Ash-Shamma’
binti Busr radhiyallahu ‘anha berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
لا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ
إِلا فِيمَا افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ
“Janganlah
kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang diwajibkan Allah kepada kalian”
[HR. At-Tirmidzi no. 744 , Abu Daud no. 242 dan Ibnu Majah no. 1726 serta
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 960]
Sepintas
membaca hadits di atas, mungkin terlintas dalam benak kita larangan berpuasa sunah pada
hari Sabtu secara mutlak, baik bertepatan dengan puasa Arafah, puasa Asyura
maupun hari-hari yang lain. Benarkah demikian?
Abu ‘Isa
At-Tirmidzi rahimahullah berkata:
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ ،
وَمَعْنَى كَرَاهَتِهِ فِي هَذَا أَنْ يَخُصَّ الرَّجُلُ يَوْمَ السَّبْتِ
بِصِيَامٍ لأَنَّ الْيَهُودَ تُعَظِّمُ يَوْمَ السَّبْتِ
“Hadits ini
hasan, makna larangan makruh dalam hadits ini adalah saat seorang mengkhususkan
hari Sabtu untuk berpuasa, karena orang-orang Yahudi sangat mengagungkan hari
Sabtu. [Jami’ At-Tirmidzi no. 744]
Ibnu
Qudamah rahimahullah berkata:
يكره إفراد يوم السبت بالصوم
... والمكروه إفراده , فإن صام معه غيره ; لم يكره ; لحديث أبي هريرة وجويرية .
وإن وافق صوما لإنسان , لم يكره
“Dimakruhkan
mengkhususkan puasa hari Sabtu… hukum makruh berlaku jika puasa itu dikhususkan
pada hari Sabtu. Jika ia berpuasa bersamaan dengan hari Sabtu (misalkan puasa
sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya –pen), maka tidak makruh berdasarkan
hadits Abu Hurairah dan hadits Juwairiyyah. Jika puasa hari Sabtu bertepatan
dengan kebiasaan puasa seseorang, hukumnya juga tidak makruh.” [Al-Mughni,
3/52]
Hadits Abu
Hurairah yang dimaksud oleh Ibnu Qudamah adalah riwayat berikut:
لا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَه
“Janganlah
salah seorang kalian berpuasa pada hari Jum’at, kecuali ia berpuasa sehari
sebelumnya atau sehari sesudahnya” [HR. Al-Bukhari no. 1985 dan Muslim no. 1144]
Sedangkan
hadits Juwiriyyah yang dimaksud adalah riwayat Al-Bukhari, saat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bertanya kepada Juwairiyyah dalam keadaan ia sedang
berpuasa pada hari Jum’at:
أَصُمْتِ أَمْسِ ؟ قَالَتْ : لا
. قَالَ : تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا ؟ قَالَتْ : لا . قَالَ : فَأَفْطِرِي
“Apakah kamu kemarin berpuasa?”
Juwairiyyah menjawab: “tidak”
Rasulullah bersabda: “Apakah kamu
ingin berpuasa besok?”
Ia menjawab: “tidak”
Beliau bersabda: “Berbukalah”.
[HR. Al-Bukhari no. 1986]
Hadits Abu
Hurairah dan Hadits Juwairiyyah di atas menunjukkan kebolehan berpuasa
sunah hari Sabtu, jika bersamaan dengan hari Jum’at, sehingga larangan puasa sunah hari Sabtu sebagaimana hadits Ash-Shamma’ binti Busr tidaklah dipahami secara zhahir.
Demikian pula telah shahih dari nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى
اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ كان َيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Puasa yang
paling dicintai Allah adalah puasa Daud, ia sehari berpuasa dan sehari tidak
berpuasa” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Jika
seseorang konsisten berpuasa Daud, tentu puasanya akan bertepatan dengan hari
Sabtu. Apakah puasa Daud yang bertepatan dengan hari Sabtu terlarang? Tentu
jawabnya tidak. Hal ini juga menguatkan bahwa larangan puasa hari Sabtu
tidaklah mutlak, namun terbatas jika puasa itu dikhususkan.
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:
وليعلم أن صيام يوم السبت له أحوال :
الحال الأولى : أن يكون في فرضٍ
كرمضان أداء ، أو قضاءٍ ، وكصيام الكفارة ، وبدل هدي التمتع ، ونحو ذلك ، فهذا لا
بأس به ما لم يخصه بذلك معتقدا أن له مزية .
