Friday, January 17, 2014

4 Perbedaan Masjid dan Musholla, Apakah Disunahkan Shalat Tahiyyatul Masjid di Musholla?

Tanya:

Jika ada bangunan “langgar” namun belum diwakafkan, terkadang di tempat tersebut digunakan untuk shalat jama’ah maghrib dan isya, apakah sudah dihukumi sebagai masjid dan padanya hukum-hukum terkait masjid

Jawab:

Al-Lajnah Al-Iftaa’ Al-Urduniyyah berkata:

Alhamdulillah, shalawat dan salam tercurah pada sayyidina rasulillah.

Setiap tempat di permukaan bumi yang seorang sah shalat di atasnya teranggap sebagai masjid. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam  bersabda:

وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

“Bumi ini dijadikan untukku sebagai masjid dan tenpat yang suci” [HR. Al-Bukhari]

Namun masjid yang berlaku di dalamnya hukum-hukum fiqih adalah tempat yang diwakafkan untuk shalat, yaitu tempat yang diwakafkan dan disediakan khusus untuk shalat. Adapun definisi mushalla adalah tempat yang digunakan untuk shalat dan berdoa tanpa disyaratkan wakaf. Setiap tempat yang digunakan untuk shalat dan berdoa baik statusnya wakaf atau bukan disebut mushalla. Oleh karena itu, mushalla mencakup masjid dan selainnya. Setiap masjid adalah mushalla dan tidak setiap mushalla adalah masjid.

Terdapat perbedaan hukum fiqh diantara keduanya:

Pertama, Masjid adalah tempat yang diwakafkan untuk shalat, tidak sah melakukan transaksi jual-beli dan semisalnya di masjid. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

الأظهر أن الملك في رقبة الموقوف ينتقل إلى الله تعالى، أي ينفك عن اختصاص لآدمي فلا يكون للواقف ولا للموقوف عليه

“Yang nampak bahwa kepemilikan tanah yang diwakafkan berpindah pada Allah ta’ala, maksudnya terlepas dari kepemilikan manusia, bukan lagi menjadi hak milik orang yang mewakafkan maupun pihak yang menerima wakaf” [Minhaaj Ath-Thalibin, 1/70]

Sedangkan mushalla masih mungkin dimiliki oleh pihak tertentu sehingga diperbolehkan melakukan transaksi jual-beli dan sewa-menyewa di dalamnya, serta boleh pula memindahkan mushalla ke tempat yang lain

Kedua, Diharamkan bagi wanita junub dan haid menetap di masjid, dan sebaliknya diperbolehkan bagi mereka menetap di mushalla. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

ويحرم بها - أي بالجنابة - ما حرم بالحدث، والمكث بالمسجد لا عبوره

“Menetap di masjid diharamkan bagi orang yang junub, namun diperbolehkan bagi orang yang berhadats atau seorang yang hanya sekedar lewat” [Minhaaj Ath-Thalibin, 1/21]

Ketiga, Tidak sah melakukan i’tikaf dan shalat tahiyyatul masjid kecuali di masjid. Al-Khathiib Asy-Syirbiini rahimahullah berkata:

ولا يفتقر شيء من العبادات إلى مسجد إلا التحية والاعتكاف والطواف

“Seluruh ibadah tidak disyaratkan dilakukan di masjid kecuali shalat Tahiyyatul masjid, I’tikaf dan Thawaf” [Mughniy Al-Muhtaaj, 5/329]

Keempat, Diharamkan membangun lantai atau bangunan khusus di atas masjid. Disebutkan dalam Hasyiyah Ibni ‘Abidiin,

لو تمت المسجدية ثم أراد البناء - أي بناء بيت للإمام فوق المسجد - مُنع

“Seandainya pembangunan masjid telah sempurna, kemudian ia ingin menambah bangunan lain –seperti membangun rumah imam di atas masjid- maka hal itu terlarang” [Hasyiyah Ibni ‘Abidin, 3/371]

Sedangkan diperbolehkan melakukan hal itu di mushalla, karena mushalla bukan tempat wakaf, namun dengan tetap menjaga kebersihan dan kesucian tempat dari najis.

