Friday, March 14, 2014

Nasihat Untuk Saudaraku Ahlus-Sunnah

Tanya:

Bismillaah, Alhamdulillah baru mengenal salaf sekitar 6 bulanan. Saya sekarang tinggal di negri kafir dengan status sebagai pekerja dan terikat kontrak, saya ingin memutuskan perjanjian (kontrak) namun saya agak ragu (membaca di alquran lupa surat apa tentang orang2 yg tidak menepati janjinya), saya mengkawatirkan agama saya. Alhamdulillah untuk solat Allah memberikan kemudahan dan banyak belajar lewat kajian2 di Internet. Kontrak saya masih 11 bulanan, mohon saran dan nasehat dari ustadz dengan keadaan saya yang demikian? Jazakallahu khairan

Jawab:

Berikut beberapa point nasehat untuk diri saya pribadi, penanya serta para pembaca sekalian, semoga bermanfaat,

Pertama, wajib bagi kita untuk bersyukur pada Allah atas karunia yang diberikan berupa nikmat Islam dan nikmat berada di atas As-Sunnah. Saat kebanyakan manusia terjatuh dalam kekufuran, kesesatan dan berbagai bid’ah, Allah ta’ala menyelamatkan kita dari penyimpangan-penyimpangan tersebut. Diantaranya karunia-Nya yang besar, Allah juga memilih kita sebagai seorang ahlus-sunnah yang mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasullullah, para sahabat dan para ulama ahlus-sunnah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Islam bermula dalam keadaan asing dan kelak akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaanya, maka beruntunglah bagi Al-Ghuraba' (orang-orang yang asing karena berpegang teguh dengan agamanya -pen). [HR. Muslim, no. 145 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Abdullah bin 'Amr Al-'Ash radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa suatu saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya mengenai makna Al-Ghuraba', maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan,

أناس صالحون في أناس سوء كثير من يعصيهم أكثر ممن يعطيعهم.

“Orang-orang shalih yang berada di tengah-tengah banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang mendurhakai (menentang) mereka lebih banyak daripada orang yang mentaati mereka. [HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad 6/207, no. 6650]

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan,

اَلَّذيْنَ يُصَلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ.

“mereka adalah orang-orang yang senantiasa memperbaiki (umat -pen) di tengah-tengah rusaknya manusia. [HR. Al-Lalika'i dalam Syarh Ushul I'tiqad Ahlis-Sunnah no. 173 dan dishahihkan atau dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1273]

Dalam riwayat yang lain juga disebutkan,

... اَلَّذيْنَ يُصَلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي.

“mereka adalah orang-orang yang memperbaiki (menghidupkan –pen) sunahku yang telah dirusak oleh manusia sepeninggalku. [HR. At-Tirmdzi no. 2630 dan beliau menjelaskan bahwa hadits ini hasan shahih]

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

“Karakter paling menonjol yang dimiliki oleh Golongan Yang Selamat adalah berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal akidah (keyakinan), ibadah (ritual), akhlak (budi pekerti), dan mu’amalah (interaksi sesama manusia). Dalam keempat perkara inilah anda dapatkan Golongan Yang Selamat sangat tampak menonjol ciri mereka.

Adapun dalam hal akidah, Anda bisa jumpai mereka senantiasa berpegang teguh dengan keterangan dalil Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu meyakini tauhid yang murni dalam hal Uluhiyah Allah, Rububiyah-Nya serta Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya.

Adapun dalam hal ibadah, Anda jumpai golongan ini tampak istimewa karena sikap mereka yang begitu berpegang teguh dan berusaha keras menerapkan ajaran-ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menunaikan ibadah, yang meliputi jenis-jenisnya, cara-caranya, ukuran-ukurannya, waktu-waktunya dan sebab-sebabnya. Sehingga Anda tidak akan menjumpai adanya perbuatan menciptakan kebid’ahan dalam agama Allah di antara mereka. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat beradab terhadap Allah dan Rasul-Nya, mereka tidak mendahului Allah dan Rasul-Nya dengan menyusupkan suatu bentuk ibadah yang tidak diijinkan oleh Allah.

Sedangkan dalam hal akhlak, Anda pun bisa menjumpai ciri mereka juga seperti itu. Mereka tampil istimewa dibandingkan selain mereka dengan akhlak yang mulia, seperti contohnya mencintai kebaikan bagi umat Islam, sikap lapang dada, bermuka ramah, berbicara baik dan pemurah, pemberani dan sifat-sifat lain yang termasuk bagian dari kemuliaan akhlak dan keluhurannya.

