Yaman adalah negara terluas urutan
kedua setelah Arab Saudi di bentangan Jazirah Arab. Posisinya yang berada di
ujung jazirah menjadikan Yaman sebagai negara yang mengambil pesan vital dalam
konteks hubungan antar negara di Timur Tengah secara khusus, dan dunia secara
umum. Apalagi, Teluk Aden sebagai pintu masuk Laut Merah berada di dalam
wilayah Yaman. Hal ini semakin menegaskan peran vital Yaman untuk negara-negara
di sepanjang garis Afrika Utara dan negara-negara Timur Tengah.
Secara
historis, Yaman tidak dapat dipisahkan dari proses perkembangan islam. Ribuan
Shahabat yang berasal dari Yaman tercatat indah di dalam sejarah. Sebut saja
Abu Hurairah, Abu Musa Al Asy’ari, Ammar bin Yasir, Uqbah bin Amir, Jarir bin
Abdillah Al Bajali, Adi bin Hatim, Wail bin Hujr Al Hadrami, dan masih banyak
lagi tokoh-tokoh terkemuka shahabat yang berasal dari Yaman
Karakter
asli penduduknya yang lembut dan mudah menerima kebenaran manjadi salah satu
faktor yang membantu penyebaran islam di Yaman. Oleh sebab itu, dalam masa
islam, pergolakan dan huru-hara di Yaman terbilang kecil bila dibandingkan yang
terjadi di negeri Irak, Iran, Mesir, dan Syam.
Mengenai
kedatangan Abu Musa Asy’ari beserta rombongan dari Yaman, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, riwayat Al Bukhari dan Muslim:
“Penduduk
Yaman telah datang kepada kalian. Perasaan mereka halus. Hati mereka lembut.
Iman itu Yaman dan hikmah pun Yaman.”
Sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas merupakan bentuk pujian untuk
penduduk Yaman. Para ulama yang mensyarah hadits di atas memang menyebutkan
khilaf (perbedaan pandangan) tentang; apa yang dimaksud dengan Yaman di dalam
sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Namun demikian, sebagian ulama
mengakui bahwa karakter penduduk Yaman di sepanjang sejarah Islam memang
demikian. Wallahu a’lam.
NEGERI YAMAN, NEGERI ILMU
Di dalam
peta rihlah thalabul ilmi (perjalanan suci dalam menuntut ilmu syar’i), Yaman
juga mengambil porsi yang cukup besar. Ulama yang pernah muncul di dalam
sejarah Yaman tidak terhitung jumlahnya. Shan’a sebagai simbol Yaman adalah
magnet yang menarik para pecinta ilmu untuk berdatangan. Sebab pada waktu itu,
Shan’a menjadi salah satu pusat berkumpulnya para ahlul hadits.
Lebih-lebih
lagi pada masa Al Imam Abdurrazaq bin Hammam Ash Shan’ani (126-211). Sejumlah
ulama besar Islam datang dari berbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu
langsung kepada Abdurrazaq bin Hammam di Yaman. Sufyan bin Uyainah, Al Mu’tamir
bin Sulaiman, Ishaq bin Rahuyah, Ali Ibnul Madini hanyalah contoh sekian banyak
murid-murid beliau. Sampai-sampai muncul istilah Laa Budda Min Shan’a Wa In
Thalas Safar (pokoknya harus sampai ke Shan’a, meski harus menempuh perjalanan
panjang).
Salah satu
keajaiban thalabul ilmi yang termaktub di dalam sejarah adalah kisah Al Imam
Ahmad bin Hambal dan Yahya bin Ma’in yang hendak berguru kepada Abdurrazaq bin
Hammam.
Perjalanan
beliau berdua dimulai dari Baghdad, ribuan kilo dari Yaman. Sejak awal beliau
berdua bertekad menimba ilmu dari Abdurrazaq di Yaman. Berbagai negeri
dilewati, panasnya siang dan dinginnya malam bukanlah penghalang.
Mereka tiba
di Makkah bertepatan dengan musim haji. Kesempatan untuk berhaji pun tidak
disia-siakan. Dalam sebuah kesempatan thawaf, Yahya bin Ma’in berjumpa dengan
Abdurrazaq bin Hammam. Ternyata, tahun itu juga Abdurrazaq sedang menunaikan
ibadah haji.
