Saturday, November 16, 2013

Ghuluw dalam Mentahdzir dan Mencela

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

إن للشيطان مع بني الإنسان واديان لا يبالي في أيهما هلك: واد من الغلو و واد من التقصير

“Sungguh syaithan terus menerus bersama anak manusia dengan dua lembah, ia tidak peduli dengan lembah yang mana dapat mengantarkan manusia pada kebinasaan, yaitu lembah ghuluw (berlebih-lebihan) atau lembah at-taqshiir (peremehan).”

Syaikh Mahir Al-Qahthani hafizhahullah berkata:

 فإذا رأى إنسان مقبل على منهاج السلف، كيف يضيع عنه العلم و الإقبال على المنهج الحق؟    يجعله يغلوا في الرجال

 من جهتين يكون الغلو:
الجهة الأولى :أنه كل وقته  يشغله بالكلام فى الرجال، فلا يكاد يجلس مع أصحابه ليتفقه معهم، غلو لاشك، لأن الصحابة ما فعلوا و لا ابن عمر في دور البدع  وقت القدرية ما كان بن عمر كذا: كان يجلس و يعلم أصحابه أحكام الطهارة و أحكام الصلاة إلى آخره كإبن عباس و غيرهم مع ظهور أهل البدع كالخوارج، كل شيء له وقت، وقت للتحذير من أهل البدع و وقت للتعلم للتفقه

و الغلو يجري من جهة أخرى و هو أن يطعن من ليس بأهل للطعن، لأن الله ما أمره بذلك، فهو تزيد في باب التقرب إلى الله.التقرب إلى الله يكون في حق العالم الذي يتكلم في الرجال بعلم، فإذا كان دونه و تقرب إلى الله بالطعن في الرجال و هو ليس عنده أهلية فيحصل عليه بدعة عند الله، لأنه أراد أن ينصر الله لكن ليست على طريقة السلف و رسول الله.


“Tatkala syaithan melihat seorang manusia yang berjalan di atas manhaj salaf, syaithan berusaha untuk memalingkannya dari ilmu dan manhaj yang benar. Syaithan membuatnya bersikap ghuluw terhadap rijaal.

Ghuluw dapat terjadi dari dua sisi:

Sisi pertama, seorang yang seluruh waktunya disibukkan dengan pembicaraan terhadap rijaal. Hampir-hampir ia tidak pernah duduk dengan para sahabatnya untuk menuntut ilmu. Ini adalah perbuatan ghuluw tanpa diragukan lagi, karena para sahabat tidak lah demikian dalam bersikap, tidak pula Ibnu Umar bersikap demikian tatkala muncul bid’ah Qadariyyah. Dahulu Ibnu Umar duduk dan mengajarkan murid-muridnya hukum-hukum thaharah dan shalat hingga akhir bab. Begitu pula sikap Ibnu Abbas dan para sahabat yang lain tatkala muncul ahlul-bid’ah dari kalangan Khawarij. Segala sesuatu ada waktunya, ada waktu untuk mentahdzir ahlul bid’ah, ada waktu pula untuk mempelajari dan mendalami ilmu.

Sisi yang lain dari perbuatan ghuluw adalah seorang yang mencela orang-orang yang tidak pantas dicela, karena Allah tidaklah memerintahkannya untuk berbuat demikian. Ia menganggap celaan yang dilakukannya termasuk dalam bab “at-taqarrub ila Allah” (mendekatkan dirinya pada Allah –pen). Taqarrub ila Allah dalam permasalahan ini hanyalah hak ulama yang membicarakan rijaal dengan ilmu. Adapun orang-orang yang kedudukannya di bawah ulama dan tidak memiliki keahlian dalam hal ini, lalu ia mencela rijaal sebagai bentuk “at-taqarrub ila Allah”, maka ia terjatuh dalam bid’ah di sisi Allah. Karena ia ingin menolong (agama –pen) Allah, namun tidak menempuh metode salaf dan Rasulullah”


Termasuk diantara ulama yang dicela, direndahkan dan dijatuhkn kehormatannya di masa ini adalah Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Mahdkhali hafizhahullah. Tidak henti-hentinya tuduhan dan celaan diarahkan pada beliau, dari awal mula beliau membantah tokoh-tokoh ahlul bid’ah hingga hari ini.

Tentunya beliau adalah manusia biasa yang terkadang benar dalam ijtihadnya dan terkadang keliru. Namun point permasalahannya, tatkala beliau keliru dalam ijtihadnya, pantaskah beliau dicela, dijatuhkan dan direndahkan kehormatannya?

