Thursday, November 22, 2012

Jangan Katakan "Aku Tidak Perawan Lagi"

Tak ada manusia yang sempurna, selalu saja ada masa lalu kelam yang terkadang selalu mengiringi hari-hari berikutnya. Hanya saja perbedaannya. Bahwa terkadang pada seseorang masa lalunya lebih kelam dari yang lainnya.


Akan tetapi Allah dengan rahmatnya terus menerus menerima taubat hambanya, siang dan malam…. Sebelum Ajal menjemput dan sebelum matahari terbit dari barat. Allah berfirman:



Yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqon: 68-70)



Dan diantara sekian masa lalu kelam yang banyak menimpa para pemudi Islam adalah pernah terjatuh pada perbuatan zina, kemudian Allah limpahkan kepadanya hidayah dan dia bertaubat darinya. Maka datanglah hari dimana seorang lelaki yang ingin mempersuntingnya datang melamar. Hati pun bimbang, apakah harus mengabarkan tentang masa lalunya ataukah harus menutupinya??


Maka ketahuilah wahai saudariku, termasuk dari rahmat Allah kepada hamba-Nya adalah dengan menutupi aib-aib yang dilakukan oleh hambanya. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda:

“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya.” (HR. Muslim no. 2390)



Inilah kabar gembira dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, maka apabila Sang Pencipta alam semesta, yang berhak mengazab hamba-hamba-Nya disebabkan dosa-dosanya menutupi dosa-dosa hamba-Nya, maka tentunya lebih utama lagi hamba tersebut untuk menutupi aib dirinya sendiri dan juga aib saudaranya. Maka sekian banyak dalil-dalil menunjukkan hal tersebut, diantaranya adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam:




“Jauhilah dosa yang telah Allah larang. Siapa saja yang telah terlanjur melakukan dosa tersebut, maka tutuplah rapat-rapat dengan apa yang telah Allah tutupi.” (HR. Al-Baihaqi dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah 663 dari Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma)



Dan bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam mengancam bahwa orang yang suka membuka aibnya sendiri setelah ditutupi oleh Allah, maka Allah tidak akan mengampuninya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda:



“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka aib-aibnya yang telah Allah tutup. (HR. Bukhori No. 6069 dan Muslim 2990 dari Abu Hurairoh Radhiyallahu’ anhu)


Maka dari dalil-dalil ini maka seorang wanita tidak boleh membuka aibnya di masa lalu apabila dia telah berzina, walaupun yang bertanya adalah laki-laki yang akan melamarnya,


Maka hendaklah dia mengelak dari pertanyaan tersebut, dan apabila terpaksa untuk menjawab, maka berilah jawaban dengan Tauriyah yaitu jawaban yang memberikan pemahaman makna berbeda bagi yang mendengar dengan yang diniatkan oleh yang ditanya.



Bisa saja dengan jawaban, “Kalau memang anda ragu, cari wanita lain,“ atau dengan jawaban “Apakah anda menganggap saya seorang penzina??“ Atau dengan jawaban, “Saya bukan seorang pelacur,” atau dengan jawaban, “Saya tidak berhubungan dengan laki-laki,” dan dia niatkan dalam hatinya yakni saat itu, bukan masa lalu.



Wallahu a’lam


* Catatan ini adalah pengembangan dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syitsri Hafidzahullahu, anggota Hai’ah Kibarul Ulama Saudi Arabia, pada saat Dauroh Ramadhan Kitab Sunan Abi Dawud, di Masjidil Haram, Makkah, Saudi Arabia. Bulan Ramadhan 1433 H.



No comments:

Post a Comment