Saturday, July 21, 2012

Apakah Menulis Bantahan Ilmiyyah Merupakan Sebab Perpecahan

Ketika terjadi perselisihan diantara para ulama, dengan serta merta kita pun menyatakan bahwa ini adalah perselisihan pribadi di antara mereka. Memang ungkapan semisal ini ada benarnya, karena banyak pula contoh dari para ulama salaf yang berselisih karena adanya hasad maupun masalah pribadi seperti kisah antara Al-Imam Bukhary dan gurunya Al-Imam Adz-Dzuhly rahimahumallah

Namun tidak sedikit pula para ulama yang berselisih dengan ulama lain memang karena salah satu  dari mereka ada yang menyelisihi sunnah dan terdapat hawa nafsu dalam kitab-kitab yang ditulisnya sehingga menuai banyak kritikan. Lalu para ulama pun menulis bantahan ilmiyyah sebagai nasehat dan bentuk ghirah (kecemburuan) mereka terhadap agama ini.

Lalu apakah dibenarkan ungkapan seseorang “tidak seharusnya kita saling memberikan bantahan satu sama lain karena hal itu akan menimbulkan perpecahan dan perselisihan di tengah umat” ?, Syaikh Ahmad An-Najmi rahimahulllah menjawabnya dalam fatwa beliau di bawah ini :


وقال الشيخ أحمد النجمي أيضًا في الفتاوى الجلية : الردود واجبةٌ بوجوب الأمربالمعروف، والنَّهي عن المنكر، فكما أنَّه لا يجوز لنا أن نقر الباطل مهما كان نوعه
سوا ء كان في الأخلاق أو في المعاملات أو في العبادات أو في العقائد وهو الأهم

الردود الَّتِي تقع إنَّما تقع على أقوامٍ أخطأوا في العقيدة أو في غيرها، فأدخلوا في الإسلام ما ليس منه؛ أحلوا حرا ما أو حرموا حلا لا أو أباحوا ممنوعا أوسكتوا عن الشرك وغضوا الطرف عن أهله، أو ابتدعوا بدعة في الدين حتى يظن الظان أ ن تلك البدع من الدين

فمن أجل ذلك رد أقوام من السلفيين على أقوامٍ من المبتدعة وبينوا الأخطاء الَّتِي وقعوا فيها
سوا ء كانت في العقيدة أو في المعاملات أو في العبادات و إ ن هؤلاء الذين فعلوا ذلك
وكلفوا أنفسهم بالرد إنَّما فعلوا ذلك بياًنا للحق، ودفعا للباطل وذودا عن الدين،
 وحماية له من أن يدخل فيه ما ليس منه

 فهؤلاء قد فعلوا ما أمر الله به، وَلم يكن منهم اعتداء على أحد ولا خروج عن الحق
وإنَّما أرادوا أن يفهم الناس الحق ويبتعدوا عن الباطل، فمن يخطئهم فهو المخطئ،
 ومن يضلِّلهم فهو الضال.

أ ما قول القائل: بأنَّه يجب علينا أن نجتمع، وأن نتآخى،فنقول لهم: على أي شيءٍ نجتمع؟!!
فالله عزوجل أمرنا أن نجتمع على الحق، وَلم يأمرنا أن نجتمع على الباطل
والله عز وجل أمرنا أن نكون أ مة واحدة كما كان أصحاب رسول الله أ مة واحدة
علما بأ ن أصحابه كان فيهم المنافق، وكان يعاديهم اليهود والنصارى، والصابئون، والمشركون الوثنيون وقد قال

وما هذه إلاَّ خدعةٌ، وما هذا إلاَّ تضليل حينما يقا ل إنَّه لا ينبغي أن يرد بعضنا على بعض
لأ ن في ذلك شقٌّ للصف، وإظهارللعداوة فيما بين المؤمنين
وهؤلاء منهم من يقول: هذا خداعا، وهو يعلم أ ن الحق في غيره، ومنهم من يقول هذا تقليدا لغيره ومحاكاًة لمن يقول هذا القول لأ ن هذا القول ربما انطلى على من لا يعلم، فظن أنَّه حق و هو باطل وظن أ ن من قاله ناصح، وهو إنَّما قاله ليكيد به الإسلام ويضر به الدين،
 فلو سكت أهل الحق والمعرفة حتى يستفحل أمر المبتدعة لكان في ذلك ضرر عظيم.

وما نصر الله نبيه، وأصحاب نبيه إلاَّ لأنَّهم نصروا الحق على أنفسهم أولا
وعلى غيرهم ثانيا والله تعالى قد قال :
   
فإذا نصرنا الله على أنفسنا، وعلى من سوانا نصرنا الله وإذا خذلنا الحق
وكتمنا ما أمرنا الله بأ ن نبلغه للناس فإنَّا نكون حينئذٍ قد تعرضنا لغضب الله
فلا يستقيم الدين إ لاَّ بالتناصح، و التواصي بالحق، والأمر بالمعروف، والنهي عن المنكر
وبِهذا نعلم أ ن الردود الَّتِي تكون في محلها حقٌّ،وبِها تكون إقامة الدين
ومن قال خلاف ذلك حكم عليه بالضلال؛ لأنَّه بكتمان الحق أراد أن يستفحل الباطل
نسأل الله للجميع الهداية والتوفيق، والسداد.

