Thursday, May 9, 2013

Kisah Desa yang Diazab di Wilayah Dieng, Banjarnegara

Kisah ini telah berlalu 58 tahun silam, namun mungkin kebanyakan dari kita belum mengetahuinya. Mudah-mudahan dapat menjadi 'ibrah bagi para pembaca sekalian. Apabila kesyirikan dan kemaksiatan dalam suatu wilayah telah merata, bisa jadi Allah akan menyegerakan azab bagi penduduk wilayah tersebut secara menyeluruh.



Allah ta'ala berfirman:
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang dilangit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” [QS Al Mulk 67: 16]
Dukuh Legetang adalah sebuah wilayah di lembah pegunungan Dieng, berjarak sekitar 2 km ke utara dari kompleks pariwisata Dieng Kabupaten Banjarnegara. Dahulunya masyarakat Dukuh Legetang adalah petani-petani yang sukses dan kaya. Berbagai kesuksesan duniawi yang berasal dari sektor pertanian menghiasi Dukuh Legetang. Tatkala di wilayah lain, para petaninya mengalami gagal panen, justru mereka diberikan hasil panen yang melimpah. Kualitas buah dan sayur yang dihasilkan juga lebih dari yang lain. Namun barangkali ini merupakan bentuk “istidraaj”, dalam artian diberikan jangka waktu oleh Allah untuk bersenang-senang menikmati berbagai karunia Allah, lalu mereka makin tenggelam dalam kesyirikan dan dosa hingga datanglah azab yang dijanjikan dalam keadaan mereka tidak menyadarinya.
Masyarakat Dukuh Legetang kebanyakannya merupakan para pelaku maksiat dan tidak pandai bersyukur. Perjudian merajalela, anak yang berzina dengan ibunya dan beragam kemaksiatan lain yang sangat parah di dukuh tersebut. Begitu pula minum-minuman keras yang sangat cocok untuk wilayah dingin. Hampir tiap malam mereka mengadakan Pentas Lengger yaitu sebuah seni tari yang dibawakan oleh para penari wanita yang bersolek. adapun di belakang layar pentas seni tersebut, biasanya berujung kepada perzinaan. wal'iyadzubillah

Pada suatu malam hujan turun dengan sangat lebat, namun masyarakat Legetang tetap tenggelam dalam kemaksiatan. Tatkala malam itu, hujan sedikit reda. Tiba-tiba terdengar suara “buum”, seperti suara benda yang teramat berat berjatuhan. Pada pagi harinya masyarakat di sekitar Dukuh Legetang penasaran dengan suara yang amat keras tersebut. Mereka  menyaksikan dengan mata kepala mereka bahwa Gunung Pengamun-amun telah terbelah (bahasa jawanya: tompal) dan belahannya itu menimpa Dukuh Legetang.
Dukuh Legetang yang dahulunya berupa lembah, sekarang bukan hanya rata dengan tanah, namun telah berubah menjadi sebuah gundukan tanah baru yang menyerupai bukit. Seluruh penduduknya tewas. Gegerlah kawasan Dieng… Seandainya gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsoran itu seharusnya menimpa wilayah di bawahnya. Namun kejadian ini bukanlah sekedar longsornya gunung.

Antara Dukuh Legetang dan Gunung Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Kesimpulannya, potongan gunung itu terangkat dan jatuh menimpa dukuh Legetang. Siapakah yang mampu mengangkat separuh gunung tersebut jikalau bukan Allah tabaroka wata’ala?

