Tanya:
Bagaimana
hukum sunat bagi perempuan menurut hukum Islam? Jazakumullah khair sebelumnya atas
jawabannya. Heru R heruxxxxxx@gmail.com
Jawab:
Bismillah.
Khitan bagi wanita juga
disyariatkan sebagaimana halnya bagi pria. Memang, masih sering muncul
kontroversi seputar khitan bagi wanita, baik di dalam maupun di luar negeri.
Perbedaan dan perdebatan tersebut terjadi karena berbagai alasan dan sudut
pandang yang berbeda. Yang kontra bisa jadi karena kurangnya informasi tentang
ajaran Islam, kesalahan penggambaran tentang khitan yang syar’i bagi wanita,
dan mungkin juga memang sudah antipati terhadap Islam. Lepas dari kontroversi
tersebut, selaku seorang muslim, kita punya patokan dalam menyikapi segala
perselisihan, yaitu dikembalikan kepada Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu,
kembalikanlah ia kepada Allah
(al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Hal
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (an-Nisa’: 59)
Setelah kita kembalikan
kepada Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, serta telah
jelas apa yang diajarkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, kewajiban
kita adalah menerima ajaran tersebut sepenuhnya dan tunduk sepenuhnya dengan
senang hati tanpa rasa berat. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ
إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban orang-orang
mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul
menghukumi (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, “Kami mendengar dan kami
patuh.” Dan mereka itulah orangorang yang
beruntung. (an-Nur: 51)
Tentang sunat bagi wanita,
tidak diperselisihkan tentang disyariatkannya. Hanya saja para ulama berbeda
pendapat, apakah hukumnya hanya sunnah atau sampai kepada derajat wajib.
Pendapat yang kuat (rajih) adalah wajib dengan dasar bahwa ini adalah ajaran
para nabi sebagaimana dalam hadits,
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ -أَوْ خَمْسٌ مِنَ
الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ، وَا سْالِْتِحْدَادُ، وَنَتْفُ الْإِبْطِ، وَتَقْلِيمُ
الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Fitrah ada lima—atau lima hal
termasuk fitrah—: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, menggunting
kuku, dan menggunting kumis.” (Sahih, HR. al- Bukhari dan Muslim)
Fitrah dalam hadits ini
ditafsirkan oleh ulama sebagai tuntunan para nabi, tentu saja termasuk Nabi
Ibrahim ‘Alaihissalam, dan kita diperintah untuk mengikuti ajarannya.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ
مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif.” (an-Nahl: 123)
Alasan yang kedua, ini
adalah pembeda antara muslim dan kafir (nonmuslim). Pembahasan ini dapat
dilihat lebih luas dalam kitab Tuhfatul Maudud karya
Ibnul Qayyim rahimahullah danTamamul Minnah karya asy-Syaikh al-Albani rahimahullah.
Bagian Manakah yang Dikhitan?
Ini adalah pembahasan yang
sangat penting karena hal inilah yang menjadi sebab banyaknya kontroversi. Dari
sinilah pihak-pihak yang kontra memandang sinis terhadap khitan untuk kaum
wanita. Perlu diingat, jangan sampai kita membenci ajaran agama Islam dan
berburuk sangka terhadapnya, lebihlebih jika kita tidak tahu secara benar
tentang ajaran Islam dalam hal tersebut, termasuk masalah ini.
Perlu diketahui, khitan
wanita telah dikenal di berbagai negeri di Afrika, Asia, dan wilayah yang lain.
Di Afrika dikenal istilah khitan firauni (khitan
ala Fir’aun) yang masih berlangsung sampai sekarang. Karena sekarang banyak
pelakunya dari muslimin, pihak-pihak tertentu memahami bahwa itulah ajaran
Islam dalam hal khitan wanita, padahal yang melakukan khitan firauni bukan hanya muslimah.
