Sunday, October 27, 2013

Adab Penuntut Ilmu Terhadap Ulama (Wasiat Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili)

Fadhilatus Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullah berkata:

“Diantara sebab-sebab penyimpangan adalah sikap merendahkan para ulama. Hal ini sungguh sangat menyedihkan. Ikhwah sekalian, ini pada hakikatnya merupakan bentuk penyimpangan, sekaligus menjadi sebab penyimpangan. 

Diantara bentuk penyimpangan dan sebab yang menjerumuskan dalam penyimpangan adalah sikap sebagian pemuda yang merendahkan ulama sunnah dan ulama rabbaniyyin yang berpegang pada al-kitab dan as-sunnah

Para pemuda itu merendahkan ulama rabbaniyyin yang telah menghabiskan usia mereka untuk menuntut ilmu syar’i dari ushul (pokok) syari’ah. Perendahan mereka terhadap ulama yang menghabiskan usia mereka dalam ketaatan pada Allah subhanahu wata’ala. Ulama yang telah dipersaksikan oleh orang-orang yang diridhai (ulama kibar –pen) dengan ketaatan dan istiqamah. Ulama yang telah diberikan anugrah berupa ilmu dan keahlian dalam berfatwa.
Sikap perendahan dan celaan terhadap para ulama, pada hakikatnya adalah memberikan kesempatan pada setan dari kalangan jin dan manusia untuk mengambil bagian dalam menggiring manusia ke dalam jurang syubhat dan syahwat...

Sungguh engkau akan merasa kaget dan terheran-heran sekaligus bersedih dengan kesedihan yang mendalam, tatkala engkau melihat seorang pemuda yang nampak darinya tanda-tanda kebaikan dan sunnah. Amal-amal dhahir yang nampak darinya adalah kebaikan. Namun sangat disayangkan, engkau melihatnya merendahkan dan mencela para ulama rabbaniyyin di majelis-majelis. Ia merendahkan kedudukan para ulama dan meremehkan mereka. Sungguh hal ini wahai ikhwah merupakan sebuah penyimpangan yang berbahaya, sekaligus menjadi sebab penyimpangan-penyimpangan lain yang berbahaya.

Solusi dari penyimpangan ini adalah mendidik para pemuda untuk menghormati dan memuliakan para ulama rabbaniyyin, mengambil fatwa-fatwa mereka, memberikan hak-hak mereka dan membela kehormatan mereka. Hendaklah para khatib dan penceramah tidak menyampaikan hal-hal yang dapat menyebabkan para pemuda jauh dari para ulama umat rabbaniyyin, baik mereka memiliki maksud dan tujuan yang baik maupun memang memiliki kepentingan yang buruk.

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata:

‘Memuliakan para ulama adalah sebuah kewajiban. Karena mereka adalah pewaris para nabi. Sikap meremehkan ulama yang mereka lakukan termasuk perendahan terhadap kedudukan mereka, perendahan terhadap warisan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan perendahan terhadap ilmu yang mereka miliki. 

Wajib untuk memuliakan para ulama, karena ilmu dan kedudukan mereka yang tinggi dalam umat ini. Juga dikarenakan beratnya tanggung jawab yang harus mereka pikul demi kebaikan Islam dan kaum muslimin.’

Syaikh hafizhahullah berkata: "Jika kita tidak memiliki kepercayaan (tsiqah) pada para ulama, lalu kepada siapakah kita akan menaruh kepercayaan? Jika kepercayaan terhadap para ulama telah hilang, lalu kepada siapakah kaum muslimin meminta solusi dalam menyelesaikan masalah-masalahnya dan meminta penjelasan tentang hukum-hukum syari’at? Tatkala hal itu telah terjadi, maka akan terjadi kekacauan dan kebingungan dalam umat".

Sungguh sangat tepat apa yang dinyatakan oleh Syaikh Shalih Al-Fauzan waffaqahullah. Kita telah melihat kenyataan tersebut telah terjadi saat ini. Kita melihat kebanyakan dari kita telah meninggalkan fatwa-fatwa ulama yang kokoh keilmuannya, lalu terjerumus mengikuti pendapat-pendapat manusia yang tidak memiliki ilmu kecuali hanya mengambil ilmu dari para pemuda !!

