Biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani termuat dalam
kitab Adz Dzail 'Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya
Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Tetapi, buku ini belum diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia.
Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu
kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan
mencintainya. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau
berada di atas Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka hal
ini merupakan suatu kekeliruan. Karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wa sallam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan
rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa dilampaui di sisi Allah
oleh manusia siapapun.
Ada juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam
do'a mereka. Berkeyakinan bahwa do'a seseorang tidak akan dikabulkan
oleh Allah, kecuali dengan perantaraannya. Ini juga merupakan kesesatan.
Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara
tidak ada syari'atnya dan ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada
yang berdo'a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar.
Sebab do'a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan
kepada selain Allah. Allah melarang makhluknya berdo'a kepada selainNya.
Allah berfirman, yang artinya:
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah
kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya
di samping (menyembah) Allah." (QS.
Al Jin:18)
Nama dan Nasab
Seorang ahli sejarah Islam, Ibnul Imad menyebutkan tentang nama dan
masa hidup Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany: “Pada tahun 561 H hiduplah
Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Abi Sholeh bin Janaky Dausat bin Abi Abdillah
Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin
Musa Al-Huzy bin Abdullah Al-Himsh bin Al-Hasan bin Al-Mutsanna bin
Al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al- Jailany ”. (Lihat Syadzarat
Adz-Dzahab (4/198) oleh Ibnul Imad Al-Hanbaly)
Tempat Kelahiran
Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany adalah salah seorang ulama
ahlusunnah yang berasal dari negeri Jailan. Kepada negeri inilah beliau
dinasabkan sehingga disebut “Al-Jailany”, artinya seorang yang berasal
dari negeri Jailan. Jailan merupakan nama bagi beberapa daerah yang
terletak di belakang Negeri Thobaristan. Tidak ada satu kota pun
terdapat di negeri Jailan kecuali ia hanya merupakan bentuk perkampungan
yang terletak pada daerah tropis di sekitar pegunungan. (Lihat Mu ’jam
Al-Buldan (4/13-16) Oleh Abu Abdillah Yaqut bin Abdillah Al-Hamawy)
Masa Pendidikan
Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan
tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang
ulama seperti Ibnu 'Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra' dan
juga Abu Sa'ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu
ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.
Pujian Para Ulama Kepada Beliau
Para ulama memberikan pujian kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany termasuk
orang yang berpegang-teguh dengan sunnah dalam masalah-masalah yang
berkaitan dengan sifat-sifat Allah, Qodar, dan semisalnya,
bersungguh-sungguh dalam membantah orang yang menyelisihi perkara
tersebut.
Ibnu Rajab rahimahullah juga berkata, "Syaikh Abdul Qadir
Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat
Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah.
Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab
yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya
mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat
dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir
dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. "
Imam Muwaffaquddin Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Kami masuk Baghdad tahun
561 H. Ternyata Syaikh Abdul Qadir termasuk orang yang mencapai puncak
kepemimpinan dalam ilmu, harta, fatwa dan amal disana. Penuntut ilmu
tidak perlu lagi menuju kepada yang lainnya karena banyaknya ilmu,
kesabaran terhadap penuntut ilmu, dan kelapangan dada pada diri beliau.
Orangnya berpandangan jauh. Beliau telah mengumpulkan sifat-sifat yang
bagus, dan keadaan yang agung. Saya tak melihat ada orang yang seperti
beliau setelahnya. ” (Lihat Dzail Thobaqot Hanabilah (1/293) karya Ibnu
Rajab.)
Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, Ibnu Qudamah rahimahullah
menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa
kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat
perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya
untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan
makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu."
Imam Adz Dzahabi rahimahullah mengatakan, "intinya Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat
kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya, dan Allah menjanjikan
(ampunan atas kesalahan-kesalahan orang-orang beriman). Namun sebagian
perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau." (As-Siyar
XX/451).
Imam Adz Dzahabi rahimahullah juga berkata, "Tidak ada seorangpun
para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak
kisah hikayat, selain Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak
di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil
terjadi."
Syaikh Rabi' bin Hadi Al Makhdaly hafidzahullah berkata dalam
kitabnya, Al Haddul Fashil, hal.136, "Aku telah mendapatkan
aqidah beliau (Syaikh Abdul Qadir Al Jailani) di dalam kitabnya
yang bernama Al Ghunyah. Maka aku mengetahui bahwa ia adalah seorang
Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah
lainnya di atas manhaj salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok
Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok
lainnya dengan manhaj Salaf.
Madzhab Fiqh Beliau
Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus sunnah mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, "thariqah" yang berbeda dengan jalan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya,
Al Ghunyah, "Dia (Allah) di arah atas, berada di atas 'ArsyNya,
meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. "Kemudian
beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, "Sepantasnya
menetapkan sifat istiwa' (Allah berada di atas 'ArsyNya) tanpa takwil
(menyimpangkan kepada makna lain). Dan hal itu merupakan istiwa'
dzat Allah di atas 'Arsy.