Kini diatas bukit bekas Dukuh Legetang dibuat tugu peringatan. Pada tugu tersebut tertulis dengan plat logam:

“TUGU PERINGATAN ATAS TEWASNJA 332 ORANG PENDUDUK DUKUH LEGETANG SERTA 19 ORANG TAMU DARI LAIN-LAIN DESA SEBAGAI AKIBAT LONGSORNJA GUNUNG PENGAMUN-AMUN PADA TG. 16/17-4-1955″
Jika Anda berada di wilayah Dieng hendak menuju ke arah Dukuh Legatang, maka Anda akan melewati sebuah desa bernama Pakisan. Di sepanjang jalan itu, Anda mungkin akan heran karena melihat wanita-wanita di sana memakai jilbab panjang atau cadar. Memang sejak dulu masyarakat Desa Pakisan dikenal sebagai masyarakat yang agamis, bertolak belakang dengan masyarakat Dukuh Legetang yang merupakan tetangga desanya. Ketika kajian triwulan Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jamaah Kabupaten Banjarnegara bertempat di Pakisan, masyarakat Pakisan berduyun-duyun datang ke masjid menghadiri kajian yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Umar As Sewed hafidzahullah. Ya, hampir semua masyarakat Pakisan aktif mengikuti kajian.
Wallahu a’lam bish shawab.
Keterangan dari Saksi Mata

Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzahullah berkata:
“Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga keinginan ana utk mengunjungi Desa Ahlus Sunnah Dusun Kepakisan dan melihat Desa yang musnah Dusun Lagetan.
Insya Allah banyak cerita hikmah yang akan ana bagi. Diantaranya yang bisa ana sampaikan saat ini bahwa musnahnya Dusun Lagetan yang dihuni oleh para pelaku syirik dan maksiat adalah benar adanya.
Pak Thoyib hafizhahullah [67 thn], sesepuh Ahlus Sunnah, ketika itu berumur 11 tahun menceritakan dengan detail peristiwa tersebut.
Diantara kisah yang beliau sampaikan, bahwa antara Dusun Lagetan dan Gunung yang jatuh menimpa mereka terdapat sebuah lembah, namun anehnya tanah dari longsornya gunung tersebut tidak ada yang jatuh di lembah.
Dan lebih dahsyat lagi, di lembah itu ada sebuah batu besar yang DISEMBAH oleh penghuni dusun. Batu tersebut terangkat ke atas dan menggelinding di Dusun Lagetan, lalu menghancurkan semua yang ia lewati termasuk manusia.
Batu besar tersebut berhenti di ujung dusun dan di belakangnya penuh mayat bergelimpangan. Dan ternyata, kejadian seperti ini bukan hanya sekali. Nantikan kisah selengkapnya, insya Allah ta’ala jika ada waktu luang akan ana tulis lebih detail.
Alhamdulillah ta’lim dihadiri ratusan Ikhwan dan Akhwat dari pegunungan Dieng dan sekitarnya. Agenda besok insya Allah setelah ta’lim ba’da shubuh, ana akan diajak ke Telaga Warna dan Agrowisata, setelah itu melihat desa yang musnah dan batu besar yang membinasakan penghuninya.
Nantikan juga insya Allah kisah “Amirul Mukminin” alias Kepala Desa ini rahimahullah dan perannya yang sangat besar dalam membina masyarakatnya menjadi masyarakat Islami tanpa harus merampas kekuasaan dan memberontak kepada penguasa di atasnya.
Dengan taufiq dari Allah ta’ala pada akhirnya beliau dipertemukan dengan Asatidzah Salafiyyin sehingga tauhid dan sunnah, serta adab-adab islami semakin tersebar. Insya Allah di desa ini kita tidak akan melihat wanita membuka aurat di luar rumah.
Hikmah besar yang bisa dipetik adalah pentingnya mendakwahi penguasa dan mendoakan mereka, bukan malah didemo, disebarkan aib-aibnya, dilaknat atau didoakan kejelekan, sebab -seperti kata Salaf- baiknya penguasa akan sangat berpengaruh bagi rakyatnya.” [Jum’at, 10 Rabiul Awwal 1433 H]

Sumber :


http://sunniy.wordpress.com dengan sedikit perubahan


1 comment:

  1. Sy, menceritakan lg kisah diatas kpd istri dan anak sy. Terima kasih banyak. jazaakumulloh khoiron

    ReplyDelete