الحال الثانية : أن يصوم قبله يوم
الجمعة فلا بأس به ؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال لإحدى أمهات المؤمنين وقد
صامت يوم الجمعة : ( أصمت أمس ؟ ) قالت : لا ، قال : ( أتصومين غدا ؟ ) قالت : لا
، قال : ( فأفطري ) . فقوله : ( أتصومين غدا ؟ ) يدل على جواز صومه مع الجمعة .
الحال الثالثة : أن يصادف صيام أيام
مشروعة كأيام البيض ويوم عرفة ، ويوم عاشوراء ، وستة أيام من شوال لمن صام رمضان ،
وتسع ذي الحجة فلا بأس ، لأنه لم يصمه لأنه يوم السبت ، بل لأنه من الأيام التي
يشرع صومها .
الحال الرابعة : أن يصادف عادة كعادة
من يصوم يوما ويفطر يوما فيصادف يوم صومه يوم السبت فلا بأس به ، كما قال النبي
صلى الله عليه وسلم لما نهى عن تقدم رمضان بصوم يوم أو يومين : ( إلا رجلاً كان
يصوم صوماً فليصمه ) ، وهذا مثله .
الحال الخامسة : أن يخصه بصوم تطوع
فيفرده بالصوم ، فهذا محل النهي إن صح الحديث في النهي عنه
“Ketahuilah
bahwa puasa hari Sabtu memiliki beberapa keadaan:
Pertama, puasa hari Sabtu yang hukumnya
wajib, seperti puasa Ramadhan, puasa qadha Ramadhan, puasa kaffarah, puasa menebus hadyu haji tamattu’ dan
semisalnya. Puasa Sabtu dalam keadaan ini tidak apa-apa, selama ia tidak
meyakini adanya keutamaan khusus jika berpuasa pada hari itu
Kedua, bersamaan dengan puasa sehari
sebelumnya yaitu hari Jum’at, ini juga diperbolehkan. Sebab nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada salah seorang istri beliau yang
sedang berpuasa pada hari Jum’at. “Apakah kamu kemarin berpuasa”. Ia
menjawab: “tidak”. Nabi bertanya: “Apakah kamu ingin berpuasa besok?”.
Ia menjawab: “tidak”. Nabi berkata: “Berbukalah”. Perkataan nabi “Apakah
kamu ingin berpuasa besok?” menunjukkan kebolehan berpuasa hari Sabtu jika
bersamaan dengan Jum’at.
Ketiga, bertepatan dengan puasa di
hari-hari yang disyariatkan, seperti puasa ayyamul bidh (puasa tanggal
13,14 dan 15 tiap bulan hijriyyah –pen), puasa Arafah, puasa Asyura, puasa 6
hari di bulan Syawwal bagi yang telah sempurna berpuasa Ramadhan, puasa 9 hari
di awal Dzulhijjah, puasa ini juga
diperbolehkan. Sebab ia berpuasa bukan karena hari itu adalah hari Sabtu, namun
karena hari itu adalah hari yang memang disyariatkan berpuasa
Keempat, bertepatan dengan kebiasaan puasa
Daud, ini juga diperbolehkan berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam saat melarang untuk mendahului puasa sehari atau dua hari sebelum
Ramadhan: “kecuali seorang yang memiliki kebiasaan puasa, silahkan ia
berpuasa”. Larangan puasa ini juga semisal dengan larangan puasa hari
Sabtu.
Kelima, mengkhususkan puasa sunah pada hari
Sabtu, inilah larangan yang terkandung dalam hadits, jika hadits tersebut
shahih[1].
[Asy-Syarhul Mumti’, 20/57]
Allahua’lam
Sumber: islamqa.info
Ditulis
oleh Abul-Harits di Madinah, 11 Dzulhijjah 1435
[1] Hadits larangan berpuasa hari Sabtu
shahih tanpa ada keraguan. Hadits ini dishahihkan oleh At-Tirmidzi, Abu Daud,
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Ibnu As-Sakan, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil
Barr, An-Nawawi, Al-Albani dan lainnya –rahimahumullah- [Fathul ‘Allam,
2/724]
No comments:
Post a Comment