Perjalanan Dakwah
Suatu ketika Abu Sa'ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut.
Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar
nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu
datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya.
Maka diadakan perluasan.
Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, menukilkan perkataan
Syaikh sebagai berikut, "Lebih dari lima ratus orang masuk
Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal,
seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami
Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.
Karomah-Karomah Beliau
Adapun khurafat yang biasa dinisbahkan kepada beliau sebagaimana yang
telah kami sebutkan contohnya di atas, maka Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Akan tetapi Al-Muqri’ Abul Hasan Asy-Syanthufi
Al-Mishri telah mengumpulkan berita-berita, dan keistimewaan Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailany sebanyak tiga jilid. Ia telah menulis di dalamnya
suatu musibah, dan cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta jika ia
menceritakan segala yang ia dengar. Di dalamnya terdapat keanehan,
malapetaka, pengakuan dusta, dan ucapan batil, yang tak bisa lagi
dihitung. Semua itu tak bisa dinisbahkan kepada Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailany rahimahullah. Kemudian saya mendapatkan Al-Kamal Ja ’far
Al-Adfawy telah menyebutkan bahwa Asy-Syanthufi sendiri tertuduh dusta
dalam berita yang ia riwayatkan dalam kitab ini. ” (Lihat Dzail Thobaqot
Hanabilah (1/293) karya Ibnu Rajab)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Mereka telah menyebutkan dari
beliau (Abdul Qadir Al-Jailany) ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan,
pengungkapan urusan gaib, yang kebanyakannya adalah ghuluw (sikap
berlebih-lebihan). Beliau orangnya sholeh dan wara ’. Beliau telah
menulis kitab Al-Ghun-yah, dan Futuh Al-Ghaib. Dalam kedua kitab ini
terdapat beberapa perkara yang baik, dan ia juga menyebutkan di dalamnya
hadits-hadits dha ’if, dan palsu. Secara global, ia termasuk di antara
pemimpin para masyayikh (orang-orang yang berilmu )”. (Lihat Al-Bidayah
wa An-Nihayah (12/252) oleh Ibnu Katsir)
Kesimpulan
Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah seorang ulama ahlussunnah
wal jamaah. Mempunyai karya-karya ilmiah di antaranya kitab
Al-Ghun-yah dalam masalah tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat, yang di
dalamnya beliau menjelaskan tentang akidah ahlussunnah.
Sebagian ulama belakangan menyebutkan bahwa memang beliau mempunyai
beberapa karamah, hanya saja sebagian orang-orang jahil lagi ghuluw
kepada beliau terlalu membesar-besarkan kejadiannya dan banyak menambah
kisah-kisah palsu lagi dusta lalu menyandarkannya kepada beliau
-rahimahullah-. Wallahu a ’lam bishshawab.
(Ringkasan dari muqaddimah tulisan Al-Ustadz Abu Faizah Abdul Qadir
yang berjudul Biografi Abdul Qadir Al-Jailani Sebuah sosok yang
dikultuskan ahli tasawwuf)
Majalah As-Sunnah edisi 07/VI/1423H-2002M
BUKAN Sufi??? Ngawur ente!!!
ReplyDeletebeliau adalah jamaah ahlus sunnah yang mengikuti sunnah nabi....alhamdulilah
ReplyDeleteente orang Wahabi, ngaku2 salafi
ReplyDeletebaca yg bener, belajar lg yg bener
wahabi tu paling mudah ngucap bid'ah,musryik,syirik
merasa diri palng bener.
dasar wahabi
Pada 22 Mei 2008, saya juga menulis tentang Syeikh Abdul Qodir Al Jilani. Silakan mampir di sini:http://www.wuryanano.com/2008/05/22/karomah-syeikh-abdul-qodir-al-jilani/
ReplyDeleteSeorang wahabi ataupun salafi tidak akan mempercayai kalau Syaikh Abdul Qodir Al Jilani pernah bermimpi bertemu Rosullulloh,dan mendapati ajaran tarekat Qodiriyah dari mimpi tersebut...karena baik wahabi maupub salafi kalian cuma berkutat pada syariat,padahal ada 4 tingkatan ibadah: 1 syariat (dasar), 2 tarekat (dari ibadah syariat di istiqomah tanpa putus), 3 hakikat (balance antara hati dan fikiran), 4 ma'rifat (hanya khusus utusan Alloh)
ReplyDeleteBang Ferdy, saya ada beberapa pertanyaan, tolong dijawab yang jujur ya..
ReplyDelete1) Sebenernya, Rasulullah ikut tarekat yang mana? Tarekat Qodiriyah, Naqshabandiyah atau apa?
2) Rasulullah udah sampai tingkatan ibadah yang mana? Syariat, Tarekat, Hakikat atau Ma'rifat?
3) Jelaskan juga apa bedanya 4 tingkatan ibadah yana abang sebutkan? Jujur saya belum tau bang...