Dan dalam hal mu’amalah, Anda bisa jumpai mereka menjalin hubungan dengan sesama manusia dengan sifat jujur dan suka menerangkan kebenaran. Dua sifat inilah yang diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya, “Penjual dan pembeli mempunyai hak pilih selama keduanya belum berpisah. Apabila mereka berdua bersikap jujur dan menerangkan apa adanya niscaya akan diberkahi jual beli mereka. Dan apabila mereka berdusta dan menyembunyikan (cacat barangnya) maka akan dicabut barakah jual beli mereka berdua.” [HR. Bukhari dan Muslim]” [Fatawaa Arkanul Islam, hal. 22-26]
  
Kedua, Teruslah menuntut ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, meskipun hanya melalui rekaman ta’lim atau membaca website-website ilmu yang bermanfaat..

Allah ta’ala berfirman:



 قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى - وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى 

Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. ” [QS. Thahâ : 123-124]

Allah ta’âlâ juga berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا 

Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. ” [QS. Al-Isrô`: 82]

Dengan ilmu ini, seseorang akan memperoleh kehidupan yang baik, berbagai musibah yang menimpa kita akan terasa lebih ringan, hati ini akan menjadi lapang serta ia akan meraih berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman,

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ” [QS. Al-Mujâdilah :11] 

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:

“Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan, keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) orang yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling baik kehidupannya.” [Zaadul Ma’ad, 2/23]

Ketiga, Perbanyaklah ibadah, baik yang wajib maupun yang sunah. Jagalah shalat 5 waktu di masjid, lakukanlah shalat sunah rawatib 12 raka’at tiap harinya yaitu dua raka’at sebelum Shubuh, empat raka’at sebelum Zhuhur dan dua raka’at setelahnya, dua raka’at setelah Maghrib dan dua raka’at setelah Isya. Rutinkanlah membaca dzikir pagi dan petang, sebab hal itu akan menjaga kita dari syaithan dan menjauhkan kita dari berbagai keburukan di hari itu. Isilah waktu luang kita dengan berdzikir pada Allah, baik dalam hati maupun lisan.

Dzikir adalah penyejuk hati dan penenang jiwa. Allah ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah-lah hati menjadi tenteram. ” [QS. Ar-Ra’d: 28]

Dengan dzikir seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dan pahala yang sangat besar,

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“…dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” [QS. Al-Ahzâb: 35]

Allah telah menjanjikan keberuntungan bagi orang-orang yang banyak berdzikir,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung. ” [QS. Al-Jumu’ah: 10]

Sungguh dzikir membuat hati seorang hamba menjadi lapang dan bersinar, berbeda dengan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang lalai,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. ” [QS. Al-Munâfiqûn: 9]

Keempat, Carilah teman-teman yang shalih kemudian bersahabatlah dengan mereka. Hindari teman-teman yang berakhlak buruk dan cenderung melalaikan kita dari beribadah dan menuntut ilmu.

Allah ta’ala berfirman:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ( ) يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ( ) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan fulan sebagai teman (dekatku –pen). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran ketika Al-Quran itu telah datang kepadaku.” [QS. Al Furqan: 27-28]

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:

"Berteman dengan teman yang shalih, duduk-duduk bersamanya, bergaul dengannya, mempunyai keutamaan yang lebih banyak dari pada keutamaan duduk dengan penjual minyak wangi. Karena duduk dengan orang shalih bisa jadi dia akan mengajari kita sesuatu yang bermanfaat untuk agama dan dunia kita serta memberikan nashihat-nashihat yang bermanfaat bagi kita. Atau dia akan memberikan peringatan kepada kita agar menghindari perkara-perkara yang membahayakan kita.

Teman yang shalih senantiasa mendorong kita untuk melakukan ketaatan kepada Allah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturrahim, dan mengajak kita untuk senantiasa berakhlak mulia, baik dengan perkataannya, perbuatannya, ataupun dengan sikapnya. Sesungguhnya seseorang akan mengikuti sahabat atau teman duduknya, dalam hal tabiat dan perilaku. Keduanya saling terikat satu sama lain dalam kebaikan ataupun yang sebaliknya.

Jika kita tidak mendapat manfaat di atas, minimal masih ada manfaat yang bisa kita peroleh ketika berteman dengan orang yang shalih, yaitu kita akan tercegah dari perbuatan-perbuatan jelek dan maksiat. Teman yang shalih akan selalu menjaga persahabatan, senantiasa mengajak berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha menghilangkan keburukan. Dia juga akan menjaga rahasia kita, baik ketika kita bersamanya maupun tidak. Dia akan memberikan manfaat kepada kita berupa kecintaannya dan doanya pada kita, baik kita masih hidup maupun setelah mati.” [Bahjatu Quluubil Abrar hal. 119]

“Jika berteman dengan orang yang shalih dapat memberikan manfaat yang sangat banyak, maka berteman dengan teman yang buruk memberikan akibat yang sebaliknya. Orang yang bersifat jelek dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik sadar ataupun tidak. Oleh karena itulah, sungguh diantara nikmat Allah yang paling besar bagi seorang hamba yang beriman adalah Allah memberinya taufiq berupa teman yang baik. Sebaliknya, di antara ujian bagi seorang hamba adalah Allah mengujinya dengan teman yang buruk.” [Bahjah Qulubil Abraar hal. 120]

Kelima, Segeralah bertaubat jika kita terjatuh dalam dosa dan segera meminta maaf jika kita berbuat zalim serta berbuat kesalahan pada orang lain.