Saya yakin kita telah mengetahui nasehat para ulama kibar kepada orang-orang yang mencela dan mengkritik ulama tanpa disertai adab syar’i, terkhusus berkenaan dengan Syaikh Rabi’ hafizhahullah

Adapun nasehat dari tiga imam dakwah salafiyyah di masa ini telah masyhur, yaitu Syaikh Al-Albani, Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin. Saya telah menyebutkannya di artikel “Manhaj Syaikh Rabii' Menurut Tiga Ulama Kibar”. Yang perlu diingat dan dicermati oleh para pembaca sekalian, untaian fatwa-fatwa tersebut tidak hanya berisi pujian kepada Syaikh Rabi, namun juga berisi nasehat agar menjaga lisan dan adab syar’i terhadap ulama, terkhusus nama-nama ulama yang disebutkan dalam fatwa.

Sehingga jangan sampai ada yang berkata “saya telah mengetahui pujian para ulama terhadap Syaikh Rabii, itu tidak menjadikan beliau makshuum”. Jika beliau tidak makshuum, lantas apakah para ulama kibar membolehkan untuk mencela, menjatuhkan dan mengkritik Syaikh Rabi’ tanpa adab dan sopan santun?

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah pernah ditanya,

هل من نصيحة لشباب يطعنون في بعض أئمة الدعوة السلفية كالشيخ محمد أمان الجامي والشيخ ربيع المدخلي

“Apa nasehat engkau terhadap para pemuda yang suka mencela sebagian imam Dakwah Salafiyyah seperti Syaikh Muhammad Aman Al-Jami dan Syaikh Rabii’ Al-Madkhali?”

Beliau hafidzahullah menjawab,

دعونا من الأفراد والقيل والقال ، المشايخ إن شاء الله فيهم خير ، وفيهم بركة للدعوة السلفية ، وتعليم الناس ، فلو ما أرضو بعض الناس فالرسول ما أرضى كل الناس ، هناك ساخطين على الرسول صلى الله عليه وسلم ، مسألة النفسانيات والأهواء هذه لا اعتبار بها ، المشايخ نحسن بهم الظن ، وما علمنا عليهم إلا الخير إن شاء الله ، وندعو لهم بالتوفيق

“Tinggalkanlah pertanyaan-pertanyaan yang menjurus pada seseorang dan al-qiil wal qaal. Para ulama tersebut insya Allah memiliki kebaikan. Pada diri mereka terdapat barakah (kebaikan yang banyak –pen-) terhadap Dakwah Salafiyyah, mereka pun telah memberikan pelajaran terhadap manusia. 

Seandainya para ulama tersebut tidak disukai oleh sebagian orang, rasul pun tidak disukai oleh semua orang. Terdapat pula orang-orang yang membenci rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Permasalahan-permasalahan pribadi dan hawa nafsu maka hal-hal semacam ini tidaklah teranggap. Kami memiliki prasangka baik terhadap para ulama tersebut. Tidaklah kami mengetahui tentang mereka kecuali kebaikaninsya Allah. Kami pun mendoakan bagi mereka taufiq” [Ats-Tsana’ul Badii’, hal. 25-28]

Lihatlah dalam fatwa di atas, Syaikh Shalih Al-Fauzan tidak mengingkari pertanyaan penanya yang menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad Aman Al-Jami dan Syaikh Rabi’ termasuk imam dakwah salafiyyah. Lantas bagaimana penilaian Anda terhadap pelecehan sebagian orang yang menyatakan Syaikh Rabi’ bukan ulama kibar, namun tergolong ulama junior !! Allahulmusta’an.

Berikut adalah percakapan via telpon bersama Syaikh Shalih Al-Luhaidan[1] hafizahullah pada malam Jum’at  20/11/1426 H,

Syaikh: “iya”

Penanya: “assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Syaikh: “wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Penanya: “semoga Anda dalam keadaan baik wahai syaikh kami”

Syaikh: “ahlan wa marhaban

Penanya: “baigamana keadaan Anda?”

Syaikh: “Alhamdulillah

Penanya: “semoga Allah senantiasa menjaga Anda dan memberikan barakah pada Anda. Pertanyaanku wahai syaikh”

Syaikh: “iya, silahkan”

Penanya: “semoga Allah memberikan keselamatan pada Anda. Terdapat website-website di internet, diantaranya yang menamakan dirinya website “al-atsari

Syaikh: “iya”

Penanya: “mereka menampilkan perkataan yang sangat mengherankan tatkala mencela para ulama sunnah. Diantara ulama yang mereka rendahkan adalah Fadhilatus Syaikh Shalih As-Suhaimi, Fadhilatus Syaikh Ubaid Al-Jabiri, Fadhilatus Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, Fadhilatus Syaikh Ahmad An-Najmi dan selain mereka dari para ulama. Bagaimana nasehat Anda wahai syaikh terhadap mereka?”

