Tanya:
Bismillaah, Alhamdulillah baru mengenal salaf sekitar 6 bulanan. Saya sekarang tinggal
di negri kafir dengan status sebagai pekerja dan terikat kontrak, saya ingin
memutuskan perjanjian (kontrak) namun saya agak ragu (membaca di alquran lupa
surat apa tentang orang2 yg tidak menepati janjinya), saya mengkawatirkan
agama saya. Alhamdulillah untuk solat Allah memberikan kemudahan dan banyak belajar
lewat kajian2 di Internet. Kontrak saya masih 11 bulanan, mohon saran dan
nasehat dari ustadz dengan keadaan saya yang demikian? Jazakallahu khairan
Jawab:
Berikut beberapa point nasehat untuk diri saya
pribadi, penanya serta para pembaca sekalian, semoga bermanfaat,
Pertama, wajib bagi kita untuk bersyukur pada Allah atas karunia yang
diberikan berupa nikmat Islam dan nikmat berada di atas As-Sunnah. Saat
kebanyakan manusia terjatuh dalam kekufuran, kesesatan dan berbagai bid’ah,
Allah ta’ala menyelamatkan kita dari penyimpangan-penyimpangan tersebut.
Diantaranya karunia-Nya yang besar, Allah juga memilih kita sebagai seorang ahlus-sunnah
yang mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasullullah, para sahabat dan para
ulama ahlus-sunnah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا
فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam
bermula dalam keadaan asing dan kelak akan kembali menjadi asing sebagaimana
permulaanya, maka beruntunglah bagi Al-Ghuraba' (orang-orang yang asing
karena berpegang teguh dengan agamanya -pen). [HR. Muslim, no. 145 dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu]
Abdullah bin 'Amr Al-'Ash radhiyallahu'anhu
meriwayatkan bahwa suatu saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah ditanya mengenai makna Al-Ghuraba', maka beliau shallallahu 'alaihi
wasallam menjelaskan,
أناس صالحون في أناس سوء كثير من يعصيهم أكثر ممن يعطيعهم.
“Orang-orang
shalih yang berada di tengah-tengah banyaknya orang-orang yang buruk, orang
yang mendurhakai (menentang) mereka lebih banyak daripada orang yang mentaati
mereka. [HR.
Ahmad dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam
Ahmad 6/207, no. 6650]
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menyebutkan,
اَلَّذيْنَ يُصَلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ.
“mereka
adalah orang-orang yang senantiasa memperbaiki (umat -pen) di tengah-tengah rusaknya
manusia. [HR. Al-Lalika'i
dalam Syarh Ushul I'tiqad Ahlis-Sunnah no. 173 dan dishahihkan atau
dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1273]
Dalam riwayat yang lain juga
disebutkan,
... اَلَّذيْنَ يُصَلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي
مِنْ سُنَّتِي.
“mereka
adalah orang-orang yang memperbaiki (menghidupkan –pen) sunahku yang telah
dirusak oleh manusia sepeninggalku. [HR. At-Tirmdzi no. 2630 dan beliau menjelaskan bahwa
hadits ini hasan shahih]
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
berkata:
“Karakter
paling menonjol yang dimiliki oleh Golongan Yang Selamat adalah berpegang teguh
dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal akidah
(keyakinan), ibadah (ritual), akhlak (budi pekerti), dan mu’amalah (interaksi
sesama manusia). Dalam keempat perkara inilah anda dapatkan Golongan Yang
Selamat sangat tampak menonjol ciri mereka.
Adapun dalam
hal akidah, Anda bisa jumpai mereka senantiasa berpegang teguh dengan keterangan
dalil Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu meyakini tauhid yang murni dalam hal Uluhiyah Allah,
Rububiyah-Nya serta Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya.