Syaikh Ahmad An-Najmi rahimahullah dalam Al-Fatawaa Al-Jaliyyah berkata :

“Membantah (Ahlul Bid’ah) adalah sebuah kewajiban seperti wajibnya amar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana kita tidak boleh membiarkan kebatilan apapun bentuknya, baik dalam permasalahan akhlak, mu’amalah, ibadah maupun dalam masalah yang terpenting yaitu aqidah.

Bantahan-bantahan (para ulama ahlus-sunah –pen-) hanyalah diberikan kepada sekelompok orang yang terjatuh dalam kesalahan baik dalam permasalahan aqidah maupun yang lain. Mereka menambahkan dalam Islam apa yang bukan darinya, menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, membolehkan perkara yang dilarang, diam terhadap kesyirikan dan memejamkan mata dari para pelaku kesyirikan. Atau mereka membuat bid’ah dalam agama ini hingga kaum muslimin mengira bahwa bid’ah tersebut berasal dari agama Islam.

Oleh karena itu, sebagian dari Salafiyyin membantah sekelompok dari mubtadi’ah (ahlul bid’ah), menerangkan kesalahan-kesalahan mereka baik dalam permasalahan aqidah, muamalah maupun ibadah. Para ulama yang membebani diri mereka dengan membuat bantahan-bantahan ilmiyyah, mereka hanyalah bermaksud menjelaskan kebenaran, membantah kebatilan, melindungi dan membela agama ini dari penyusupan –penyusupan (bid’ah) yang bukan termasuk darinya.

Mereka (para ulama) benar-benar telah mewujudkan apa yang Allah perintahkan. Mereka tidaklah bermaksud untuk melakukan permusuhan terhadap seseorang atau keluar dari kebenaran. Mereka hanyalah ingin menjelaskan kebenaran dan menjauhkan kebatilan dari umat. Barangsiapa yang dikritik oleh ulama dengan sebuah kesalahan, maka memang demikianlah keadaannya dan barangsiapa yang dikatakan sesat oleh mereka maka ia termasuk tokoh-tokok sesat.

Adapun ungkapan sebagian orang : “wajib bagi kita untuk bersatu dan saling bersaudara ” maka kita katakan kepada mereka, “Persatuan di atas apa?”. Allah ‘azza wajalla memerintahkan kita untuk bersatu di atas kebenaran dan melarang kita untuk bersatu di atas kebatilan. Allah ‘azza wajalla memerintahkan kita untuk menjadi umat yang satu sebagaimana keadaaan para sahabat rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa orang-orang yang hidup bersama beliau diantara mereka ada orang-orang munafiq. Ada pula kaum Yahudi, Nashrani, Shabi’in, dan  Musyrikin penyembah berhala yang memusuhi mereka (para sahabat). Allah ‘azza wajalla berfirman : “Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Jahannam dan itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.”

Ungkapan “wajib bagi kita untuk bersatu” adalah sebuah pengelabuan dan penyesatan terhadap umat. Dikatakan pula “tidak seharusnya kita saling memberikan bantahan satu sama lain karena hal itu akan menimbulkan perpecahan dan perselisihan diantara kaum mu’minin

Diantara mereka ada yang menyatakan : “ini adalah sebuah pengelabuan (terhadap umat)” padahal ia sendiri pun mengakui bahwa kebenaran berada pada orang lain. Ada pula yang menyatakan “ini adalah fenomena taklid yang telah menjangkiti sebagian orang yang tidak mengerti apa-apa, hanya bisa menukil ucapan seorang (ulama-pen)

Ia menyangka kebatilan sebagai sebuah kebenaran, menganggap orang yang memberikan nasehat (para ulama) telah berbuat kerusakan dan tipu daya terhadap Islam. Seandainya para ulama itu diam, tidak menjelaskan kesesatan ahlul bid’ah tentu akan terjadi kerusakan yang besar.

Tidaklah Allah menolong nabi-Nya dan para sahabatnya kecuali karena mereka menolong kebenaran dalam diri mereka (mengamalkannya –pen-) dan mendakwahkannya kepada orang lain. Allah ‘azza wajalla berfirman : “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Jika kita menolong agama Allah dalam diri kita dan selain kita, niscaya Allah akan menolong kita. Namun, jika kita menelantarkan dan menyembunyikan kebenaran yang Allah perintahkan untuk disampaikan, maka kita telah menyerahkan diri kita kepada kemurkaan Allah. Tidaklah agama ini akan tegak kecuali dengan nasehat, saling berwasiat dalam kebenaran dan amar ma’ruf nahi munkar.

Dari sini kita mengetahui bahwa bantahan-bantahan ilmiyyah yang diberikan para ulama adalah benar dan pada tempatnya. Dan dengan bantahan-bantahan tersebut, agama ini akan tegak. Barangsiapa yang menyatakan selain itu, maka dihukumi sebagai penyeru kesesatan. Sebab ketika ia ingin kebenaran itu disembunyikan berarti ia ingin kebatilan itu nampak.

Kita memohon kepada Allah taufiq, hidayah dan menjadikan kita berada di atas kebenaran.” Selesai perkataan Syaikh rahimahullah

Sumber : Al-Fatawaa Al-Jaliyyah lissyaikh Ahmad An-Najmi rahimahullah

-Abul-Harits, di Ma’had tercinta Ibnu Taimiyyah, selesai edit 1 Ramadhan 1433 H -

No comments:

Post a Comment