Khitan tersebut sangat sadis dan sangat bertentangan dengan ajaranajaran Islam.
Seperti apakah khitan firauni tersebut? Ada beberapa
bentuk:
1 . Dipangkas kelentitnya
(clitoridectomy).
2. Ada juga yang dipotong
sebagian bibir dalam vaginanya.
3. Ada juga yang dijahit
sebagian lubang tempat keluar haidnya.
Sebuah pertanyaan diajukan
kepada Lembaga Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,
Pertanyaan:
“Kami wanita-wanita muslimah dari Somalia. Kami tinggal di Kanada dan sangat tertekan dengan adat dan tradisi yang diterapkan kepada kami, yaitu khitan firauni, yang
pengkhitanmemotong klitoris seluruhnya, dengan sebagian bibir dalam kemaluan dan sebagian besar bibir luar kemaluan. Itu bermakna menghilangkan organ keturunan yang tampak pada wanita,yang
berakibat memperjelek vagina secara
total.
Setelahnya lubang dijahit
total, yang diistilahkan dengan ar-ratq, yang mengakibatkan rasa sakit yang
luar biasa bagi wanita saat malam pernikahan dan saat melahirkan. Bahkan karena hal itu, tidak jarang sampai
merekamemerlukan operasi. Selain itu, hal ini juga
mengakibatkan seksualitas yang dingin
dan menyebabkan berbagai macam
kasus medis, seorang wanita kehilangan
kehidupan, kesehatan, atau kemampuannya
berketurunan.
Saya akan melampirkan sebagian hasil studi secara medis yang
menerangkan hal itu. Kami ingin
mengetahui hukum syar’i tentang perbuatan ini. Sungguh, fatwa Anda semua
terkait dengan masalah ini menjadi keselamatan banyak wanita muslimah di banyak
negeri. Semoga Allah Subhanahu
wata’ala memberikan taufik
kepadaAnda semua dan memberikan kebaikan. Semoga
Allah Subhanahu wata’ala menjadikan
Andasekalian simpanan kebaikan bagi muslimin dan
muslimat.
Jawab:
Apabila kenyataannya
seperti yang disebutkan, khitan model seperti yang disebutkan dalam pertanyaan
tidak diperbolehkan karena mengandung mudarat yang sangat besar terhadap
seorang wanita. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَ ضِرَارَ
“Tidak boleh memberikan
mudarat.”
Khitan yang disyariatkan
adalah dipotongnya sebagian kulit yang berada di atas tempat senggama. Itu pun
dipotong sedikit, tidak seluruhnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada pengkhitan, “Apabila kamu mengkhitan, potonglah sedikit saja dan
jangan kamu habiskan. Hal itu lebih mencerahkan wajah dan lebih menyenangkan
suami.” (HR. al-Hakim,
ath-Thabarani, dan selain keduanya)
Allah Subhanahu wata’ala lah
yang memberi taufik. Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada Nabi
kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya. (Tertanda: Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz [Ketua], Abdul Aziz Alu Syaikh [Wakil Ketua], Abdullah Ghudayyan
[Anggota], Shalih al-Fauzan [Anggota], dan Bakr Abu Zaid [Anggota] fatwa no.
20118)
Dalam pandangan ulama
Islam dari berbagai mazhab, yang dipotong ketika wanita dikhitan adalah kulit
yang menutupi kelentit yang berbentuk semacam huruf V yang terbalik. Dalam
bahasa Arab bagian ini disebut qulfah dan
dalam bahasa Inggris disebut prepuce. Bagian ini berfungsi menutupi klitoris atau
kelentit pada organ wanita, fungsinya persis seperti kulup pada organ pria yang
juga dipotong dalam khitan pria. Khitan wanita dengan cara semacam itu mungkin
bisa diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan prepucectomy.
Berikut ini kami nukilkan
beberapa penjelasan para ahli fikih.
