Ketika terjadi perselisihan diantara para
ulama, dengan serta merta kita pun menyatakan bahwa ini adalah perselisihan
pribadi di antara mereka. Memang ungkapan semisal ini ada benarnya, karena banyak
pula contoh dari para ulama salaf yang berselisih karena adanya hasad maupun
masalah pribadi seperti kisah antara Al-Imam Bukhary dan gurunya Al-Imam
Adz-Dzuhly rahimahumallah.
Namun tidak sedikit pula para ulama yang berselisih dengan ulama lain memang karena salah satu dari mereka ada yang menyelisihi sunnah dan terdapat hawa nafsu dalam kitab-kitab yang ditulisnya sehingga menuai banyak kritikan. Lalu para ulama pun menulis bantahan ilmiyyah sebagai nasehat dan bentuk ghirah (kecemburuan) mereka terhadap agama ini.
Namun tidak sedikit pula para ulama yang berselisih dengan ulama lain memang karena salah satu dari mereka ada yang menyelisihi sunnah dan terdapat hawa nafsu dalam kitab-kitab yang ditulisnya sehingga menuai banyak kritikan. Lalu para ulama pun menulis bantahan ilmiyyah sebagai nasehat dan bentuk ghirah (kecemburuan) mereka terhadap agama ini.
Lalu apakah dibenarkan ungkapan seseorang “tidak
seharusnya kita saling memberikan bantahan satu sama lain karena hal itu akan
menimbulkan perpecahan dan perselisihan di tengah umat” ?, Syaikh Ahmad
An-Najmi rahimahulllah menjawabnya dalam fatwa beliau di bawah ini :
وقال الشيخ أحمد النجمي أيضًا في الفتاوى الجلية : الردود واجبةٌ بوجوب الأمربالمعروف، والنَّهي عن المنكر، فكما أنَّه لا يجوز لنا أن نقر الباطل مهما كان نوعه
سوا ء كان في الأخلاق أو في المعاملات أو في العبادات أو في العقائد وهو الأهم
الردود الَّتِي تقع إنَّما تقع على أقوامٍ أخطأوا في العقيدة أو في غيرها، فأدخلوا في الإسلام ما ليس منه؛ أحلوا حرا ما أو حرموا حلا لا أو أباحوا ممنوعا أوسكتوا عن الشرك وغضوا الطرف عن أهله، أو ابتدعوا بدعة في الدين حتى يظن الظان أ ن تلك البدع من الدين
فمن أجل ذلك رد أقوام من السلفيين على أقوامٍ من المبتدعة وبينوا الأخطاء الَّتِي وقعوا فيها
سوا ء كانت في العقيدة أو في المعاملات أو في العبادات و إ ن هؤلاء الذين فعلوا ذلك
وكلفوا أنفسهم بالرد إنَّما فعلوا ذلك بياًنا للحق، ودفعا للباطل وذودا عن الدين،
وحماية له من أن يدخل فيه ما ليس منه
فهؤلاء قد فعلوا ما أمر الله به، وَلم يكن منهم اعتداء على أحد ولا خروج عن الحق
وإنَّما أرادوا أن يفهم الناس الحق ويبتعدوا عن الباطل، فمن يخطئهم فهو المخطئ،
ومن يضلِّلهم فهو الضال.
أ ما قول القائل: بأنَّه يجب علينا أن نجتمع، وأن نتآخى،فنقول لهم: على أي شيءٍ نجتمع؟!!
فالله عزوجل أمرنا أن نجتمع على الحق، وَلم يأمرنا أن نجتمع على الباطل
والله عز وجل أمرنا أن نكون أ مة واحدة كما كان أصحاب رسول الله أ مة واحدة
علما بأ ن أصحابه كان فيهم المنافق، وكان يعاديهم اليهود والنصارى، والصابئون، والمشركون الوثنيون وقد قال
وما هذه إلاَّ خدعةٌ، وما هذا إلاَّ تضليل حينما يقا ل إنَّه لا ينبغي أن يرد بعضنا على بعض
لأ ن في ذلك شقٌّ للصف، وإظهارللعداوة فيما بين المؤمنين
وهؤلاء منهم من يقول: هذا خداعا، وهو يعلم أ ن الحق في غيره، ومنهم من يقول هذا تقليدا لغيره ومحاكاًة لمن يقول هذا القول لأ ن هذا القول ربما انطلى على من لا يعلم، فظن أنَّه حق و هو باطل وظن أ ن من قاله ناصح، وهو إنَّما قاله ليكيد به الإسلام ويضر به الدين،
فلو
سكت أهل الحق والمعرفة حتى يستفحل أمر المبتدعة لكان في ذلك ضرر عظيم.
وما نصر الله نبيه، وأصحاب نبيه إلاَّ لأنَّهم نصروا الحق على أنفسهم أولا
وعلى غيرهم ثانيا والله تعالى قد قال :
فإذا نصرنا الله على أنفسنا، وعلى من سوانا نصرنا الله وإذا خذلنا الحق
وكتمنا ما أمرنا الله بأ ن نبلغه للناس فإنَّا نكون حينئذٍ قد تعرضنا لغضب الله
فلا يستقيم الدين إ لاَّ بالتناصح، و التواصي بالحق، والأمر بالمعروف، والنهي عن المنكر
وبِهذا نعلم أ ن الردود الَّتِي تكون في محلها حقٌّ،وبِها تكون إقامة الدين
ومن قال خلاف ذلك حكم عليه بالضلال؛ لأنَّه بكتمان الحق أراد أن يستفحل الباطل
نسأل الله للجميع الهداية والتوفيق، والسداد.
