Bolehkah adzan di telinga bayi ketika baru
dilahirkan?
Terdapat beberapa hadits yang menjadi dalil dalam
permasalahan ini, diantaranya adalah Hadits Abu Rafi’, hadits Ibnu 'Abbas dan hadits Al-Husain bin
‘Ali radhiyallahu ‘anhum.
1. Hadits Abu Rafi’ memiliki banyak jalur
periwayatan,
Riwayat Pertama, dikeluarkan oleh Abu Daud, ia berkata:
Menceritakan pada kami Musaddad, ia berkata: menceritakan
pada kami Yahya, dari Sufyan, ia berkata: menceritakan pada kami ‘Ashim bin
‘Ubaidillah, dari ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’, dari Abi Rafi’, ia berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَذَّنَ
فِي أُذُنِ الحَسَن
ِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ
فَاطِمَةُ بِالصَّلاَة
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam azan
di telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika ia dilahirkan Fathimah sebagaimana azan
untuk shalat.”[1]
Riwayat Kedua, dikeluarkan oleh
At-Tirmidzi, ia berkata:
Menceritakan pada kami Muhammad bin Basyaar, ia berkata:
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dan ‘Abdurrahman bin Mahdi, ia berkata: mengkhabarkan kepada kami Sufyan, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, dari
‘Ubaidillah bin Abi Rafi’, dari Abi Rafi’, ia berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَذَّنَ
فِي أُذُنِ الحَسَن
ِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ
فَاطِمَةُ بِالصَّلاَة
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam azan
di telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika ia dilahirkan Fathimah sebagaimana azan
untuk shalat.”[2]
Riwayat Ketiga, diriwayatkan oleh
Ahmad, ia berkata:
Menceritakan kepada kami Yahya dan ‘Abdurrahman, dari
Sufyan, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, dari ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’,
dari Abi Rafi’, ia berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَذَّنَ
فِي أُذُنِ الحَسَن
ِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ
فَاطِمَةُ بِالصَّلاَة
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam azan
di telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika ia dilahirkan Fathimah sebagaimana azan untuk
shalat.”[3]
Riwayat Keeempat, dikeluarkan oleh
‘Abdurrazaq, ia berkata:
Dari Ats-Tsauri, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, dari
‘Ubaidillah bin Abi Rafi’, dari Abi Rafi’, ia berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَذَّنَ
فِي أُذُنِ الحَسَن
ِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ
فَاطِمَةُ بِالصَّلاَة
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam azan
di telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika ia dilahirkan Fathimah sebagaimana azan
untuk shalat.”[4]
Riwayat Kelima, dikeluarkan oleh
Ath-Thabrani, ia berkata:
Menceritkan kepada kami Muhammad bin Abdillah Al-Hadhrami,
ia berkata: menceritakan pada kami ‘Aun bin Salam ح, menceritakan
pada kami Al-Husain bin Ishaq At-Tusturi, ia berkata: menceritakan pada kami
Yahya Al-Himmani, mereka berdua berkata: menceritakan pada kami Hammad bin
Syu’aib, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, dari ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’,
dari Abi Rafi’:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَن
ِ
وَالْحُسَيْنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا حِينَ وُلِدَا ، وَأَمَرَ بِه
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam azan di
telinga Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma ketika mereka
berdua dilahirkan dan memberikan perintah untuk azan”[5]. Ini adalah lafadz hadits
Yahya Al-Himmani.
Riwayat Keenam, dikeluarkan oleh
Al-Bazzar, ia berkata:
Menceritakan pada kami Yusuf bin Musa dan Muhammad bin
Ma’mar, mereka berdua berkata: menceritakan pada kami Al-Fadhl bin Dukain, ia
berkata: menceritakan pada kami Sufyan, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah,
dari ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’, dari Abi Rafi’:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَن
ِ بْنِ
عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَة
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam azan di
telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika ia dilahirkan Fathimah sebagaimana azan untuk
shalat.”[6]
Dari enam jalur periwayatan hadits Abu Rafi’ yang telah
kita sebutkan, seluruhnya melalui jalan ‘Ashim bin ‘Ubaidillah. Para
Ulama Al-Jarh wat Ta’dil melemahkannya.
Ibnu ‘Uyainah berkata: “Para masyayikh (ahlul hadits)
tidak menerima hadits ‘Ashim bin ‘Ubaidillah”
‘Ali bin Al-Madini berkata: “Aku mendengar ‘Abdurrahman
bin Mahdi mengingkari hadits ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dengan pengingkaran yang sangat
keras”
Abu Hatim berkata: “Munkarul hadits, mudhtharibul
hadits, ia tidak memiliki hadits yang bisa dijadikan pegangan”
An-Nasaa’i berkata: “Aku tidak mengetahui Malik
meriwayatkan hadits dari seorang yang telah masyhur kelemahannya kecuali dari
“Ashim bin ‘Ubaidillah dimana Malik hanya meriwayatkan satu hadits darinya”
Abu Zur’ah berkata: “Munkarul hadits”
Ad-Daraquthni berkata: “Ditinggalkan (haditsnya), ia
adalah seorang yang lalai”
Ibnu Khuzaimah
berkata: “Aku tidak berhujjah dengan haditsnya, karena kelemahan
hafalannya”
Ibnu ‘Adi berkata: “Ditulis haditsnya, meskipun ia dha’if”
[Miizaanul I’tidaal 2/354 dan Maktabah Syamilah]
Kesimpulan: dzahir sanad hadits Abu Rafi' dha'if jiddan (sangat lemah).