• Ibnu ash-Shabbagh rahimahullah mengatakan,
“Yang wajib atas seorang pria adalah dipotong kulit yang menutupi kepala
kemaluan sehingga terbuka semua. Adapun wanita, dia memiliki selaput (kulit
lembut yang menutupi klitoris, -pen.) semacam jengger ayam yang terletak di bagian
teratas kemaluannya dan berada di antara dua bibir kemaluannya. Itu dipotong
dan pokoknya (klitorisnya) yang seperti biji kurma ditinggal (tidak dipotong).”
• Al-Mawardi rahimahullah berkata,
“Khitan wanita adalah dengan memotong kulit lembut pada vagina yang berada di
atas tempat masuknya penis dan di atas tempat keluarnya air kencing, yang
menutupi (kelentit) yang seperti biji kurma. Yang dipotong adalah kulit tipis
yang menutupinya, bukan bijinya.”
• Dalam kitab Hasyiyah ar-Raudhul Murbi’ disebutkan, “Di atas tempat keluarnya
kencing ada kulit yang lembut semacam pucuk daun, berada di antara dua
bibir kemaluan, dan dua bibir tersebut meliputi seluruh kemaluan. Kulit tipis tersebut
dipotong saat khitan. Itulah khitan wanita.”
• Al-‘Iraqi rahimahullah mengatakan,
“Khitan adalah dipotongnya kulup yang menutupi kepala penis seorang pria. Pada
wanita, yang dipotong adalah kulit tipis di bagian atas vagina.” Dari
kutipan-kutipan di atas, jelaslah kiranya seperti apa khitan yang syar’I bagi
wanita.
Namun, ada pendapat lain
dari kalangan ulama masa kini, di antaranya asy-Syaikh al-Albani, yaitu yang
dipotong adalah klitoris itu sendiri, bukan kulit lembut yang menutupinya,
kulup, atau prepuce.
Sebelum ini, penulis pun
cenderung kepada pendapat ini. Tetapi, tampaknya pendapat ini lemah, dengan
membandingkan dengan ucapan-ucapan ulama di atas. Namun, pemilik pendapat ini
pun tidak mengharuskan semua wanita dikhitan, karena tidak setiap wanita tumbuh
klitorisnya. Beliau hanya mewajibkan khitan yang demikian pada wanita-wanita
yang kelentitnya tumbuh memanjang. Ini biasa terjadi di daerahdaerah yang
bersuhu sangat panas, semacam Sa’id Mesir (Epper Egypt), Sudan, dan lain-lain.
Banyak wanita di daerah tersebut memiliki kelentit yang tumbuh, bahkan sebagian
mereka tumbuhnya pesat hingga sulit melakukan ‘hubungan’. (Rawai’uth Thib al-Islami, 1/109, program Syamilah)
Berdasarkan keterangan di
atas, jelaslah khitan yang tidak syar’i, yaitu khitan firauni, khitan menurut pendapat
yang lemah, dan khitan syar’i sebagaimana penjelasan ulama di atas. Oleh karena
itu, tiada celah bagi siapa pun untuk mengingkari khitan yang syar’i, karena
khitan yang syar’I bagi wanita sejatinya sama dengan khitan bagi pria.
Tidak ada kerugian sama
sekali bagi yang bersangkutan. Bahkan, wanita tersebut akan mendapatkan
berbagai maslahat karena banyaknya hikmah yang terkandung. Di antaranya,
dikhitan akan lebih bersih karena kotoran di sekitar kelentit akan mudah
dibersihkan, persis dengan hikmah khitan pada kaum pria. Bahkan, khitan akan
sangat membantu wanita dalam hubungannya dengan suaminya, karena dia akan lebih
mudah terangsang dan mencapai puncak yang dia harapkan. Hikmah yang paling
utama adalah kita bisa melaksanakan tuntunan para nabi dan beribadah
kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan melaksanakannya.