Adapun dalam
hal ibadah, Anda jumpai golongan ini tampak istimewa karena sikap mereka yang
begitu berpegang teguh dan berusaha keras menerapkan ajaran-ajaran
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menunaikan ibadah, yang
meliputi jenis-jenisnya, cara-caranya, ukuran-ukurannya, waktu-waktunya dan
sebab-sebabnya. Sehingga Anda tidak akan menjumpai adanya perbuatan menciptakan
kebid’ahan dalam agama Allah di antara mereka. Akan tetapi mereka adalah
orang-orang yang sangat beradab terhadap Allah dan Rasul-Nya, mereka tidak
mendahului Allah dan Rasul-Nya dengan menyusupkan suatu bentuk ibadah yang
tidak diijinkan oleh Allah.
Sedangkan
dalam hal akhlak, Anda pun bisa menjumpai ciri mereka juga seperti itu. Mereka
tampil istimewa dibandingkan selain mereka dengan akhlak yang mulia, seperti
contohnya mencintai kebaikan bagi umat Islam, sikap lapang dada, bermuka ramah,
berbicara baik dan pemurah, pemberani dan sifat-sifat lain yang termasuk bagian
dari kemuliaan akhlak dan keluhurannya.
Dan dalam hal
mu’amalah, Anda bisa jumpai mereka menjalin hubungan dengan sesama manusia
dengan sifat jujur dan suka menerangkan kebenaran. Dua sifat inilah yang
diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
sabdanya, “Penjual dan pembeli mempunyai hak pilih selama keduanya belum
berpisah. Apabila mereka berdua bersikap jujur dan menerangkan apa adanya
niscaya akan diberkahi jual beli mereka. Dan apabila mereka berdusta dan
menyembunyikan (cacat barangnya) maka akan dicabut barakah jual beli mereka
berdua.” [HR. Bukhari dan Muslim]” [Fatawaa Arkanul Islam, hal.
22-26]
Kedua, Teruslah menuntut ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang shahih, meskipun hanya melalui rekaman ta’lim atau membaca
website-website ilmu yang bermanfaat..
Allah ta’ala berfirman:
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ
عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا
يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى - وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً
ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta. ” [QS. Thahâ : 123-124]
Allah ta’âlâ juga berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ
لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian. ” [QS. Al-Isrô`: 82]
Dengan ilmu ini, seseorang akan memperoleh kehidupan yang baik, berbagai musibah yang menimpa kita akan
terasa lebih ringan, hati ini akan menjadi lapang serta ia akan meraih berbagai derajat
keutamaan di dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرٌ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
” [QS. Al-Mujâdilah :11]
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh
berkata:
“Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga
ia menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan,
keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka
dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap
ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu
‘alaihi wa sallam yaitu ilmu
yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) orang yang paling lapang
dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling baik
kehidupannya.” [Zaadul Ma’ad, 2/23]
Ketiga, Perbanyaklah ibadah, baik yang wajib maupun yang sunah.
Jagalah shalat 5 waktu di masjid, lakukanlah shalat sunah rawatib 12 raka’at
tiap harinya yaitu dua raka’at sebelum Shubuh, empat raka’at sebelum Zhuhur dan
dua raka’at setelahnya, dua raka’at setelah Maghrib dan dua raka’at setelah
Isya. Rutinkanlah membaca dzikir pagi dan petang, sebab hal itu akan menjaga kita
dari syaithan dan menjauhkan kita dari berbagai keburukan di hari itu. Isilah
waktu luang kita dengan berdzikir pada Allah, baik dalam hati maupun lisan.
Dzikir adalah penyejuk hati dan penenang jiwa. Allah ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ
اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah-lah hati
menjadi tenteram. ” [QS. Ar-Ra’d: 28]
Dengan dzikir seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dan
pahala yang sangat besar,
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ
اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“…dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,
Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” [QS.
Al-Ahzâb: 35]
Allah telah menjanjikan keberuntungan bagi orang-orang yang banyak
berdzikir,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian
beruntung. ” [QS. Al-Jumu’ah: 10]
Sungguh dzikir membuat hati seorang hamba menjadi lapang dan
bersinar, berbeda dengan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang lalai,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ
وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan
anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang
berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. ” [QS.
Al-Munâfiqûn: 9]
Keempat, Carilah teman-teman yang shalih kemudian bersahabatlah
dengan mereka. Hindari teman-teman yang berakhlak buruk dan cenderung
melalaikan kita dari beribadah dan menuntut ilmu.
