Tanya:
Afwan mau tanya, bagaimana
penerapan yang benar dari penjelasan QS: Al Maidah ayat 5? karena hal ini
sering dijadikan dalil oleh kaum liberal untuk pernikahan beda agama? syukron
untuk penjelasannya.
Jawab:
Untuk mengetahui kesalahan kelompok Islam Liberal (JIL) dalam menerapkan
ayat tersebut, Anda harus memahami isi artikel ini dengan baik. Jika Anda telah
memahaminya, Insya Allah Anda dapat menjawab syubhat mereka di atas ilmu.
Pernikahan suami istri yang beda agama tidak terlarang secara mutlak, tidak
pula diperbolehkan secara mutlak. Namun hukumnya dirinci sebagai berikut:
Pertama, seorang muslim menikahi wanita ahlul-kitab (Yahudi dan
Nashrani). Wanita ahlul-kitab terbagi menjadi dua:
1. Wanita ahlul-kitab yang menjaga kehormatannya (bukan pezina),
hukumnya pernikahannya halal.
2. Wanita ahlul-kitab yang tidak menjaga kehormatannya (pezina),
hukumnya pernikahannya haram
Allah ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
“Pada hari
ini dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang
yang diberi Al-Kitab itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal pula bagi
mereka. (Dan dihalalkan menikahi) wanita-wanita yang
beriman yang menjaga kehormatannya dan wanita-wanita yang menjaga kehormatannya
dari orang-orang yang diberikan Al-Kitab sebelum kalian.” [QS.
Al Maidah: 5]
Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
وهذه الآية أباحت نكاح
الكتابية . وقد روي عن عثمان أنه تزوج نائِلة بنت الفرافصة على نسائه وهي نصرانية
. وعن طلحة بن عبيد الله : أنه تزوج يهودية
“Ayat ini menjelaskan tentang kebolehan menikahi
wanita ahlul-kitab. Telah diriwayatkan dari Utsman bahwa ia menikahi
Na’ilah bintu Al-Farafishah seorang wanita nashrani. Begitu pula diriwayatkan
dari Thalhah bin Ubaidillah bahwa ia menikahi wanita Yahudi” [Zaadul Masiir,
2/173]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Wanita ahli kitab
(Yahudi dan Nashrani) boleh dinikahi oleh laki-laki muslim berdasarkan ayat
ini.” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 14/91]
Kedua, seorang muslim menikahi wanita ahlul-kitab harbi yang membenci dan
memusuhi Islam. Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu tidak
menghalalkannya, berdalil dengan firman Allah ta’ala,
لا تجدُ قوماً يؤمنون بالله واليوم الآخر يوادّون من حادّ الله
ورسوله
“Engkau tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhir mencintai orang-orang yang melakukan permusuhan terhadap Allah dan
rasul-Nya” [QS. Al-Mujadilah: 22]
Dimaklumi bahwa pernikahan akan menumbuhkan kecintaan suami pada istrinya,
sedangkan tidak halal bagi seorang yang beriman pada Allah mencintai orang-orang
yang memusuhi Islam. Kecuali jika wanita kafir tersebut diharapkan
keislamannya. Oleh karena itu jumhur ulama tidak mengharamkannya. Allahua’lam.
[Zaadul Masiir, 2/174]
Ketiga, seorang kafir (ahlul-kitab atau musyrik) menikahi wanita
muslimah, hukumnya pernikahannya haram berdasarkan firman Allah
ta’ala,
فَإِنْ
عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ
حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Jika kalian mengetahui mereka adalah wanita-wanita beriman, janganlah
kalian mengembalikan mereka (wanita beriman –pen) kepada orang-orang kafir.
Mereka (wanita beriman) tidak halal bagi mereka (orang kafir). Mereka (orang
kafir) pun tidak halal bagi mereka (wanita beriman).” [QS.
Al-Mumtahanah: 10]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
هذه الآية هي التي حَرّمَت المسلمات على المشركين
“Ayat ini menunjukkan keharaman (pernikahan -pen) wanita-wanita muslimah dengan
orang-orang musyrik” [Tafsir Ibnu Katsir, 8/93]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah juga berkata:
لا تزوجوهم بمسلمة حتى يؤمنوا
“Janganlah kalian menikahkan mereka (orang musyrik) dengan wanita muslimah
hingga mereka beriman” [Tafsir Ibnu Katsir, 1/217]
Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
لأن الله تعالى لم يبح مؤمنة لمشرك
“Karena Allah tidak menghalalkan wanita beriman bagi orang musyrik” [Zaadul
Masiir, 6/21]
Keempat, seorang muslim menikahi wanita musyrik selain ahlul-kitab,
misalkan menikah dengan wanita beragama Hindu, Budha atau Majusi. Hukum
pernikahannya haram.
