Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah
pernah ditanya dengan pertanyaan berikut:
هل المشاركة في البرلمانات كفر أكبر يخرج
كل من شارك في هذا البرلمان من الملة؟
“Apakah berpartisipasi
dalam parlemen termasuk kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari
agama, yaitu seluruh pihak yang berpartisipasi dalam parlemen?”
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah
menjawab,
لا؛
المشاركة عمل، فإذا لم يقترن به ما يدل على أنه يستحل هذا العمل بقلبه فهو ذنب
ومعصية
وقد
يكون كبيرة وأقول وأعني ما أقول: قد يكون كبيرة، لأن بعض الذين يشاركون يضلون بسبب
جهلهم بالإسلام
ولا يكونون يعني قاصدين معصية الله عز وجل
فعلى كل حال المشاركة في البرلمانات نحن نعتقد أولاً أنه لا يجوز
إسلاميًّا
لأنه يعتبر من أوضح الموالاة للحكم بغير ما أنزل الله عز وجل؛ هذا عملي،
هذا كقوله تعالى
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
فهذا التولي
هو كفر عملي، فإذا ما اقترن به كفر قلبي فهو كفر، كفر ملة يخرج به عن الإسلام
فالمشاركة
بالبرلمانات بلا شك أنه معصية كبيرة، لكن لا يجوز القول بأنه كفر رِدَّة إلاّ حسب
الأفراد، إذا بدر من أحدهم ما يدل على أنه يستحل الحكم بغير ما أنزل الله بقلبه؛
فهو كافر كما كنا شرحنا ذلك في جلسة سابقة
على كل حال وضَحَ فيما أظن الجواب عن السؤال السابقأنّا لا نؤيد الدخول في
البرلمان مهما كان الباعث على ذلك
“Tidak, berpartisipasi (dalam
parlemen) termasuk perbuatan (dosa –pen). Jika tidak ada indikasi yang
menunjukkan bahwa ia menganggap halal perbuatan (masuk dalam parlemen –pen)
dalam hatinya, maka hal itu hanya teranggap dosa dan maksiat, bahkan terkadang
bisa teranggap sebagai dosa besar. Aku katakan, yang aku maksudkan dari
perkataanku “terkadang bisa teranggap sebagai dosa besar” karena
sebagian dari oknum-oknum yang berpartisipasi di dalamnya telah terjatuh dalam berbagai
kesesatan yang disebabkan oleh kebodohan mereka terhadap Islam. Dalam hal ini,
mereka tidaklah menyengaja untuk bermaksiat pada Allah ‘azza wajalla.
Kesimpulannya,
berpartisipasi dalam parlemen menurut hukum Islam yang kami yakini adalah tidak
boleh, karena hal itu termasuk bentuk wala’ (loyalitas) yang paling jelas
terhadap hukum selain yang diturunkan Allah ‘azza wajalla. Ini termasuk
(kufur –pen) amali (bukan kufur i’tiqadi –pen), sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ
مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai
pemimpin, sebagian mereka berwala’ kepada sebagian yang lain. Barangsiapa
diantara kalian yang berwala’ pada mereka (Yahudi dan Nashrani –pen), maka ia
termasuk dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum
yang zalim” [QS. Al-Ma’idah: 51]
Perbuatan wala’ (loyalitas) ini
termasuk kufur amali. Namun jika disertai i’tiqad (keyakinan
tentang kehalalannya -pen) dalam hati, maka hal ini dapat berubah menjadi
kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.
Tidak diragukan lagi bahwa
masuk dalam parlemen termasuk dosa besar. Namun tidak diperbolehkan
menganggapnya termasuk kufur akbar (kemurtadan), kecuali jika ditinjau dari
person-person tertentu. Jika nampak dari mereka indikasi adanya penghalalan
dari hatinya dalam berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah, maka ia
terjatuh dalam kekafiran sebagimana telah kami jelaskan pada pertemuan yang
lalu. Kesimpulan dari jawaban pertanyaan yang lalu telah jelas, aku tidak
mendukung seorangpun masuk dalam parlemen dengan alasan apapun...”
Sumber: Mausu’ah
Al-‘Allamah Al-Imam Mujaddid Al-‘Ashr Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah, 5/161-164 cetakan Markaz An-Nu’maan Lilbuhuuts wa Ad-Dirasaat Al-Islamiyyah,
Shan’a, Yaman
No comments:
Post a Comment