Pertanyaan:
“Apa hukum mengumumkan wafatnya ulama atau kematian selain ulama di
internet dan media-media sosial, apakah perbuatan ini termasuk an-na’yu
(mengumumkan kematian yang dilarang) atau bukan?"
Asy-Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab:
“Mengabarkan kematian seorang muslim agar didoakan dan
dishalatkan tidak apa-apa, perbuatan itu
bukan termasuk an-na’yu yang diharamkan[1], karena saat An-Najasyi
wafat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengabarkan kematian An-Najasyi kepada para sahabatnya. Kemudian beliau
dan para sahabatnya keluar untuk
melaksanakan Shalat Gha’ib[2].
Mengabarkan kematian seseorang, baik di surat kabar,
masjid-masjid atau internet dengan
tujuan agar didoakan dan dishalatkan tidak apa-apa. Ataupun dengan tujuan misalkan si mayit memiliki hak atau hutang, agar haknya ditunaikan dan hutangnya
dilunasi, hal ini juga diperbolehkan. Adapun mengabarkan kematian seseorang
yang menunjukkan kegoncangan dan kesedihan yang melampaui batas, maka hal ini
tidak diperbolehkan karena termasuk perbuatan Niyahah (meratapi mayit)”
[Al-Ijabat Al-Muhimmah fi Al-Masyakil Al-Mulimmah, 2/19]
[1] Diantara contoh an-na’yu yang tidak diperbolehkan adalah mengabarkan kematian seseorang dengan tujuan
untuk menyebut-nyebut dan membanggakan kebaikan-kebaikannya atau dengan tujuan
agar mayat tersebut diratapi sebagaimana yang biasa dilakukan di masa
Jahiliyyah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata: “Tidak semua an-na’yu (mengumumkan
berita kematian) diharamkan. An-na’yu yang diharamkan hanyalah seperti yang
dilakukan orang-orang Jahiliyyah dahulu” [Fathul Bari, 3/116]
[2] HR. Al-Bukhari no. 1245
No comments:
Post a Comment