Monday, July 23, 2012

12 Kesalahan yang Sering Terjadi di Bulan Ramadhan

Pada bulan Ramadhan, tidak jarang kita menjumpai beberapa kesalahan di tengah masyarakat berkaitan dengan puasa Ramadhan.

Berikut beberapa kesalahan dalam pelaksanaan puasa Ramadhan yang kami ingatkan guna menjaga kesempurnaan puasa setiap muslim dan muslimah. Wallâhul musta’ân.

Pertama: Menentukan Masuknya Ramadhan dengan Ilmu Falak

Menentukan masuknya bulan Ramadhan dengan menggunakan ilmu falak atau ilmu hisab adalah kesalahan yang sangat besar dan bertolak belakang dengan tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menegaskan,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Maka, barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa.” [Al-Baqarah: 185]

Juga dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dan hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّىَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلاَثِينَ

 “Berpuasalah kalian karena melihat (hilal) tersebut dan ber­bukalah kalian karena melihat (hilal) tersebut. Apabila tertutupi dari (pandangan) kalian, sempurnakanlah bulan (Sya’ban) menjadi tiga puluh (hari).”

Ayat dan hadits di atas sangatlah jelas menunjukkan bahwa masuknya Ramadhan berkaitan dengan hal melihat/menyaksikan hilal dan tidak dikaitkan dengan hal menghitung, menghisab, dan selainnya.

Kedua: Mempercepat Waktu Sahur

Hal ini tentunya bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengakhirkan waktu sahurnya hingga mendekati adzan shalat Shubuh sebagaimana dalam hadits Zaid bin Tsabit radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Zaid berkata,

تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ. قُلْتُ : كَمْ كَانَ قُدْرُ مَا بَيْنَهُمَا؟ قَالَ خَمْسِيْنَ آيَةً

“Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam kemudian bangkit untuk mengerjakan shalat. Saya (Anas bin Malik yang meriwayatkan dari Zaid,-pent.) berkata, ‘Berapa lama jarak antara keduanya (sahur dan adzan)?’ (Zaid) menjawab, ‘(Sepanjang pembacaan) lima puluh ayat.’.”

Ketiga: Menjadikan Tanda Imsak Sebagai Batasan Waktu Sahur

Sering terdengar saat Ramadhan, bunyi­-bunyian yang dijadikan sebagai tanda imsak (imsak sendiri berarti menahan, yaitu menahan diri dari makan, minum, jima’, dan berbagai pembatal puasa lain), seperti suara sirine, ayam berkokok, dan beduk, yang terdengar sekitar seperempat jam sebelum adzan. Tentunya hal ini merupakan kesalahan yang sangat besar dan bid’ah sesat lagi bertolak belakang dengan tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang mulia.

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menyatakan,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dan makan dan minumlah kalian hingga tampak, bagi kalian, benang putih terhadap benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” [Al-Baqarah: 187]

Dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan,

إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى تَسْمَعُوا تَأْذِينَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ

“Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari, maka makan dan minumlah kalian sampai mendengar seruan adzan Ibnu Ummi Maktum.”

Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa akhir waktu sahur adalah adzan kedua, yaitu adzan shalat Shubuh. Se­harusnya, inilah pegangan kaum muslimin, yaitu menjadikan adzan Shubuh sebagai ba­tas waktu terakhir makan sahur dan meninggalkan penggunaan tanda imsak, yang tidak pernah dikenal oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.


Keempat: Melafazhkan Niat Puasa saat Makan Sahur

Hal ini juga merupakan perkara yang salah karena letak niat adalah di dalam hati, tidak dilafazhkan, menurut kesepakatan ulama. Juga bahwa waktu niat tidak dikhususkan pada makan sahur saja, tetapi bermula dari terbenamnya ma­tahari sampai terbitnya fajar sebagaimana yang telah dimaklumi. Selain itu, pelafazhan niat juga merupakan perkara baru dalam agama ini yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Kelima: Meninggalkan Hal Berkumur-kumur dan Meng­hirup Air ketika Berwudhu

Hal ini juga merupakan kesalahan yang banyak terjadi pada kaum muslimin. Mereka menganggap bahwa hal berkumur-kumur dan menghirup air merupakan pembatal puasa, padahal hal tersebut merupakan perkara yang disunnahkan dalam hal berwudhu menurut pandangan syariat Islam sebagaimana yang telah diterangkan dalam banyak hadits.