Syaikh Ahmad An-Najmi rahimahullah dalam Al-Fatawaa
Al-Jaliyyah berkata :
“Membantah (Ahlul Bid’ah) adalah sebuah kewajiban seperti wajibnya
amar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana kita tidak boleh membiarkan kebatilan
apapun bentuknya, baik dalam permasalahan akhlak, mu’amalah, ibadah maupun
dalam masalah yang terpenting yaitu aqidah.
Bantahan-bantahan (para ulama ahlus-sunah –pen-) hanyalah diberikan
kepada sekelompok orang yang terjatuh dalam kesalahan baik dalam permasalahan
aqidah maupun yang lain. Mereka menambahkan dalam Islam apa yang bukan darinya,
menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, membolehkan perkara yang
dilarang, diam terhadap kesyirikan dan memejamkan mata dari para pelaku
kesyirikan. Atau mereka membuat bid’ah dalam agama ini hingga kaum muslimin
mengira bahwa bid’ah tersebut berasal dari agama Islam.
Oleh karena itu, sebagian dari Salafiyyin membantah sekelompok dari mubtadi’ah
(ahlul bid’ah), menerangkan kesalahan-kesalahan mereka baik dalam permasalahan
aqidah, muamalah maupun ibadah. Para ulama yang membebani diri mereka dengan
membuat bantahan-bantahan ilmiyyah, mereka hanyalah bermaksud menjelaskan
kebenaran, membantah kebatilan, melindungi dan membela agama ini dari
penyusupan –penyusupan (bid’ah) yang bukan termasuk darinya.
Mereka (para ulama) benar-benar telah mewujudkan apa yang Allah
perintahkan. Mereka tidaklah bermaksud untuk melakukan permusuhan terhadap
seseorang atau keluar dari kebenaran. Mereka hanyalah ingin menjelaskan
kebenaran dan menjauhkan kebatilan dari umat. Barangsiapa yang dikritik oleh
ulama dengan sebuah kesalahan, maka memang demikianlah keadaannya dan
barangsiapa yang dikatakan sesat oleh mereka maka ia termasuk tokoh-tokok
sesat.
Adapun ungkapan sebagian orang : “wajib
bagi kita untuk bersatu dan saling bersaudara ” maka kita katakan kepada
mereka, “Persatuan di atas apa?”. Allah ‘azza wajalla memerintahkan kita
untuk bersatu di atas kebenaran dan melarang kita untuk bersatu di atas
kebatilan. Allah ‘azza wajalla memerintahkan kita untuk menjadi umat
yang satu sebagaimana keadaaan para sahabat rasulillah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa orang-orang yang hidup
bersama beliau diantara mereka ada orang-orang munafiq. Ada pula kaum Yahudi,
Nashrani, Shabi’in, dan Musyrikin
penyembah berhala yang memusuhi mereka (para sahabat). Allah ‘azza wajalla
berfirman : “Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik
dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Jahannam dan itu
adalah seburuk-buruknya tempat kembali.”
Ungkapan “wajib bagi kita untuk
bersatu” adalah sebuah pengelabuan dan penyesatan terhadap umat. Dikatakan
pula “tidak seharusnya kita saling memberikan bantahan satu sama lain karena
hal itu akan menimbulkan perpecahan dan perselisihan diantara kaum mu’minin”
Diantara mereka ada yang menyatakan :
“ini adalah sebuah pengelabuan (terhadap umat)” padahal ia sendiri pun mengakui
bahwa kebenaran berada pada orang lain. Ada pula yang menyatakan “ini adalah
fenomena taklid yang telah menjangkiti sebagian orang yang tidak mengerti
apa-apa, hanya bisa menukil ucapan seorang (ulama-pen)”
Ia menyangka kebatilan sebagai sebuah
kebenaran, menganggap orang yang memberikan nasehat (para ulama) telah
berbuat kerusakan dan tipu daya terhadap Islam. Seandainya para ulama itu
diam, tidak menjelaskan kesesatan ahlul bid’ah tentu akan terjadi kerusakan
yang besar.
Tidaklah Allah menolong nabi-Nya dan para
sahabatnya kecuali karena mereka menolong kebenaran dalam diri mereka
(mengamalkannya –pen-) dan mendakwahkannya kepada orang lain. Allah ‘azza
wajalla berfirman : “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Jika kita menolong agama Allah dalam diri
kita dan selain kita, niscaya Allah akan menolong kita. Namun, jika kita
menelantarkan dan menyembunyikan kebenaran yang Allah perintahkan untuk
disampaikan, maka kita telah menyerahkan diri kita kepada kemurkaan Allah.
Tidaklah agama ini akan tegak kecuali dengan nasehat, saling berwasiat dalam
kebenaran dan amar ma’ruf nahi munkar.
Dari sini kita mengetahui bahwa
bantahan-bantahan ilmiyyah yang diberikan para ulama adalah benar dan pada
tempatnya. Dan dengan bantahan-bantahan tersebut, agama ini akan tegak.
Barangsiapa yang menyatakan selain itu, maka dihukumi sebagai penyeru
kesesatan. Sebab ketika ia ingin kebenaran itu disembunyikan berarti ia
ingin kebatilan itu nampak.
Kita memohon kepada Allah taufiq, hidayah
dan menjadikan kita berada di atas kebenaran.” Selesai perkataan Syaikh rahimahullah
Sumber : Al-Fatawaa Al-Jaliyyah lissyaikh
Ahmad An-Najmi rahimahullah
-Abul-Harits, di Ma’had tercinta Ibnu
Taimiyyah, selesai edit 1 Ramadhan 1433 H -
No comments:
Post a Comment