Allah ta’ala berfirman:
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ
عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ( )
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ( ) لَقَدْ أَضَلَّنِي
عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي
“Dan
(ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya
berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.
Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan fulan
sebagai teman (dekatku –pen). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari
Al-Quran ketika Al-Quran itu telah datang kepadaku.” [QS. Al Furqan:
27-28]
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah
berkata:
"Berteman dengan teman yang shalih, duduk-duduk bersamanya,
bergaul dengannya, mempunyai keutamaan yang lebih banyak dari pada keutamaan
duduk dengan penjual minyak wangi. Karena duduk dengan orang shalih bisa jadi
dia akan mengajari kita sesuatu yang bermanfaat untuk agama dan dunia kita
serta memberikan nashihat-nashihat yang bermanfaat bagi kita. Atau dia akan
memberikan peringatan kepada kita agar menghindari perkara-perkara yang
membahayakan kita.
Teman yang shalih senantiasa mendorong kita untuk melakukan
ketaatan kepada Allah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturrahim,
dan mengajak kita untuk senantiasa berakhlak mulia, baik dengan perkataannya,
perbuatannya, ataupun dengan sikapnya. Sesungguhnya seseorang akan mengikuti
sahabat atau teman duduknya, dalam hal tabiat dan perilaku. Keduanya saling
terikat satu sama lain dalam kebaikan ataupun yang sebaliknya.
Jika
kita tidak mendapat manfaat di atas, minimal masih ada manfaat yang bisa kita
peroleh ketika berteman dengan orang yang shalih, yaitu kita akan tercegah dari
perbuatan-perbuatan jelek dan maksiat. Teman yang shalih akan selalu menjaga
persahabatan, senantiasa mengajak berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha
menghilangkan keburukan. Dia juga akan menjaga rahasia kita, baik ketika kita
bersamanya maupun tidak. Dia akan memberikan manfaat kepada kita berupa
kecintaannya dan doanya pada kita, baik kita masih hidup maupun setelah mati.” [Bahjatu
Quluubil Abrar hal. 119]
“Jika berteman
dengan orang yang shalih dapat memberikan manfaat yang sangat banyak, maka
berteman dengan teman yang buruk memberikan akibat yang sebaliknya. Orang yang
bersifat jelek dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya,
dapat mendatangkan keburukan bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa
banyak kaum yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa
banyak orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik
sadar ataupun tidak. Oleh karena itulah, sungguh diantara nikmat
Allah yang paling besar bagi seorang hamba yang beriman adalah Allah memberinya
taufiq berupa teman yang baik. Sebaliknya, di antara ujian bagi seorang hamba
adalah Allah mengujinya dengan teman yang buruk.” [Bahjah Qulubil Abraar
hal. 120]
Kelima, Segeralah bertaubat jika kita terjatuh dalam dosa dan segera meminta maaf jika kita berbuat zalim serta berbuat kesalahan pada orang
lain.
Menyadari kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada
Yang Maha Mencipta adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai
keajaiban dalam kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta
melapangkan dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat ditekankan
dalam tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi
orang-orang yang senatiasa bertaubat,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang
yang beriman supaya kalian beruntung. ” [QS. An-Nûr: 31]
Sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat
mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai
hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ
وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. ” [QS. Al-Baqarah: 222]
Keenam, Senantiasa berbuat baik pada orang-orang di
sekitar kita, karena bisa jadi hal tersebut menjadi sebab hidayah. Dengan hal
itu, orang-orang di sekitar kita akan melihat keindahan akhlak Islam dan akhlak
mulia dari seorang ahlus-sunnah.