Melakukan shalat Jum’at di mushalla hukumnya sah, namun yang lebih utama dilakukan di masjid. Pensyarah kitab Al-Minhaj berkata:

لأن إقامتها في المسجد ليست بشرط

“Karena melakukan shalat Jum’at di masjid bukanlah syarat” [Syarh Al-Minhaaj, 2/238] wallahu ta’ala a’lam

Berikut teks fatwanya,


الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله

كل بقعة من الأرض تصح الصلاة فيها تعد مسجداً؛ لقوله صلى الله عليه وسلم: (وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا) رواه البخاري. لكن المسجد الذي تترتب عليه أحكام فقهية هو المكان الموقوف للصلاة، أي الذي وُقف وحُبس ليكون مخصصاً للصلاة.
وأما المصلى فهو موضع الصلاة والدعاء، ولا يشترط فيه أن يكون موقوفاً، بل يصح أن يكون موقوفاً وغيره، فالمصلى إذن يشمل المسجد وغير المسجد، فكل مسجد مصلى وليس كل مصلى مسجداً.


ويفارق المسجد المصلى في بعض الأحكام منها:


أولاً: المسجد - كما ذكرنا -: المكان الموقوف للصلاة؛ فلا يصح التصرف فيه ببيع ونحوه. قال الإمام النووي: " الأظهر أن الملك في رقبة الموقوف ينتقل إلى الله تعالى، أي ينفك عن اختصاص لآدمي فلا يكون للواقف ولا للموقوف عليه " "منهاج الطالبين (1/70)، أما المصلى فيصح كونه مملوكاً لشخص معين، ويصح بيعه أو تحويله إلى مكان آخر، ويصح كونه مستأجراً.



ثانياً: يحرم على الحائض والجنب اللبث في المسجد، بينما يصح لهما المكث في المصلى. قال الإمام النووي: "ويحرم بها - أي بالجنابة - ما حرم بالحدث، والمكث بالمسجد لا عبوره" "منهاج الطالبين" 1/ 12.


ثالثاً: الاعتكاف أو تحية المسجد لا يصحان إلا في المسجد. قال الخطيب الشربيني: "ولا يفتقر شيء من العبادات إلى مسجد إلا التحية والاعتكاف والطواف" "مغني المحتاج" (5/ 329.



رابعاً: يحرم اعتلاء المسجد ببناء أو طوابق. جاء في "حاشية ابن عابدين": "لو تمت المسجدية ثم أراد البناء - أي بناء بيت للإمام فوق المسجد - مُنع" (3/ 371)، أما المصلى فيصح ذلك لأنه ليس بموقوف، مع مراعاة المحافظة على نظافة المصلى وتنزيهه عن النجاسة.


وتصح صلاة الجمعة في المصلى، والأفضل كونها في المسجد. قال الشيخ الجمل عن صلاة الجمعة: "لأن إقامتها في المسجد ليست بشرط" "حاشية الجمل على شرح المنهج" (2/ 238). والله تعالى أعلم.


Sumber: Fatawaa Lajnah Al-Iftaa’ Al-Urduniyyah no. 2064, tertanggal 12/06/2012

Asy-Syaikh Abdul Aziiz bin Baz rahimahullah berkata:


السنة لمن أتى مصلى العيد لصلاة العيد، أو الاستسقاء أن يجلس ولا يصلي تحية المسجد؛ لأن ذلك لم ينقل عن النبي صلى الله عليه وسلم ولا عن أصحابه رضي الله عنهم فيما نعلم إلا إذا كانت الصلاة في المسجد فإنه يصلي تحية المسجد؛ لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم: ((إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين)) متفق على صحته.

والمشروع لمن جلس ينتظر صلاة العيد أن يكثر من التهليل والتكبير؛ لأن ذلك هو شعار ذلك اليوم، وهو السنة للجميع في المسجد وخارجه حتى تنتهي الخطبة. ومن اشتغل بقراءة القرآن فلا بأس، والله ولي التوفيق.

“Bagi seorang yang mendatangi mushalla shalat ‘ied atau mushalla shalat istisqaa tidak disunahkan mengerjakan shalat tahiyyatul masjid, hendaklah ia duduk. Karena perbuatan tersebut tidak pernah dinukil dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum sebatas apa yang kami ketahui. Kecuali jika shalat ied tersebut dilakukan di masjid, maka hukumnya tetap disunahkan berdasarkan keumuman hadits nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين

“Jika salah seorang kalian memasuki masjid, janganlah ia duduk hingga melakukan shalat dua raka’at” -disepakati keshahihannya-

Disunahkan baginya untuk memperbanyak tahlil dan takbir saat menunggu ditegakannya shalat ied baik jama’ah yang berada di dalam maupun di luar masjid hingga selesai khutbah, karena itulah yang merupakan syi’ar di hari ied. Barangsiapa yang menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an, ini pun diperbolehkan. Wallahu waliyyut taufiiq

Sumber: Majmuu’ Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah jilid 13

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah pernah ditanya,

هل هناك ركعتان تحية المسجد في مصلى العيد؟ 

“Apakah disyariatkan melakukan shalat tahiyyatul masjid di mushalla ied?

