Dalam artikel yang lalu, kita telah membahas ketidak-jujuran mereka dalam
menukil perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Berkat
taufiq dari Allah, dalam artikel ini Anda akan mengetahui bahwa mereka juga
berbuat hal yang sama dalam menukil perkataan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab.
Mereka meningalkan perkataan Asy-Syaikh yang muhkam, kemudian hanya menukilkan perkataan Asy-Syaikh yang masih global untuk menipu orang-orang awam. Allahulmusta’an
Mereka meningalkan perkataan Asy-Syaikh yang muhkam, kemudian hanya menukilkan perkataan Asy-Syaikh yang masih global untuk menipu orang-orang awam. Allahulmusta’an
Untuk mengesankan bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
tidak mengkafirkan “seorang yang meninggalkan seluruh amal jawarih”, mereka menukil
perkataan beliau yang ini,
Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab rahimahullah berkata:
أركان
الإسلام الخمسة : أولها الشهادتان، ثم الأركان الأربعة؛ إذا أقر بها، وتركها
تهاونا؛ فنحن وإن كان قاتلناه على فعلها، فلا نكفرها. والعلماء اختلفوا في كفر
التارك لها كسلا من غير جحود، ولا نكفر إلا ما أجمع عليه العلماء - كلهم - ، وهو
الشهادتان
“Rukun Islam yang lima, awalnya adalah dua kalimat syahadat,
kemudian rukun Islam yang empat (shalat, zakat, puasa, dan haji – pent’). Jika ia
mengikrarkannya, kemudian ia meninggalkannya dengan meremehkannya, maka kami –
meskipun memerangi pelakunya – tidak mengkafirkannya. Dan ulama berselisih
pendapat tentang kekafiran orang yang meninggalkannya karena malas tanpa adanya
pengingkaran. Dan kami tidaklah mengkafirkan kecuali apa-apa yang telah
disepakati ulama seluruhnya, yaitu : (meninggalkan) syahadat” [Ad-Durarus-Saniyyah,
1/102].
Jika membaca sekilas
nukilan perkataan Asy-Syaikh di atas, pasti Anda akan beranggapan bahwa
pendalilan mereka sudah tepat dalam permasalahan ini. Setelah diteliti lebih
dalam ternyata pendalilan mereka tidak nyambung atau belum tepat sasaran, berikut beberapa
buktinya..
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata:
لا خلاف أن التوحيد لا بد أن يكون
بالقلب واللسان والعمل فإن اختل شيء من هذا لم يكن الرجل مسلماً، فإن عرف
التوحيد ولم يعمل به فهو كافر مرتد معاند ككفر فرعون وإبليس وأمثالهما.
“ Tidak ada khilaf bahwa tauhid harus terdapat dalam hati, lisan
dan amal. Jika salah satu dari ketiganya tidak ada maka ia belum menjadi
seorang muslim. Jika ia mengenal tauhid namun tidak beramal dengannya, maka
ia kafir, murtad dan pembangkang seperti Fir’aun, Iblis dan semisal keduanya”
[Kasyfu Asy-Syubuhat]
Asy-Syaikh rahimahullah juga berkata:
لا
خلاف بين الأمة, أن التوحيد: لابد أن يكون بالقلب, الذي هو العلم؛ واللسان, الذي
هو القول والعمل, الذي هو تنفيذ: الأوامر والنواهي؛ فإن أخل بشيء من هذا, لم
يكن الرجل مسلما, فإن أقر بالتوحيد, ولم يعمل به, فهو: كافر , معاند , كفرعون ,
وإبليس؛ وإن عمل بالتوحيد ظاهراً , وهو لا يعتقده باطناً , فهو: منافق خالصاً
, أشر من الكافر
“Tidak ada khilaf diantara umat ini bahwa tauhid harus terdapat
dalam hati berupa ilmu, harus terdapat dalam lisan berupa perkataan dan harus
terdapat dalam amal berupa perwujudan
terhadap perintah dan larangan. Jika salah satu dari ketiganya hilang, maka ia bukanlah seorang muslim. Jika ia berikrar dengan tauhid, namun
tidak beramal dengannya maka ia kafir, pembangkang seperti Fir’aun dan Iblis.