Kita memohon pada Allah agar mengilhamkan kebenaran dan memudahkan kita dalam menegakkan kewajiban mengembalikan saudara-saudara kita kepada para ulama thayyibah yang ushul keilmuannya telah kokoh dan cabang keilmuannya menjulang tinggi di langit” [Inhiraaf Asy-Syababb Asbaabuhu wa Wasa’ilu ‘Ilaajihi[1] hal 36-38, cetakan Darun-Nashihah]

Baca teks arab perkataan beliau di sini dan sini

Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullah juga berkata:

“Aku berwasiat untuk diriku dan ikhwah sekalian agar bersemangat dalam menjaga selamatnya hati yang merupakan keselamatan syar’iyyah dibangun di atas al-kitab dan as-sunnah dan menjaga keselamatan lisan yang juga merupakan keselamatan syar’iyyah dibangun di atas kaidah-kaidah syari’ah dalam al-kitab dan as-sunnah.

Aku memperingatkan kalian dari kesalahan-kesalahan yang telah tersebar di lisan-lisan para penuntut ilmu yaitu perkataan mereka yang lancang terhadap para ulama dan masyayikh al-fudhala’ dengan memberikan gelar-gelar yang tidak ada dalam diri para ulama tersebut. Tidak sepantasnya pula gelar tersebut disematkan pada ulama. Seperti pernyataan bahwa ulama fulan mutasyaddid atau termasuk ghullaat (jama’ah tahdziir –pen). Hingga saat ini mereka masih saja memberikan gelar tersebut terhadap para ulama dan masyayikh kita. Mereka menggelari para ulama yang berpegang teguh dengan al-kitab dan as-sunnah dan mewujudkan tauhid lalu membantah kelompok-kelompok yang menyimpang dengan sebutan mutasyaddidghullaat[2], memiliki pendapat yang satu atau perkataan yang semisal.

Mereka memberikan gelar buruk pada ulama yang telah berjihad di jalan Allah dengan menerapkan hukum-hukum syari’at yang dibangun dengan al-kitab dan sunnah beserta tarjiih[3]. Mereka menyatakan bahwa para ulama tersebut memiliki pemahaman mutasyaddid atau tidak memberikan kemudahan pada umat. Sungguh para ulama tersebut adalah orang-orang yang memberikan kemudahan dengan sebenar-benarnya.

Mereka menyatakan pada para ulama yang telah berjihad di jalan Allah dan membela sunnah dengan ungkapan ‘mereka telah membantah tokoh-tokoh yang tidak seharusnya dibantah secara syar’i’, padahal para ulama tersebut berpegang pada kaidah-kaidah syari’at dalam permasalahan ini. Mereka menggelari para ulama tersebut mutasyaddid dan ghulaat dalam bab ini (hajr dan tabdii’ –pen). Ini juga berkebalikan dengan penyebutan at-tamyii’ (bermudah-mudahan –pen) pada sebagian ulama dan masyayikh al-fudhalaa’ yang sifat ini juga tidak terdapat pada ulama tersebut. 

Kesalahan-kesalahan ini harus segera diperbaiki dalam diri para penuntut ilmu. Di dalamnya terdapat perpecahan yang tidak dilandasi oleh dalil-dalil syar’i. Kami sekarang sedang berbicara tentang para ulama yang memiliki keutamaan dan telah dipersaksikan keilmuannya. Para ulama yang keadaan dan perkataannya di atas sunnah. Para ulama tersebut alhamdulillah ma’ruf sebagai ulama yang memiliki bashiirah dan agama yang lurus.

Meskipun aku telah menyatakan bahwa tidak ada seorang pun ulama yang makshum, lalu selalu diambil perkataannya dalam seluruh permasalahan agama. Sesungguhnya kemakshuman hanyalah ada dalam kesepakatan umat ini. Jika umat telah bersepakat dalam suatu permasalahan, tidak diragukan lagi bahwa ini adalah makshuum. Oleh karena itu, perkataan ulama kita dalam permasalahan tauhid adalah makshuum karena umat ini telah bersepakat tentang tauhid. Permasalahan yang telah disepakati umat ini maka itu lah yang makshum.

Adapun ijtihad yang dilakukan oleh sebagian ulama atau yang masih diperselisihkan, maka kemakshuman hanyalah terdapat dalam dalil dan sisi pandang terhadap dalil, lalu penerapannya. Kemakshuman itu tidaklah terdapat pada ulama tertentu, setinggi apa pun kedudukan dan keutamaannya. Ini merupakan hal yang perlu diketahui dan diperhatikan oleh para penuntut ilmu.