Syaikh: “Nasihatku pada mereka, hendaklah mereka meminta ampun pada Allah (istighfaar) dan bertaubat. Hendaklah mereka menahan diri, janganlah mencela saudaranya”

Penanya: “Dalam website tersebut mereka menyebutkan beberapa perkataan yang diarahkan pada masyayikh, seperti tuduan mereka bahwa Syaikh Rabi’ dan saudara-saudaranya dari kalangan ulama telah mencela Allah ‘azza wajalla dan menghina Al-Qur’an!!”

Lalu Syaikh memotong ucapan penanya,

Syaikh: “Aku yakin mereka berdusta”

Penanya: “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Syaikh: “Insya Allah, Allah akan membebaskan para ulama dari tuduhan jelek dan keji tersebut. Aku memohon kepada Allah agar memberikan hidayah pada mereka orang-orang yang tersesat”

Penanya: : “amiin, amiin, jazakallah khairan syaikh kami, semoga Allah senantiasa menjaga Anda dan memberikan barakah pada Anda”

Syaikh: “hayyakallah

Berikut teks fatwa beliau,

 الشيخ : نعم .

السائل : السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الشيخ : وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

السائل : مسَّاك الله بالخير شيخنا .

الشيخ : أهلاً ومرحباً .

السائل : كيف حالك ؟

الشيخ : الحمد لله .

السائل : الله يحفظك ويبارك فيك .

السائل : سؤالي شيخنا لو سمحت ؟

الشيخ : أي نعم عجِّل .

السائل : فيه سلَّمك الله –يعني- بعض المواقع : فيه موقع من المواقع يسمى موقع الأثري على شبكة الانترنت .

الشيخ : أيوه .

السائل : - يعني- ينزلون مقالات عجيبة في الطعن في علماء السنَّة ,ومنهم فضيلة الشيخ : صالح السحيمي ,و فضيلة الشيخ : عبيد الجابري ,و فضيلة الشيخ : ربيع بن هادي المدخلي ,و فضيلة الشيخ : أحمد النجمي وغيرهم وغيرهم من أهل العلم . فما نصيحتكم شيخنا لمثل هؤلاء ؟

الشيخ : نصيحتي لهم أن يستغفروا الله ويتوبوا إليه ,ويكفُّوا عن الطَّعن في إخوانهم .

السائل : فيه بعض الأشياء شيخنا ينزلونها على المشايخ -يعني- يتورع عن قولها -يعني- أن تُقال في صغار الناس ؛مثل أنهم يتَّهمون الشيخ ربيعاً بن هادي وغيره من إخوانه العلماء ,يتَّهمونه أنَّه يسبُّ الله جلَّ وعلا (!) وأنَّه يستهزئ بالقرآن (!)

الشيخ – مقاطعاً - :
يقيناً أنَّهم يكذبون .

السائل : الله أكبر ,الله أكبر ,الله أكبر

الشيخ :
إن شاء الله أنَّ الله يُبرِّؤَُهُ من هذه التُّهمة الخبيثة القبيحة . نسأل الله أن يهدي هؤلاء الضالين .
السائل : آمين آمين جزاك الله خيراً شيخنا وحفظك وبارك فيك .
الشيخ : حياك الله . ا هـ 

Bahkan Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah sendiri tatkala menyelisi ijtihad Syaikh Rabi dalam suatu permasalahan, beliau menyatakan:

وأنا لا أطعن فيه، ولا أحذر منه، وأقول: إنه من العلماء المتمكنين، ولو اشتغل بالعلم وجد فيه لأفاد كثيراً، وقبل مدة كانت جهوده أعظم من جهوده في الوقت الحاضر، فأنا أعتبر الشيخ ربيعاً من العلماء الذين يسمع إليهم، وفائدتهم كبيرة؛ ولكن كل يؤخذ من قوله ويرد، وليس أحد بمعصوم

“Aku tidak mencela beliau, tidak pula mentahdzir beliau. Aku menyatakan bahwa Syaikh Rabi' termasuk ulama yang kokoh keilmuannya. Seandainya beliau menyibukan diri dengan ilmu sungguh akan memberikan manfaat yang besar. Beberapa waktu yang lalu usaha/jasa beliau lebih besar daripada sekarang. Aku menganggap Syaikh Rabi' termasuk ulama yang didengar dan memiliki faidah yang banyak. Namun setiap orang diambil perkataannya dan ditolak, tidak ada seorang ulama pun yang maksum.” [wa Marratan Ukhraa Rifqan Ahlassunnah]

Demikian pula pernah ditanyakan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Washabi hafizhahullah berkenaan dengan hal ini,

Penanya:

السائل عيسى من اليمن يقول: هناك من يطعن في الشيخ ربيع ويقول: بأنه يسب العلماء وأنه متشدد وأنه زعيم الجامية.