Menyadari kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta melapangkan dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

Bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung. ” [QS. An-Nûr: 31]

Sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. ” [QS. Al-Baqarah: 222]

Keenam, Senantiasa berbuat baik pada orang-orang di sekitar kita, karena bisa jadi hal tersebut menjadi sebab hidayah. Dengan hal itu, orang-orang di sekitar kita akan melihat keindahan akhlak Islam dan akhlak mulia dari seorang ahlus-sunnah.

Memberi manfaat kepada makhluk dengan harta, badan, kedudukan dan selainnya dari berbagai bentuk perbuatan baik adalah hal yang sangat melapangkan dada seorang hamba dan meneranginya. Allah ta’ala berfiman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Sesungguhnya Allah menyuruh untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran. ” [QS. An-Nahl: 90]

Dan di akhirat kelak Allah menjanjikan,

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ - آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. ” [QS. Adz-Dzâriyât :15-16]

Ketujuh, Menjaga ketakwaan pada Allah dalam segala kondisi, berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta istiqamah di atas manhaj As-Salaf Ash-Shalih


Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar, serta memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu". [QS. Ath-Thalaq:2-3]

Juga firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Al Hujurat: 13]

Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari keturunan yang mulia.” [Tafsir Ath-Thabari, 21/386]

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa dan bukan dilihat dari keturunan kalian” [Tafsir Ibnu Katsiir, 13/169]

Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كرم الدنيا الغنى، وكرم الآخرة التقوى.

Kemuliaan seseorang di dunia adalah dengan kecukupan dan  kemuliaan seseorang di akhirat adalah karena ketakwaan. [Ma’alimut Tanzil, 7/348]

Al-Alusi rahimahulah berkata:

“Sesungguhnya yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya di antara kalian di sisi Allah di dunia maupun di akhirat adalah yang paling bertakwa. Jika kalian ingin saling berbangga, saling berbanggalah dengan takwa (kalian).” [Ruhul Ma’ani, 19/290]

Dalam tafsir Al-Bahr Al-Muhith, 10/116 disebutkan,

“Sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagaimana yang disebutkan dalam ayat (yaitu ada yang berasal dari non Arab dan ada yang Arab). Hal ini bertujuan supaya kalian saling mengenal satu dan lainnya walau beda keturunan. Janganlah kalian mengklaim berasal dari keturunan yang lain. Jangan pula kalian berbangga dengan mulianya nasab bapak atau kakek kalian. Salinglah mengklaim siapa yang paling mulia dengan takwa.”

Al-Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Yang bertakwa itulah yang berhak menyandang kemuliaan, yaitu lebih mulia dari orang yang tidak memiliki sifat takwa. Dialah yang paling mulia dan tinggi kedudukannya (di sisi Allah). Jadi, klaim kalian dengan saling berbangga pada nasab kalian yang mulia, maka itu bukan menunjukkan kemuliaan. Hal itu tidak menunjukkan seseorang lebih mulia dan memiliki kedudukan utama (di sisi Allah).” [Fathul Qadiir, 7/20]

Saat menjelaskan makna ayat ini, penulis Tafsir Al-Jalalain berkata:

“Janganlah kalian saling berbangga dengan tingginya nasab kalian. Seharusnya kalian saling berbangga manakah di antara kalian yang paling bertakwa.” [Tafsir Al-Jalalain hal. 528]

Asy-Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata:

“Allah menjadikan kalian berbeda bangsa dan suku (ada yang Arab dan ada yang non Arab) supaya kalian saling mengenal dan mengetahui nasab satu dan lainnya. Namun kemuliaan diukur dari takwa. Itulah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah, yang rajin melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat. Standar kemuliaan (di sisi Allah) bukan dilihat dari kekerabatan dan kaum, bukan pula dilihat dari sisi nasab yang mulia. Allah pun Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. Allah benar-benar tahu siapa yang bertakwa  secara lahir dan batin, atau yang bertakwa secara lahiriyah saja, namun tidak secara batin. Allah pun akan membalasnya sesuai realita yang ada.” [Taisir Al-Karimir Rahman hal. 802]


Allahua’lam, semoga bermanfaat

No comments:

Post a Comment