Yang aneh, orang-orang
yang anti- Islam di satu sisi mendiskreditkan Islam dengan alasan khitan
wanita, padahal khitan ini juga dilakukan di negeri nonmuslim, walau tidak
dengan nama khitan. Bahkan, tindakan ini menjadi pengobatan atau solusi bagi
wanita yang kesulitan mencapai orgasme, dan solusi ini berhasil.
Pada 1958, Dr. McDonald
meluncurkan sebuah makalah di majalah General Practitioner yang
menyebutkan bahwa dia melakukan operasi ringan untuk melebarkan kulup wanita
pada 40 orang wanita, baik dewasa maupun anak-anak, karena besarnya kulup
mereka dan menempel dengan klitoris. Operasi ringan ini bertujuan agar klitoris
terbuka dengan cara menyingkirkan kulup tanpa menghabiskannya. Dr. McDonald
menyebutkan bahwa dirinya dibanjiri ucapan terima kasih oleh wanita-wanita
dewasa tersebut setelah operasi. Sebab, menurut mereka, mereka bisa merasakan
kepuasan dalam hubungan biologis pertama kali dalam kehidupannya.
Seorang dokter ahli
operasi kecantikan di New York ditanya tentang cara mengurangi kulup klitoris
dan apakah hal itu operasi yang aman. Dia menjawab, caranya adalah
menghilangkan kulit yang menutupi klitoris. Kulit ini terdapat di atas
klitoris, menyerupai bentuk huruf V yang terbalik. Terkadang kulit ini
kecil/sempit, ada pula yang panjang hingga menutupi klitoris. Akibatnya,
kepekaan pada wilayah ini berkurang sehingga mengurangi kepuasan seksual.
Sesungguhnya memotong
kulit ini berarti mengurangi penutup klitoris. David Haldane pernah melakukan
wawancara—yang kemudian diterbitkan di majalah Forum UK di Inggris—dengan beberapa
ahli spesialis yang melakukan penelitian tentang pemotongan kulup pada vagina.
Di antara hasil wawancara tersebut sebagaimana berikut ini.
David Haldane melakukan
wawancara dengan dr. Irene Anderson, yang menjadi sangat bersemangat dalam hal
ini setelah mencobanya secara pribadi. Operasi ini dilakukan terhadapnya pada
1991 sebagai pengobatan atas kelemahan seksualnya. Ia mendapatkan hasil yang
luar biasa sebagaimana penuturannya. Ia kemudian mempraktikkannya pada sekitar
seratus orang wanita dengan kasus yang sama (kelemahan seksual). Semua
menyatakan puas dengan hasilnya, kecuali tiga orang saja. (Khitanul Inats) Sungguh benar sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para pengkhitan wanita saat
itu,
إِذَا خَفَضْتِ فَأَشِمِّي وَلاَ
تَنْهَكِي، فَإِنَّهُ أَسْرَى لِلْوَجْهِ وَأَحْظَى لِلزَّوْجِ
“Apabila engkau mengkhitan,
potonglah sedikit saja dan jangan engkau habiskan. Hal itu lebih mencerahkan
wajah dan lebih menguntungkan suami.” (HR. ath-Thabarani, dll. Lihat ash-Shahihah no. 722)
Sungguh, hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ini termasuk mukjizat yang nyata.
Selaku seorang muslim, kita jelas meyakininya. Ringkas kata, orang-orang kafir
pun mengakui kebenarannya. Selanjutnya kami merasa perlu menerangkan
langkah-langkah pelaksanaan khitan wanita karena informasi tentang hal ini
sangat minim di masyarakat kita, bahkan bisa dikatakan hampir tidak ada
penjelasan yang mendetail. Yang ada hanya bersifatnya global, padahal informasi
ini sangat urgen. Sebetulnya, rasanya tabu untuk menjelaskan di forum umum
semacam ini. Namun, ini adalah syariat yang harus diketahui dengan benar, dan “Sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran.”