Aku berwasiat agar kalian bersemangat dalam menyatukan hati dan bersatu di atas sunnah. Janganlah kalian lalai dan terperdaya oleh tipu daya setan. Setan sangat gemar menjauhkan pera penuntut ilmu dari para ulama yang telah dipersaksikan dengan keutamaan dan bashiirah. Sungguh sangat disayangkan, misalkan apa yang telah terjadi pada sebagian penuntut ilmu saat ini bahwa mereka tidak mengindahan nasehat para ulama kibar di negeri ini yang telah dipersaksikan dengan ilmu dan keutamaan seperti Syaikh Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh Mufti Umum Kerajaan, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Shalih Al-Luhaidan, Syaikh Shalih Alu Asy-Syaikh dan selain mereka dari para ulama kibar. 

Sebagian penuntut ilmu menggelari mereka dengan tasyaddudtasaahul atau perkataan yang semisal. Mereka tidak mengindahkan perkataan para ulama kita, ini adalah sebuah kesalahan.Jika terjadi perselisihan pendapat diantara ulama, maka terdapat ushul dalam aqidah ahlus-sunnah wal-jama’ah tatkala menghadapi permasahan ini. Permasalahan ijtihadiyyah yang terjadi di kalangan ulama, jika ushul dan pengambilan hukumnya tepat, maka diambil pendapat yang raajih.

Barangsiapa yang mengambil pendapat raajih berdasarkan apa yang nampak baginya, maka ia tidak dicela selama ia tidak bermudah-mudahan dalam sisi pandangnya terhadap pendapat yang raajih. Ini merupakan permasalahan yang perlu diketahui dan diperhatikan agar seseorang berada di atas bashiirah dalam agamanya.

Sebagaimana telah aku katakan wahai ikhwah, aku memperingatkan ikhwah dari lafadz-lafadz tersebut yang tidak semestinya disematkan pada ulama. Para ulama al-fudhala’ telah berjihad dalam membela sunnah. Sebagian orang menyatakan bahwa Syaikh Rabii’ mutasyaddid, termasuk dari ghulaat dalam jarh !! atau menyatakan Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi mutasaahil !!. Demi Allah, tidak sepantasnya terucap perkataan ini, tidak pula perkataan itu. Tidak ada seorang pun yang makshuum dalam perkataannya. Lalu ia membawakan dalil-dalil untuk mendukung perkataannya.

Aku mewasiatkan kalian untuk bertakwa pada Allah, bersemangat dalam menjaga keselamatan hati dan lisan, melembutkan hati-hati kita untuk bersatu di atas metode yang syar’i, bukan bersatu di atas metode bid’iyyah yang tidak ada kebaikan di dalamnya.

Aku memperingatkan dan memperingatkan kalian dari tipu daya setan dan musuh-musuh Islam pada para penuntut ilmu. Aku memohon pada Allah agar menjadikan aku dan kalian sebagai kunci-kunci kebaikan dan penutup pintu-pintu keburukan, lalu memudahkan kita dalam ketaatan dan memperbaiki lisan-lisan kita untuk selalu mengilhamkan perkataan yang benar dan penjelasan yang bermanfaat. Menjauhkan perkataan yang menimbukan keburukan bagi umat. 

Kita memohon pada Allah agar memberikan barakah pada ulama kita dan membalas amal mereka dengan sebaik-baik balasan atas jerih payah, kesabaran dan penjelasan mereka. Memudahkan kita untuk mememenuhi hak-hak mereka sebagaimana hal ini merupakan suatu keharusan, mengumpulkan kaum muslimin dalam petunjuk dan sunnah dan memberikan hidayah pada pemerintah kaum muslimin untuk mengamalkan kitab Allah dan sunah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rahmat bagi rakyat yang ada dibawahnya . Allahu ta’ala a’laa wa a’lam wa ahkamWashallallahu ‘ala nabiyyina wasallam.. [Durus Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah[4] menit 01:21:13 – 01:29:28]

Rekaman suara beliau dapat didengarkan di sini

Diterjemahkan oleh Abul-Harits di Madinah, 20 Dzulhijjah 1434 H


[1] Kitab ini telah dibaca, diberikan rekomendasi (taqdim) dan di anjurkan penyebarannya oleh Fadhilatus Syaikh Shalih As-Suhaimi hafizhahullah

[2] Terkadang mereka menggelari para ulama sunnah dengan sebutan ghulaat at-tajriiih

[3] Mengambil pendapat yang raajih (kuat) diantara pendapat para ulama

[4] Wasiat ini beliau sampaikan pada penutupan Daurah Ilmiyyah Ibnul Qayyim di Masjid Qiblatain, Madinah 1433 H, di akhir dars Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah

No comments:

Post a Comment