“Isa dari Yaman bertanya, di sana terdapat orang-orang yang mencela Syaikh Rabi’. Ia menyatakan bahwa beliau mencela para ulama, mutasyaddid dan pentolan kelompok Al-Jamiyah

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Washabi hafizhahullah menjawab:

الذي يقول هذا هو أحد رجلين: إما أنه جاهل ما يعرفه وسمع كلام فأخذ به، وإما أنه حاقد، فالشيخ ربيع وفقه الله من علماء أهل السنة والجماعة وهو يحذِّر من الحزبيين ويحذِّر من المبتدعين وهذا واجب -التحذير منهم- واجب وجوباً كفائياً مَن قام به سقط الإثم عن البقية فهو يحذر ممن يستحق أن يحذَّر منه من أصحاب البدع والأهواء، وألَّف عدة مؤلفات في التحذير منهم فجزاه الله خيراً يُشكر على ذلك، اقرأ في كتبه ستعرف من هو الشيخ ربيع . وبالله التوفيق

“Seorang yang menyatakan hal ini, ia adalah salah satu dari dua tipe manusia. Kemungkinan ia adalah seorang bodoh yang tidak mengetahui Syaikh Rabi', lalu ia mendengarkan perkataan (yang menjatuhkan beliau –pen) dan mengambilnya. Kemungkinan lain, ia adalah seorang yang hasad.

Syaikh Rabi’ –semoga Allah memberikan taufiq pada beliau- termasuk dari ulama ahlus-sunnah wal jama’ah. Beliau mentahdzir (memperingatkan) hizbiyyin dan mentahdzir para ahlul bid’ah. Mentahdzir hizbiyyin dan ahlul bid’ah adalah fardhu kifayah. Jika sebagian manusia (ulama –pen) telah menegakkan kewajiban ini, maka tidak ada dosa bagi yang lain. Beliau mentahdzir orang-orang yang memang berhak ditahdzir dari kalangan ahlul bid’ah dan pengikut hawa nafsu. Beliau telah menulis sekian banyak karya tulis dalam mentahdzir mereka. Semoga Allah memberikan balasan yang baik kepada beliau. Ini adalah hal yang patut disyukuri. Bacalah kitab-kitab beliau, engkau akan mengenal siapakah Syaikh Rabi’. Wabillahittaufiq


Apakah para ulama tersebut telah ridha jika nukilan perkataan mereka diambil dan disalahgunakan untuk mencela dan menjatuhkan Syaikh Rabi’?

Jika ada yang balik bertanya pada saya, “apakah para ulama juga ridha perkataannnya dinukil untuk mentahdzir Syaikh Ali Hasan?”. Jawabnya, para ulama tersebut telah ridha dengan hal tersebut, karena pernyataan tersebut dikeluarkan secara resmi oleh lembaga negara semisal lembaga fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah, serta para ulama itu sendiri yang meminta agar fatwanya dinukil dan disebarkan.. 

Sebagai contoh, baca artikel

1. Waspada Terhadap Para Pencari Fitnah dan Website Berbahaya (Syaikh Shalih As-Suhaimi)

2. Adab Penuntut Ilmu Terhadap Ulama (Wasiat Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili)

3. Nasihat Syaikh Shalih Al-Luhaidan Kepada Penuntut Ilmu yang Mengkritik Syaikh Rabi'

 

Mudah-mudahan kita dapat mengambil pelajaran dari nasehat para ulama..

 

Ditulis oleh Abul-Harits di Madinah, 12 Muharram 1435 H







[1] Beliau adalah ketua Majelis Al-Qadha Al-A’laa dan anggota Ha’iah Kibar Ulama

1 comment:

  1. semoga kita termasuk orang-orang yang menghormati kedudukan ulama kita dan digabungkan oleh Allah ta'ala ke dalam golongan mereka. mungkin tulisan ini bisa menambah pencerahan:
    https://tulisansulaifi.wordpress.com/2016/01/17/dosa-terhadap-ilmu-dan-ulama/
    Baarakallah fiikum.

    ReplyDelete