Kami menyadari bahwa
kekurangan informasi dalam hal ini bisa berefek negatif yang luar biasa:
1. Anggapan yang negatif
tehadap syariat Islam.
2. Bagi yang sudah
menerima Islam dan ajarannya, lalu ingin mempraktikkannya, bisa jadi salah
praktik (malapraktik), akhirnya sunnah ini tidak terlaksana dengan benar.
Bahkan, bisa jadi terjerumus ke dalam praktik khitan firauni yang
kita sebut di atas sehingga terjadilah kezaliman terhadap wanita yang
bersangkutan, dan mungkin kepada orang lain.
Maka dari itu, sebelumnya
kami mohon maaf. Kami hanya ingin menjelaskan langkah-langkah khitan. Jika ada
kata-kata yang kurang berkenan, harap dimaklumi.
Tata Cara Pelaksanaan Khitan
Wanita
1. Siapkan kejiwaan anak
yang hendak dikhitan. Hilangkan rasa takut dari dirinya. Bekali orang tuanya
dengan menjelaskan hukumnya dengan bahasa yang sederhana dan menyenangkan.
2. Sterilkan alat-alat dan
sterilkan pula daerah yang hendak dikhitan.
3 . Gerakkan atau tarik qulfah (prepuce)
ke belakang hingga terpisah atau tidak lekat lagi dengan ujung klitoris, hingga
tampak pangkal atas prepuce yang
bersambung dengan klitoris. Hal ini akan mempermudah pemotongan kulit bagian
luar sekaligus bagian dalam prepucetersebut tanpa melukai sedikit pun klitorisnya
sehingga prepuce tidak
tumbuh kembali. Apabilaprepuce dan
klitoris sulit dipisahkan, hendaknya khitan ditunda sampai hal itu mudah
dilakukan.
4. Lakukan bius lokal pada
lokasi— meski dalam hal ini ada perbedaan pendapat ulama—dan tunggu sampai bius
itu benar-benar bekerja.
5. Qulfah (prepuce) ditarik ke
atas dari ujungnya menggunakan jepit bedah untuk dijauhkan dari klitoris. Perlu
diperhatikan, penarikan tersebut diusahakan mencakup kulit luar dan kulit dalam prepuce, lalu dicapit dengan jepit
arterial. Perlu diperhatikan juga, jangan sampai klitoris ikut tercapit.
Setelah itu, potong kulit
yang berada di atas pencapit dengan gunting bengkok, lalu biarkan tetap dicapit
sekitar 5—10 menit untuk menghindari pendarahan, baru setelah itu dilepas. Jika
terjadi pendarahan setelah itu, bisa dicapit lagi, atau bisa dijahit dengan
senar 0/2 dengan syarat tidak bertemu dan menempel lagi antara dua sisi prepuce yang telah terpotong.
Tutuplah luka dengan kasa
steril dan diperban. Perban bisa dibuang setelah empat jam. Apabila terjadi
pendarahan di rumah, tahan lagi dengan kapas dan konsultasikan ke dokter. Hari–hari berikutnya , jaga kebersihannya dengan air garam atau semacamnya. Sangat
perlu diperhatikan, jangan sampai dua sisi prepuce yang
telah terpotong bertemu lagi atau menyambung, atau bersambung dan menempel
dengan klitoris. Semoga bermanfaat,walhamdulillah awwalan wa akhiran.
Dijawab oleh Al-Ustadz
Qomar Suaidi, Lc hafizhahullah
Sumber: http://asysyariah.com via salafartikel.wordpress.com
Sedikit tambahan dari saya (Abul-Harits), pendapat yang lebih kuat terkait hukum khitan bagi wanita adalah sunah, tidak wajib. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Qudamah, Al-Lajnah Ad-Da'imah, Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin rahimahumullah, Allahu a'lam
No comments:
Post a Comment