Jika ia beramal dengan tauhid secara zhahir, namun tidak meyakininya dalam
batin, maka ia seorang munafik tulen yang lebih jelek dari orang kafir” [Ad-Durar
As-Saniyyah, 2/124-125]
Asy-Syaikh rahimahullah juga berkata:
[الدين يكون على القلب واللسان
والجوارح ] اعلم رحمك الله: أن دين الله يكون على القلب بالاعتقاد، وبالحب والبغض،
ويكون على اللسان بالنطق وترك النطق بالكفر، ويكون على الجوارح بفعل أركان
الإسلام، وترك الأفعال التي تكفر؛ فإذا اختل واحدة من هذه الثلاث، كفر وارتد.
“[Agama ini terdiri dari hati, lisan dan amal anggota badan]
Ketahuilah semoga Allah merahmati kalian bahwa agama Allah terdiri dari amalan
hati berupa i’tiqad (keyakinan), kecintaan dan kebencian. Agama ini juga
terdiri dari amalan lisan berupa perkataan dan meninggalkan perkataan kufur
serta terdiri dari amal jawarih dengan melakukan rukun-rukun Islam dan
meniggalkan amal-amal yang menyebabkan kekafiran. Ketika salah satu dari
ketiganya hilang, maka ia telah kafir dan murtad” [Ad-Durar As-Saniyyah,
2/87-88]
Asy-Syaikh juga pernah ditanya tentang hadits-hadits janji dan
ancaman, juga ditanya terkait perkataan Wahb bin Munabbih “kunci surga adalah Lailaha
illallah..” dan hadits Anas “barangsiapa yang shalat sebagaimana shalat
kami…”
Lalu Asy-Syaikh rahimahullah menjawab:
فالمسألة
الأولى واضحة، مراده الرد على من ظن دخول الجنة بالتوحيد وحده، بدون الأعمال
“Permasalahan pertama sangat jelas, maksud dari perkataan tersebut
adalah bantahan bagi orang-orang yang menyangka bahwa seorang bisa masuk surga
hanya dengan tauhid tanpa amal” [Ad-Durar As-Saniyyah, 2/185-186]
Dari uraian di atas, maka benarlah penilaian para ulama terhadap
tulisan-tulisan mereka. Saya akan kembali menukilkan penilaian ulama terhadap
tulisan-tulisan mereka
Para
ulama Al-Lajnah Ad-Da’imah menyatakan:
تقوّل على ابن تيمية
“Ia berbuat kedustaan terhadap Ibnu Taimiyyah”
حرف النقل عن ابن كثير
“Ia merubah nukilan perkataan Ibnu Katsir”
صاحب آراء و مسلك مزري في تحريف كلام أهل العلم
“Pemilik pemikiran dan metode yang menyimpang dalam menta’wil perkataan para ulama”. [Fatawaa Al-Lajnah Ad-Da’mah]
تقوّل على ابن تيمية
“Ia berbuat kedustaan terhadap Ibnu Taimiyyah”
حرف النقل عن ابن كثير
“Ia merubah nukilan perkataan Ibnu Katsir”
صاحب آراء و مسلك مزري في تحريف كلام أهل العلم
“Pemilik pemikiran dan metode yang menyimpang dalam menta’wil perkataan para ulama”. [Fatawaa Al-Lajnah Ad-Da’mah]
Asy-Syaikh Shalih
Al-Fauzan hafizhahullah berkata:
يكتفي بنقل طرف من كلام أهل العلم و يترك الطرف الآخر
“Ia hanya
menukilkan perkataan ulama dari satu tempat, namun meninggalkan perkataan ulama
tersebut dalam tempat yang lain” [Muqaddimah Ar-Raf’ul La’imah]
Asy-Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi hafidzahullah berkata:
يبتر كلام أهل العلم
“Ia memotong
perkataan ulama” [Muqaddimah Ar-Raf’ul La’imah]
Dari realita yang ada, kita harus mengakui bahwa kaum muslimin
pada hari ini sangat butuh terhadap bimbingan para ulama kibar dalam memahami agama Islam, terutama dalam memahami permasalahan aqidah. Wabillahittaufiq
Diterjemahkan oleh Abul-Harits di Madinah, 19 Rabii’ul Awwal 1435
No comments:
Post a Comment