2. Hadits Ibnu ‘Abbas dikeluarkan oleh Al-Baihaqi,
ia berkata:
Mengkhabarkan pada kami ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdan, ia
berkata: menceritakan pada kami Ahmad bin ‘Ubaid Ash-Shaffar, ia berkata:
menceritakan pada kami Muhammad bin Yunus, ia berkata: menceritakan pada kami Al-Hasan
bin ‘Amr bin Saif As- Sudusi, ia berkata: menceritakan pada kami Al-Qashim
bin Muthib, dari Manshur bin Shafiyyah, dari Abi Ma’bad, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma,
أن النبي صلى الله عليه و سلم أذن في أذن الحسن بن علي يوم ولد فأذن في أذنه
اليمنى وأقام في أذنه اليسرى
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam azan di
telinga Al-Hasan bin ‘Ali di hari ketika ia dilahirkan, maka Nabi azan di
telinganya yang kanan dan iqamah di telinganya yang kiri”[7]
Dalam riwayat ini terdapat Al-Hasan bin ‘Amr bin Saif
As-Sudusi. Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata : “Al-Hasan bin ‘Amr
As-Sudusi adalah seorang yang matruk sebagaimana disebutkan dalam At-Taqrib
dan dinyatakan oleh Al-Bukhari dan ‘Ali bin Al-Madini sebagai perawi yang kadzab”.[8]
Kesimpulan: sanad hadits ini sangat lemah
3. Hadits Husain bin ‘Ali memiliki beberapa jalur
periwayatan,
Riwayat Pertama, dikeluarkan oleh
Abu Ya’la, ia berkata:
Menceritakan pada kami Jubbarah, ia berkata: menceritakan
pada kami Yahya bin Al-‘Allaa’, dari Marwan bin Salim, dari
Thalhah bin ‘Ubaidillah, dari Husain, ia berkata: Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
من ولد له
فأذن في أذنه
اليمنى وأقام في أذنه اليسرى
لم تضره أم
الصبيان
Riwayat Kedua, dikeluarkan oleh
Ibnu As-Sunni, ia berkata:
Menceritakan pada kami Abu Ya’laa, ia berkata:
menceritakan pada kami Jubbarah, ia berkata: menceritakan pada kami Yahya
bin Al-‘Allaa’, dari Marwan bin Salim, dari Thalhah bin ‘Ubaidillah,
dari Husain bin ‘Ali berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
من ولد له مولود ،
فأذن في أذنه اليمنى ، وأقام في أذنه اليسرى
، لم يضره أم الصبيان
“Barangsiapa yang melahirkan bayi, hendaknya azan di
telinganya yang kanan dan iqamah di telinganya yang kiri. Ummu Ash-Shibyaan
tidak akan memudharatkannya.”[11]
Ibnu As-Sunni meriwayatkan hadits ini dari Abu Ya’la
dengan sanad yang serupa.
Riwayat Ketiga, dikeluarkan oleh
Ibnu ‘Asakir, ia berkata:
Mengkhabarkan pada kami Abu Hafsh Muhammad bin ‘Umar di
Makkah, ia berkata: menceritakan pada kami ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz, ia berkata:
menceritakan pada kami ‘Amr bin ‘Auf, ia berkata: menceritakan pada kami Yahya
bin Al-‘Allaa’ Ar-Razi, dari Marwan bin Salim, dari Thalhah bin
‘Ubaidillah Al-‘Uqaili, dari Husain bin ‘Ali berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
من ولد له مولود
فأذن في أذنه اليمنى ، وأقام في أذنه اليسرى
، نفعت عند لقي الحساب
“Barangsiapa yang melahirkan bayi, hendaknya
azan di telinganya yang kanan dan iqamah di telinganya yang kiri. Hal itu akan bermanfaat ketika ia berhadapan
dengan al-hisab (hari perhitungan –pen-)”[12]
Dalam ketiga riwayat hadits Husain bin ‘Ali ini terdapat
Marwan bin Salim dan Yahya bin Al-‘Allaa’.