Setelah
pertemuan itu, Yahya bin Ma’in segera mencari Imam Ahmad untuk menyampaikan
kabar gembira dan berita besar tentang keberadaan Abdurrazaq bin Hammam yang
sedang berhaji di Makkah.
“Sungguh!
Allah telah mendekatkan langkah-langkah kaki kita. Allah telah memudahkan kita
untuk menghemat bekal perjalanan. Allah juga telah membebaskan kita dari
perjalanan sebulan penuh untuk menuju shan’a.
Lihatlah!
Saat ini, Abdurrazaq sedang berada di Makkah. Marilah kita mendengar
riwayat-riwayat hadits dari dari Abdurrazaq di sini saja (di Makkah)!” Ujar
Yahya bin Ma’in.
Subhanallah!
Mendengar
“kabar baik” semacam ini ternyata tidak membuat Imam Ahmad lantas menanggapi
dan menyetujui.
Dengan
mantap Imam Ahmad menjawab :“Sesungguhnya, sejak masih di Baghdad, aku telah berniat untuk mendengar
riwayat hadits dari Abdurrazaq di Shan’a. Dan demi Allah, aku tidak akan
merubah niatku selama-lamanya.”
Ya! Imam Ahmad
tetap memegang tekad untuk berguru kepada Abdurrazaq di Yaman. Dan tekad beliau
benar-benar terwujud. Kurang lebih sepuluh bulan lamanya Imam Ahmad berada di
Yaman dalam rangka rihlah thalabul ilmi.
THALABUL ILMI DI YAMAN SAAT INI
Tiap-tiap
generasi selalu saja bermunculan para ulama besar dari negeri Yaman. Kaum
muslimin tentu tidak asing lagi dengan nama harum Asy Syaukani, Ash Shan’ani,
Ibnul Wazir, dan Abdurrahman bin Yahya Al Mu’allimi. Beberapa karya tulis yang
menghimpun nama-nama ulama Yaman juga sangat mudah didapatkan di
perpustaan-perpustakaan Islam.
Di masa-masa
terakhir ini nama besar Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i sangat akrab bagi
kaum muslimin. Bisa dikatakan setiap warga Yaman pasti pernah mendengar nama
dan gerakan dakwah beliau. Murid-murid beliau yang datang berguru bukanlah
hanya dari dalam negeri, namun juga dari mancanegara. Begitu banyaknya murid
beliau hingga dinyatakan, “Tidak pernah ada rihlah seramai ini di Yaman sejak
zaman Abdurrazaq bin Hammam.
Meskipun
telah meninggal belasan tahun yang lalu, murid-murid senior beliau tetap
meneruskan estafet dakwah salaf yang berpondasikan di atas Al Qur’an dan As
Sunnah. Hari demi hari dakwah salaf semakin kuat dan meluas. Tidak ada satu pun
desa di Yaman –meski terpencil-, kecuali dakwah salaf telah menghujam kuat di
sana. Wajar saja jika dakwah salaf dinilai oleh banyak pengamat sebagai dakwah
mayoritas di Yaman.
Kelompok-kelompok
sempalan Islam memang ada juga. Akan tetapi, watak orang Yaman yang senang
dengan al haq membuat kelompok-kelompok tersebut seakan berjalan di tempat,
bahkan semakin surut. Syi’ah, Sufi, Al Qaeda, Ikhwanul Muslimin, Jama’ah
Tabligh, dan beberapa kelompok sesat lainnya justru semakin melemah sejak
dakwah salaf dihidupkan kembali oleh Syaikh Muqbil dan murid-muridnya.
Jika anda
sempat berkunjung ke Yaman dan menggunakan syi’ar Salaf, jangan kaget jika ada
orang menyapa Anda dan mengatakan, “Anda tentu muridnya Syaikh Muqbil!”
KESEMPATAN TIDAK DATANG BERKALI-KALI
Alhamdulillah.
Negeri Yaman saat ini telah menjadi pusat destinasi rihlah thalabul ilmi.