Allah ta’ala berfirman
وَلَا تَنْكِحُوا
الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ
“Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman”
[QS. Al-Baqarah: 221]
Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
وقد حرم الله عز وجل نكاح المشركات عقداً
ووطءاً .
“Sungguh Allah ‘azza wajalla mengharamkan menikahi wanita-wanita
musyrik, baik melakukan akad nikah maupun hanya sekedar jima’ (melalui perbudakan –pen).” [Zaadul Masiir,
1/216]
Kelima, seorang muslim menikahi budak wanita ahlul-kitab (Yahudi dan
Nashrani). Hukum pernikahannya juga haram menurut pendapat jumhur ulama.
Pendapat ini dipegang oleh Asy-Syafi’i, Malik, Al-Hasan Al-Bashri, Al-Auza’i,
Al-Laits, Az-Zuhri, Makhul, Suyfan Ats-Tsauri dan Ishaq bin Rahawaih rahimahumullah.
[Al-Mughni, 9/554]
Dalilnya adalah mafhuum dari firman Allah ta'ala berikut,
فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَات
"Diperbolehkan bagi kalian menikahi budak-budak wanita beriman yang kalian miliki” [QS. An-Nisaa’: 25]
Dalam ayat di atas, Allah hanya memberikan keringanan menikahi budak wanita muslimah. -*-
Sebagai tambahan faidah, saya tambahkan dua point permasalahan,
Keenam, seorang muslim menikahi budak wanita muslimah.
Hukum pernikahannya diperbolehkan dengan tiga syarat:
- Budak wanita muslimah yang hendak ia nikahi menjaga
kehormatannya (bukan pezina)
- Ia tidak mampu
menikahi wanita muslimah merdeka
- Ia khawatir terjatuh
dalam zina
Syarat pertama berdasarkan firman Allah ta’ala,
وَالزَّانِيَةُ لَا
يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِين
“Wanita pezina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau
musyrik. Yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang yang beriman” [QS.
An-Nuur: 3]
Sedangkan syarat kedua dan ketiga terdapat dalam firman Allah ta’ala,
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَات
“Barangsiapa diantara kalian yang tidak mampu menikahi wanita-wanita
beriman yang merdeka, maka diperbolehkan bagi kalian menikahi budak-budak
wanita beriman yang kalian miliki” [QS. An-Nisaa’: 25]
ذَلِكَ لِمَنْ
خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ
رَحِيم
“Hal itu bagi orang-orang yang mengkhawatirkan dirinya terjatuh dalam
perbuatan zina. Namun bersabar bagi kalian lebih baik. Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” [QS. An-Nisaa’: 25]
Meskipun hukumnya boleh jika ketiga syarat terpenuhi, namun bersabar lebih
utama baginya, hingga ia memiliki kecukupan harta untuk menikahi wanita muslimah yang merdeka (bukan budak).
Ketujuh, seorang muslim menikahi wanita pezina atau sebaliknya wanita muslimah
menikahi laki-laki pezina. Hukum pernikahannya haram.
Allah ta’ala berfirman:
وَالزَّانِيَةُ لَا
يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِين
“Wanita pezina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau
musyrik. Yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang yang beriman” [QS.
An-Nuur: 3]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
وقال قتادة، ومقاتل بن حَيّان: حرم الله على
المؤمنين نكاح البغايا
“Qatadah dan Muqatil bin Hayyan berkata: “Allah mengharamkan orang-orang yang beriman menikahi para pelacur (pezina)” [Tafsir Ibnu Katsir, 6/9]
Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
ومذهب أصحابنا أنه إِذا زنى بامرأة لم يجز له أن
يتزوجها إِلا بعد التوبة منهما
“Madzhab para sahabat kami (madzhab hambali –pen), ketika ada laki-laki
berzina dengan seorang wanita, maka ia tidak boleh menikahi wanita yang
dizinahinya, kecuali jika keduanya telah bertaubat. [Zaadul Masiir,
4/431]
Allahua’lam
Ditulis oleh Abul-Harits di Madinah, 7 Rabii’ul Akhiir 1435
No comments:
Post a Comment