Ia adalah Marwan bin Salim Al-Ghiffari Abu Abdillah
Asy-Syaami Al-Jazari maula[13] Bani Umayyah. Komentar
para ulama tentangnya,
Ahmad berkata: “tidak tsiqah”
Al-‘Uqaili berkata: “hadits-haditsnya munkar”
An-Nasaa’i berkata: “matrukul hadits”
Al-Bukhari berkata: “munkarul hadits”
Muslim berkata: “munkarul hadits”
Ad-Daraquthni berkata: “matrukul hadits”
As-Saaji berkata: “kadzab, pemalsu hadits”
Abu ‘Aruubah Al-Harrani berkata: “ia terkadang memalsukan
hadits”
Abu
Nu’aim berkata: “munkarul hadits”
[Tahdziibut
Tahdziib 4/50-51 cetakan Muassasah Ar-Risalah]
Adapun
Yahya bin Al-‘Allaa’, ia adalah Yahya bin Al-‘Allaa’i Al-Bajali Abu Salamah,
dikatakan pula Abu ‘Amr Ar-Razi.
Ahmad
bin Hanbal berkata: “kadzab, pemalsu hadits”
Ibnu
Ma’in berkata: “tidak tsiqah”
Ad-Daraquthni
berkata: “matrukul hadits”
An-Nasaa’i
berkata: “matrukul hadits”
Abu
Daud berkata: “para ulama melemahkannya”
Abu
Zur’ah berkata: “haditsnya dha’if”
[Tahdziibut
Tahdziib cetakan yang sama 4/380]
Penilaian
para ulama terhadap hadits Husain bin ‘Ali :
Al-Baihaqi
rahimahullah berkata: “sanadnya dha’if”[14]
Al-Munawi
rahimahullah berkata dalam Syarh Al-Jami’us Shaghiir: “sanadnya dha’if”[17]
Syaikh
Al-Albani rahimahullah berkata: “Sanad
hadits ini maudhu’, Yahya bin Al-‘Alla’i dan Marwan bin Salim lemah
haditsnya”.[18]
Syaikh
Al-Albani rahimahullah berkata :
“Kepalsuan
hadits ini tersamarkan bagi sebagian ulama yang menulis kitab-kitab yang berisi
dzikir dan doa seperti Al-Imam An-Nawawi. Beliau menyebutkan hadits ini dalam
kitabnya tanpa mengisyaratkan kelemahannya. Bahkan pensyarah kitab beiau yakni
Ibnu ‘Allan tidak berbicara sepatah kata pun tentang sanadnya. Kemudian datang
setelahnya Ibnu Taimiyyah menyebutkan hadits ini dalam Al-Kalim Ath-Thayyib,
lalu diikuti oleh muridnya Ibnul Qayyim dalam Al-Wabilus Shayyib. Namun
keduanya telah mengisyaratkan kelemahan hadits ini”.[Silsilah Al-Ahadits
Adh-Dha’ifah 1/492]
Faidah: Imam At-Tirmidzi menghasankan hadits ini dalam Al-Jami’ dengan
menyatakan “hadits hasan shahih”, lalu diikuti oleh Al-‘Allamah
Al-Mubarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi 5/90 dan
Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih At-Tirmidzi hadits no 1224 dan
Irwa’ul Ghalil hadits no. 1173[19].
Namun,
yang nampak Allahua’lam hadits ini dha’if, riwayat-riwayat
yang ada tidak dapat dijadikan sebagai syawahid karena berkisar antara maudhu’
dan dha’if yang parah. Tidak dapat menguatkan satu sama lain.
Untuk mengetahui kapan sebuah riwayat dapat dapat dijadikan sebagai syawahid dan mutaba'ah, silahkan baca artikel "Mengenal Ungkapan Jarh dan Ta'dil Perawi Hadits", semoga bermanfaat.
Wabillahit
taufiq
Ditulis
oleh Abul-Harits di Madinah 26 Dzulqa’dah 1433 H
[1] Sunan
Abu Daud hadits no. 5107
[2] Sunan
At-Tirmidzi hadits no. 1514
[3] Musnad
Ahmad hadits no. 23869
[4] Mushannaf
Abdurrazaq hadits no. 7986
[5] Al-Mu’jam
Al-Kabiir hadits no. 921
[6] Musnad
Al-Bazzaar hadits no. 3879
[7] Syu’abul Imaan hadits no. 8620
[8] Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah 13/272
[9] Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata : “Ummu Ash-Shibyaan adalah jin yang
mengikutinya”[Faidhul Qadir 6/309]
[10] Musnad Abu Ya’laa hadits no. 6780
[11] ‘Amal Al-Yaum wal-Lailah hadits no 622
[12] Amaali Ibnu Busyran hadits no. 488
[13] Mantan budak
[14] Dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam Tuhfatul Maudud hal. 9
[15]
Allahu a’lam, yang benar
adalah Marwan bin Salim Al-Ghiffari, sebagamana terdapat dalam kutub
rijal al-hadits.
[16] Majma’ Az-Zawaid 4/95
[17] Tuhfatul Ahwadzi 5/90
[18] Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah wal-Maudhu’ah 1/492
[19] Namun setelah nampak bagi beliau kelemahan hadits ini, Syaikh Al-Albani
ruju’ dari pendapatnya dan mendha’ifkan hadits ini sebagaimana dinukilkan dalam
Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah 13/272, lihat penjelasan syaikh terhadap
hadits no. 6121
No comments:
Post a Comment