Keenam: Anggapan bahwa Tidak boleh Menelan Ludah

Pada kaum muslimin, kita kadang mendapati angga­pan bahwa seseorang tidak boleh menelan ludah saat ber­puasa, sehingga kita kadang mendapati sebagian kaum muslimin sering meludah saat berpuasa. Maka, tidaklah diragukan bahwa hal ini merupakan sikap berlebihan dan pembebanan diri tanpa dilandasi dengan tuntu­nan yang benar dalam syariat Islam.

Ketujuh: Mengakhirkan Buka Puasa

Hal ini juga adalah kesalahan yang banyak terjadi pada kaum muslimin, padahal tuntunan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam sangatlah jelas akan kesunnahan mempercepat buka puasa bila masuknya waktu berbuka telah pasti sebagai­mana dalam hadits Sahl bin Sa’d As-Sa’idy radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا اْلفِطْرَ

“Manusia akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka mempercepat buka puasa.”

Kedelapan: Menghabiskan Waktu dengan Perkara Yang Sia-Sia saat Ramadhan

Karena, dalam hadits riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَسْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّيْ امْرُؤٌ صَائِمٌ

“… dan puasa adalah tameng. Bila salah seorang dari kalian berada pada hari puasa, janganlah ia berbuat rafats ‘sia-sia, perkataan keji, serta hubungan suami-istri dan pendahuluan-pendahuluannya,’ dan janganlah ia banyak mendebat. Kalau orang lain mencercanya atau memusuhinya, hendaknya ia berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’.”

Kesembilan: Ragu Mencicipi Makanan

Hal tersebut adalah kesalahan, padahal boleh sepanjang seseorang dapat menjaga agar tidak menelan makanan tersebut sebagaimana perkataan Abdullah bin Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ yang mempunyai hukum marfu’ dengan sanad yang hasan dari seluruh jalannya,

لَا بَأْسَ أَنْ يَذُوْقَ الصَّائِمُ الْخَلَّ وَالشَّيْءَ الَّذِيْ يُرِيْدُ شِرَاءَهُ مَالَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ

“Tidaklah mengapa, bagi orang yang berpuasa, merasa­kan cuka atau sesuatu yang ia ingin beli sepanjang hal itu tidak masuk ke dalam tenggorokannya.”

Kesepuluh: Lalai pada Akhir Ramadhan

Adalah kesalahan, menyibukkan diri dengan berbagai pekerjaan rumah tangga yang mungkin dikerjakan pada waktu lain sehingga melalaikan seseorang terhadap berbagai ibadah Ramadhan, khususnya pada sepuluh hari terakhir.

Kesebelas: Anggapan Bahwa Tunggakan Ramadhan Menjadi Dua Kali Lipat Bila Diundur Hingga Ramadhan Berikutnya

Keyakinan bahwa seseorang yang mengundur dalam hal mengqadha tunggakan puasa sampai setelah Ramadhan, tunggakan puasanya menjadi dua kali lipat merupakan kesalahan karena tidak ada dalil shahih yang menunjukkan hal tersebut.

Kedua Belas: Pembayaran Fidyah terhadap Puasa yang Belum Ditinggalkan

Membayar fidyah sebelum meninggalkan puasa Ramadhan adalah kesalahan, seperti perempuan hamil yang merencanakan untuk tidak berpuasa Ramadhan, lalu sebelum Ramadhan atau pada awal Ramadhan, dia membayar fidyah untuk tiga puluh hari. Tentunya, hal ini adalah perkara yang salah karena kewajiban pembayaran fidyah dibebankan atasnya apabila ia telah meninggalkan puasa.


Sumber : dzulqarnain.net

No comments:

Post a Comment