Beliau rahimahullah menjawab:

طبعا هذا ليس مسجدا فليس له تحية مسجد

“Ini bukan masjid, sehingga tidak ada shalat tahiyyatul masjid di dalamnya” [Dengarkan rekaman suara beliau di sini]


Diterjemahkan oleh Abul-Harits di Madinah, 16 Rabii'ul Awwal 1435

20 comments:

  1. sangat bagus dan penting untuk diilmui bagi yang mengaku muslim

    ReplyDelete
  2. mnrt saya kalau kalau musholla itu befdiri di tanah wakaf dan dipergun akan setiap hari untuk sholat berjamaah maka berhak untuk sholattahiyyatul masjid di situ. wallau allam

    ReplyDelete
  3. Anda benar, musholla yang berdiri di atas tanah wakaf dan digunakan untuk shalat berjamaah, disunahkan shalat tahiyyatul masjid di dalamnya. Karena musholla tersebut telah berstatus masjid. Jadi perbedaan masjid dan musholla bukan bergantung pada besar kecilnya bangunan.

    Seringkali, istilah musholla yang dimaksud oleh masyarakat kita adalah masjid yang berukuran kecil, ini keliru. Hal mendasar yang membedakan keduanya adalah tanah wakaf. Bangunan tanah wakaf yang didirikan untuk tempat shalat adalah masjid, meskipun berukuran kecil. Bangunan yang didirikan untuk tempat shalat tanpa ada tanah wakaf adalah musholla, meskipun berukuran besar. Contoh bangunan musholla yang sering kita jumpai: musholla di kantor, musholla di mall pusat perbelanjaan, musholla di sekolah, dan lainnya.

    ReplyDelete
  4. Kalau dasar yang membedakan itu tanah wakaf [sebagaimana di kampung kami], tapi niat awal diperuntukan untuk musholla, apakah bisa dialihkan fungsi ke masjid? atau secara tersirat seperti masjid?Mohon pencerahan.terima kasih

    ReplyDelete
  5. Musholla bisa dialihfungsikan sebagai masjid jika tanahnya diwakafkan. Jika dari awal memang tanahnya merupakan tanah wakaf, maka statusnya sudah masjid, meskipun dinamakan musholla oleh masyarakat. Wabillahittaufiq

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar,status awal sudah tanah wakaf dan karena statusnya sudah MASJID [walau tanpa merubah kata MUSHOLLA ]artinya sudah bisa dipakai niat sholat tahyatul masjid atau kalau memungkinkan sholat jum'at.Terima kasih atas penjelasannya.

      Delete
  6. Kalo tdk pernah di pake jumatan,sholat 5 waktu jarang,azan tdk setiap waktu,ap di sebut masjid,walaupun tanah wakaf..

    ReplyDelete
  7. Seandainya ada masjid agung yang terletak di komplek alun-alun kota, kemudian jarang didirikan shalat jama'ah 5 waktu dan shalat Jum'at, statusnya tetap sebagai masjid, meskipun tidak dimakmurkan (sepi). Jadi alasan tersebut bukan merupakan kriteria masjid.

    Masjid yang dipake shalat Jum'at sering diistilahkan dengan masjid jami'. Namun bukan berarti masjid selain masjid jami' tidak berstatus sebagai masjid. Mudah-mudahan bisa dipahami, Allahua'lam

    ReplyDelete
  8. saya tinggal di sebuah Komplek Pertokoan, di Komplek tersebut ada Mushalla sekira 8 x 8 meter..... tak jauh dari komplek (sekitar 200m) ada sebuah masjid.... ketika shalat 5 waktu tiba..... tempat mana yang harus saya pilih... apakah saya mendirikan shalat berjama'ah di Mushalla komplek atau ikut berjamaah di Masjid (dan mengabaikan Mushalla komplek) mohon pencerahan terima kasih

    ReplyDelete
  9. Anda boleh memilih shalat Jama'ah di musholla atau di masjid. Namun yang lebih utama (afdhal), Anda shalat di masjid, karena masjid memiliki keutamaan khusus yang tidak dimiliki oleh musholla.

