
  3. Jazakumullahu khairan, atas nasehatnya.
    dari pengamatan saya, tidak ada maslahat yang akan dicapai dengan saya ikut pemilu yang akan datang, karena suara saya hanya satu dari lebih seratus juta suara lain, dan hampir dipastikan akan ada manipulasi suara.
    Wallahu a'lam.

    ReplyDelete