Memberi manfaat kepada makhluk dengan harta, badan, kedudukan dan
selainnya dari berbagai bentuk perbuatan baik adalah hal yang sangat
melapangkan dada seorang hamba dan meneranginya. Allah ta’ala berfiman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh untuk berlaku adil, berbuat
kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar
kalian dapat mengambil pelajaran. ” [QS. An-Nahl: 90]
Dan di akhirat kelak Allah menjanjikan,
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ - آخِذِينَ مَا
آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam
taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang
diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di
dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. ” [QS. Adz-Dzâriyât :15-16]
Ketujuh, Menjaga ketakwaan pada Allah dalam segala
kondisi, berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta istiqamah di
atas manhaj As-Salaf Ash-Shalih
Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا
يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ
بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Dia akan memberikan baginya jalan keluar, serta memberinya rizki dari arah yang
tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang
dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu". [QS. Ath-Thalaq:2-3]
Juga firman
Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.”
[QS. Al Hujurat: 13]
Al-Imam
Ath-Thabari rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya
yang paling mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi
takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi
maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau
berasal dari keturunan yang mulia.” [Tafsir Ath-Thabari, 21/386]
Al-Imam Ibnu
Katsir rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya
kalian bisa mulia dengan takwa dan bukan dilihat dari keturunan kalian” [Tafsir
Ibnu Katsiir, 13/169]
Sahabat Ibnu
‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata,
كرم الدنيا الغنى، وكرم
الآخرة التقوى.
“Kemuliaan seseorang
di dunia adalah dengan kecukupan dan
kemuliaan seseorang di akhirat adalah karena ketakwaan. [Ma’alimut Tanzil, 7/348]
Al-Alusi rahimahulah berkata:
“Sesungguhnya
yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya di antara kalian di sisi Allah
di dunia maupun di akhirat adalah yang paling bertakwa. Jika kalian ingin
saling berbangga, saling berbanggalah dengan takwa (kalian).” [Ruhul Ma’ani, 19/290]
Dalam tafsir Al-Bahr Al-Muhith, 10/116 disebutkan,
“Sesungguhnya
Allah menjadikan kalian sebagaimana yang disebutkan dalam ayat (yaitu ada yang
berasal dari non Arab dan ada yang Arab). Hal ini bertujuan supaya kalian
saling mengenal satu dan lainnya walau beda keturunan. Janganlah kalian
mengklaim berasal dari keturunan yang lain. Jangan pula kalian berbangga dengan
mulianya nasab bapak atau kakek kalian. Salinglah mengklaim siapa yang paling
mulia dengan takwa.”
Al-Imam Asy
Syaukani rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya
yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Yang bertakwa
itulah yang berhak menyandang kemuliaan, yaitu lebih mulia dari orang yang
tidak memiliki sifat takwa. Dialah yang paling mulia dan tinggi kedudukannya
(di sisi Allah). Jadi, klaim kalian dengan saling berbangga pada nasab kalian
yang mulia, maka itu bukan menunjukkan kemuliaan. Hal itu tidak menunjukkan
seseorang lebih mulia dan memiliki kedudukan utama (di sisi Allah).” [Fathul
Qadiir, 7/20]
Saat
menjelaskan makna ayat ini, penulis Tafsir Al-Jalalain
berkata:
“Janganlah
kalian saling berbangga dengan tingginya nasab kalian. Seharusnya kalian saling
berbangga manakah di antara kalian yang paling bertakwa.” [Tafsir
Al-Jalalain hal. 528]
Asy-Syaikh As
Sa’di rahimahullah berkata:
“Allah
menjadikan kalian berbeda bangsa dan suku (ada yang Arab dan ada yang non Arab)
supaya kalian saling mengenal dan mengetahui nasab satu dan lainnya. Namun
kemuliaan diukur dari takwa. Itulah yang paling mulia di antara kalian di sisi
Allah, yang rajin melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat. Standar kemuliaan
(di sisi Allah) bukan dilihat dari kekerabatan dan kaum, bukan pula dilihat
dari sisi nasab yang mulia. Allah pun Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. Allah
benar-benar tahu siapa yang bertakwa secara lahir dan batin, atau yang
bertakwa secara lahiriyah saja, namun tidak secara batin. Allah pun akan
membalasnya sesuai realita yang ada.” [Taisir Al-Karimir Rahman hal. 802]
Allahua’lam, semoga bermanfaat
No comments:
Post a Comment