    Jika ada pertimbangan lain, misalkan absennya Anda dari musholla komplek menimbulkan fitnah atau salah paham, maka lebih baik Anda shalat di musholla. Jika tidak ada kekhawatiran tersebut, Anda tetap shalat di masjid, Allahua'lam

    ReplyDelete
  10. Di dalam cluster ada tanah fasum, karena belum ada masjid di peruahan di bangun mushola cukup 50-60 orang. Apakah bisa dibilang masjid tanah fasum?
    Beberapa tahun kemudian developer membuat masjid di luar cluster buat jumatan.
    Apakah harus pindah? Apakah masih boleh jamaah di mushola? Adakah hadis yg menyebutkan sholat fardhu di masjid jami lebih utama daripada di masjid dalam cluster?
    Mohon jawabannya urgent untuk pemahaman ke warga..

    ReplyDelete
  11. Kalo tanah fasum itu memang khusus disediakan untuk masjid, bukan hanya untuk sementara saja, maka musholla tersebut berstatus masjid. Namun kalo ke depannya akan dibangun masjid yang tetap, kemudian tanah fasum itu dialihkan untuk fungsi yang lain setelah dibangun masjid, maka bangunan untuk shalat itu hanya berstatus musholla.

    Baik masjid maupun musholla, keduanya boleh dipakai untuk shalat jamaah lima waktu. Banyak faktor yang menjadikan shalat di salah satu masjid lebih utama dari masjid yang lain, diantaranya bacaan quran imam, jumlah jamaah shalat, jauh dekatnya, dihidupkannya sunah-sunah nabi di masjid tersebut dan faktor lainnya. Shalat berjama'ah di masjid jami' tidak lebih utama dibandingkan shalat di masjid lain. Namun shalat di masjid (baik masjid jami' atau bukan) lebih utama dari shalat di muholla. Keutamaan suatu masjid berbeda-beda dilihat dari beberapa faktor yang saya sebutkan tadi. Allahua'lam

    ReplyDelete
  12. Bgmn hukumnya sholat idul Fitri di mushola?

    ReplyDelete
  13. Shalat Idul Fitri memang sunahnya dikerjakan di musholla (lapangan atau tempat yang luas),namun dalam kondisi tertentu boleh dikerjakan di masjid, Allahua'lam

    ReplyDelete
  14. Dikantor ana musholla dan sudah betlangsung lama...
    Biasa dipake sholat 5 waktu dan sholat jumat
    namun masalah wakaf ana kurang ngerti..krn bisa jd kalo ada renovasi besar2an atau mungkin pindah lokasi kantor..letak madjid tersebut berubah
    apakah bisa sholat tahiyatul masjid?
    Kalo tdk, apakah sholat 2 rakaat sebelum sholat wajib bisa figanti dgn sholat sunnah yg lain?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anda bisa shalat sunah qabliyah atau shalat sunah diantara adzan dan iqamah atau shalat sunah setelah wudhu, Allahua'lam

      Delete
  15. ustad..jika masjid yg merupakan asset organisasi bukan wakaf umat secara umum...bagaimana ustad..??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Barangkali maksudnya wakaf masjid dari organisasi tertentu. Jika kondisinya demikian, maka statusnya adalah masjid, Allahua'lam

      Delete
  16. Assalamu'alaykum akh, ana mau tanya, di perumahan (ada 5 cluster) ana tinggal sudah ada masjid dengan jarak cukup dekat.. namun di cluster ana, sebagian warga nya berniat membangun musholla dengan alasan: tidak sepaham dengan mereka seperti (di masjid tidak ada dzikir kencang setelah shalat, tidak ada yasinan, dll) ana pribadi tidak setuju, selain karena itu sudah sesuai syari'at yang benar, juga hanya akan memisahkan warga yang sepaham saja (memecah), apakah keinginan warga tersebut dibolehkan atau bagaimana akh? kalo tidak dibolehkan, bagaimana cara ana mengingatkannya? ada saran? ana hanya khawatir semakin ada perselisihan (jelas) di cluster hanya karena beda paham.
    syukron akh

    ReplyDelete
    Replies
    1. afwan tambahan, tanah yang akan digunakan adalah tanah fasum (taman) dari developer

      Delete