Tak ada manusia yang sempurna, selalu saja ada masa lalu kelam yang
terkadang selalu mengiringi hari-hari berikutnya. Hanya saja
perbedaannya. Bahwa terkadang pada seseorang masa lalunya lebih kelam
dari yang lainnya.
Akan tetapi Allah dengan rahmatnya terus menerus menerima taubat
hambanya, siang dan malam…. Sebelum Ajal menjemput dan sebelum matahari
terbit dari barat. Allah berfirman:
Yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain
beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina,
barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat
(pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada
hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,
kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh;
maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqon: 68-70)
Dan diantara sekian masa lalu kelam yang banyak menimpa para pemudi
Islam adalah pernah terjatuh pada perbuatan zina, kemudian Allah
limpahkan kepadanya hidayah dan dia bertaubat darinya. Maka datanglah
hari dimana seorang lelaki yang ingin mempersuntingnya datang melamar.
Hati pun bimbang, apakah harus mengabarkan tentang masa lalunya ataukah
harus menutupinya??
Maka ketahuilah wahai saudariku, termasuk dari rahmat Allah kepada
hamba-Nya adalah dengan menutupi aib-aib yang dilakukan oleh hambanya.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu,
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda:
“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di
hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya.” (HR. Muslim no. 2390)
Inilah kabar gembira dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, maka apabila
Sang Pencipta alam semesta, yang berhak mengazab hamba-hamba-Nya
disebabkan dosa-dosanya menutupi dosa-dosa hamba-Nya, maka tentunya
lebih utama lagi hamba tersebut untuk menutupi aib dirinya sendiri dan
juga aib saudaranya. Maka sekian banyak dalil-dalil menunjukkan hal
tersebut, diantaranya adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wassallam:
“Jauhilah dosa yang telah Allah larang. Siapa saja yang telah
terlanjur melakukan dosa tersebut, maka tutuplah rapat-rapat dengan apa
yang telah Allah tutupi.” (HR. Al-Baihaqi dan dishohihkan oleh Al-Albani
dalam As-Shohihah 663 dari Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma)
Dan bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam mengancam bahwa
orang yang suka membuka aibnya sendiri setelah ditutupi oleh Allah, maka
Allah tidak akan mengampuninya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam
bersabda:
“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di
antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan
maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri
yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini
dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan,
namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka aib-aibnya yang telah
Allah tutup. (HR. Bukhori No. 6069 dan Muslim 2990 dari Abu Hurairoh
Radhiyallahu’ anhu)
Maka dari dalil-dalil ini maka seorang wanita tidak boleh membuka
aibnya di masa lalu apabila dia telah berzina, walaupun yang bertanya
adalah laki-laki yang akan melamarnya,
Maka hendaklah dia mengelak dari pertanyaan tersebut, dan apabila
terpaksa untuk menjawab, maka berilah jawaban dengan Tauriyah yaitu
jawaban yang memberikan pemahaman makna berbeda bagi yang mendengar
dengan yang diniatkan oleh yang ditanya.
Bisa saja dengan jawaban, “Kalau memang anda ragu, cari wanita lain,“
atau dengan jawaban “Apakah anda menganggap saya seorang penzina??“
Atau dengan jawaban, “Saya bukan seorang pelacur,” atau dengan jawaban,
“Saya tidak berhubungan dengan laki-laki,” dan dia niatkan dalam hatinya
yakni saat itu, bukan masa lalu.
Wallahu a’lam
* Catatan ini adalah pengembangan dari jawaban atas pertanyaan yang
diajukan kepada Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syitsri Hafidzahullahu,
anggota Hai’ah Kibarul Ulama Saudi Arabia, pada saat Dauroh Ramadhan
Kitab Sunan Abi Dawud, di Masjidil Haram, Makkah, Saudi Arabia. Bulan
Ramadhan 1433 H.
Sumber: http://assamarindy.com/?p=1164
No comments:
Post a Comment