Kemudahan demi kemudahan merupakan faktor pendukung yang seharusnya disyukuri
secara penuh. Belajar agama secara benar di Yaman tidak di batasi oleh usia.
Muda maupun tua, bahkan yang telah sepuh pun memiliki kesempatan yang sama.
Jumlah
markiz (pesantren) yang mengajarkan akidah dan manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
sangat banyak di negeri Yaman. Ada yang bertaraf sederhana, sedang, sampai
besar. Beberapa Markiz yang tergolong besar seperti:
1. Darul
Hadits Ma’bar, pimpinan Syaikh Muhammad Al Imam
2. Darul Hadits Fuyus, pimpinan Syaikh Abdurrahman Al Adeni
3. Darul Hadits Dzammar, pimpinan Syaikh Utsman As Salimi
4. Darul Hadits Syihr, pimpinan Syaikh Abdullah Al Mar’i
2. Darul Hadits Fuyus, pimpinan Syaikh Abdurrahman Al Adeni
3. Darul Hadits Dzammar, pimpinan Syaikh Utsman As Salimi
4. Darul Hadits Syihr, pimpinan Syaikh Abdullah Al Mar’i
Untuk
belajar Salaf di Yaman tidak dipungut biaya sepeserpun untuk biaya pendidikan.
Bahkan konsumsi, asrama, dan beberapa hal lainnya digratiskan juga. Maka tidak
mengherankan jika jumlah pelajar Indonesia di Markiz-markiz Salaf Yaman saat
ini telah menembus angka 300-an. Sebagian besarnya berstatus lajang, sementara
yang telah menikah dan meninggalkan anak istri juga tidak sedikit. Bahkan ada
puluhan pelajar yang turut memboyong anak istrinya untuk sama-sama thalabul
ilmi.
Suasana dan
lingkungan Yaman sangat mendukung sekali untuk mempelajari Islam secara
Intensif dan optimal. Jauh dari hiruk piruk keduniaan dan sangat menjanjikan
ketenangan. Setiap saat selalu tentram dengan mendengarkan ayat Al Qur’an dan
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seta nasihat ulama. Jika
sesekali suntuk atau sedang menghadapi problem, hanya dengan sekedar duduk
mendengarkan ceramah Syaikh, semua hilang dan meleleh tak tersisa.
Sebagian
pelajar mengatakan, “Rasa-rasanya tidak ingin pulang ke Indonesia. Di sini telah
ku temukan hakikat ketenangan hati. Di sinilah aku benar-benar bisa merasakan
apa yang dimaksud dengan hidup bahagia itu. Di sini telah ku temukan
ketentraman jiwa.”
Semua bidang
ilmu agama bisa Anda peroleh dan pelajari dengan mudah di Markiz-markiz Salaf
di Yaman. Ketersediaan pengajar dan guru seolah tidak pernah habis. Akidah,
bahasa Arab, ilmu hadits, fiqih, ushul fiqih, Al Qur’an, maupun ilmu-ilmu
lainnya tinggal Anda pilih saja. Dijamin memuaskan! Insya Allah.
Thalabul
Ilmi di Yaman memeng menjadi pilihan utama. Anda bisa memilih Markiz sesuai
dengan cuaca yang anda senangi. Makanan dan minumannya pun mudah diadaptasikan.
Proses keberangkatan dan perizinan pun sangat ringan. Secara periodik,
Bapak-bapak dari KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) juga mengadakan
silahturahmi dan kunjungan ke Markiz-markiz Salaf.
Biaya? Murah
sekali jika dibandingkan biaya yang dihambur-hamburkan untuk sekolah maupun
kuliah. Cukup dengan 18 juta Anda bisa berangkat Thalabul Ilmi ke Yaman,
kemudian pulang ke Indonesia dengan membawa pulang ilmu bermanfaat untuk
didakwahkan kepada masyarakat luas, insya Allah.
Tertarik?
Jangan tunggu lama-lama! Segeralah ambil keputusan dan jangan menunda!
Oleh : Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin
Rifai hafizhahullah
[Ditulis
ulang dari Majalah Qudwah, Edisi 10, hal 16-20]
No comments:
Post a Comment