Dari Abu Qatadah radhiyallahu anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ
قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
“Jika salah seorang dari kalian
masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” [HR. Al-Bukhari no. 537 dan Muslim no. 714]
Dari Jabir bin Abdullah -radhiyallahu anhu- dia berkata:
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ, فَجَلَسَ. فَقَالَ لَهُ: يَا
سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا! ثُمَّ قَالَ: إِذَا
جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ
رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
“Sulaik Al-Ghathafani datang
pada hari Jum’at, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang
berkhutbah, dia pun duduk. Maka beliau pun bertanya padanya, “Wahai Sulaik,
bangun dan shalatlah dua raka’at, kerjakanlah dengan ringan.” Kemudian beliau
bersabda, “Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum’at, sedangkan
imam sedang berkhutbah, maka hendaklah dia shalat dua raka’at, dan hendaknya
dia mengerjakannya dengan ringan.” [HR. Al-Bukhari no. 49 dan Muslim no. 875]
Penjelasan ringkas:
Berikut beberapa
masalah berkenaan dengan shalat tahiyatul masjid secara ringkas:
1. Para ulama
bersepakat akan disyariatkannya shalat 2 rakaat bagi siapa saja yang masuk
masjid dan mau duduk di dalamnya. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai
hukumnya: Mayoritas ulama berpendapat sunnahnya dan sebagian lainnya
berpendapat wajibnya. Yang jelas tidak sepatutnya seorang muslim meninggalkan
syariat ini.
2. Syariat ini
berlaku untuk siapa saja, lelaki dan wanita. Hanya saja para ulama
mengecualikan darinya khatib jumat, dimana tidak ada satupun dalil yang
menunjukkan bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- shalat tahiyatul masjid
sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar.
(Al-Majmu’: 4/448)
3. Syariat ini
berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Sehingga orang yang masuk
masjidil haram tetap disyariatkan baginya untuk melakukan tahiyatul masjid jika
dia ingin duduk. Adapun hadits yang masyhur di lisan manusia, “Tahiyat
bagi Al-Bait (Ka’bah) adalah tawaf,” maka tidak ada asalnya. (Lihat
Adh-Dhaifah no. 1012 karya Al-Albani -rahimahullah-)
4. Yang dimaksud
dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di dalam masjid.
Karenanya maksud ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan
sebelum duduk. Karenanya, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib, bahkan
shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan sebelum
duduk.
Karenanya suatu hal
yang keliru jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya
tidak ada dalam hadits ada shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’, akan tetapi
ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat 2 rakaat sebelum duduk. Karenanya jika
seorang masuk masjid setelah azan lalu shalat qabliah atau sunnah wudhu, maka
itulah tahiyatul masjid baginya.
5. Tahiyatul masjid
disyariatkan pada setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di
dalamnya. Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut
pendapat yang paling kuat di kalangan ulama. Ini adalah pendapat Imam
Asy-Syafi’i dan selainnya, dan yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah, Asy-Syaikh
Ibnu Baz, dan Ibnu Al-Utsaimin -rahimahumullah-.
6. Orang yang duduk
sebelum mengerjakan tahiyatul masjid ada dua keadaan:
a. Sengaja tidak
tahiyatul masjid. Maka yang seperti ini tidak disyariatkan baginya untuk
berdiri kembali guna mengerjakan tahiyatul masjid, hal itu karena waktu
pengerjaannya telah lewat.
b. Dia lupa atau
belum tahu ada shalat tahiyatul masjid. Maka yang seperti ini disyariatkan bagi
dia untuk segera berdiri dan shalat tahiyatul masjid, berdasarkan kisah Sulaik
pada hadits Jabir di atas. Akan tetapi ini dengan catatan, selang waktu antara
duduk dan shalatnya (setelah ingat/tahu) tidak terlalu lama. (Fathul Bari:
2/408)
7. Jika seorang
masuk masjid ketika azan dikumandangkan maka:
a. Jika hari itu
adalah hari jumat dan imam sudah di atas mimbar, hendaknya dia shalat tahiyatul
masjid dan tidak menunggu sampai muazzin selesai. Hal itu karena mendengar
khutbah adalah wajib. Hanya saja hendaknya dia memperpendek shalatnya,
sebagaimana yang tersebut dalam hadits Jabir di atas.
b. Jika selain dari
itu maka hendaknya dia menjawab azan terlebih dahulu baru kemudian shalat
tahiyatul masjid, agar dia bisa mendapatkan kedua keutamaan tersebut. Wallahu a’lam bishshawab
Sumber:
al-atsariyyah.com/shalat-tahiyatul-masjid.html
No comments:
Post a Comment