Monday, June 18, 2012

Hukum Makanan Dari Acara Syirik atau Bid'ah

Tanya :

Assalammu’alaykum ustad,
afwan ustad ana mau tanya, di bulan agustus ini banyak masyarakat kita yg merayakan hari kemerdekaan, termasuk seluruh perusahaan atau PT. Sebagian besar perusahaan meliburkan kantornya dlm rangka hari tersebut dan membagikan kupon sehari sehari sebelumnya kepada seluruh karyawan yaitu kupon makanan. 

Apa hukumnya mengambil makanan tersebut ustad sekalipun kita tidak merayakan hari kemerdekaan itu karena kita tahu hukumnya haram ?
mohon nasehatnya ustad. Jazakumullah khairan, Wassalammu’alaykum

Jawab :

Wa’alaykumussalam,

Pertanyaan Antum berkaitan dengan hukum memakan makanan dari suatu acara yang diharamkan, maka dalam hal ini perlu perincian:

Pertama: Hal itu diharamkan karena mengambil makanan tersebut adalah bentuk pertolongan terhadap kegiatan itu, demikian pula hal itu bisa menjadikan orang yang memakannya menjadi lemah hatinya untuk mengingkari kemungkaran tersebut dan bisa menjadi syubhat bagi orang-orang awam yang melihatnya.

Fatwa haram ini difatwakan oleh Asy-Syaikh Ahmad An-Najmi, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh dan Asy-Syaikh Abdurrahim Al-Bukhari sebagaimana pernah dikutip di majalah An-Nashihah.

Kedua: Apabila seorang yang mengambil makanan atau harta dari acara bid’ah -bahkan syirik- bisa menjelaskan bahwa acara atau kegiatan itu diharamkan, sedang makanan atau harta tersebut bisa dimanfaatkan maka tidak apa-apa mengambilnya. Seperti yang dijelaskan Asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah, berdasarkan satu riwayat bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah mengambil harta yang dipersembahkan untuk al-laata (perbuatan syirik) untuk membayar hutang Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqofy dan juga karena hukum asalnya makanan tersebut halal [lihat ta'liq Syaikh Bin Baz rahimahullah pada Fathul Majid, hal. 152, bab 9 (Maa Jaa fi Dzabhi li ghairillah)]

Diperkecualikan dari hal yang dibolehkan pada poin kedua adalah:

1. Makanan yang terbuat atau tercampur dengan sembelihan untuk selain Allah Ta’ala, haram untuk dimakan,

2. Upah pekerjaan haram seperti perdukunan dan lain-lain, juga haram dimakan.

Kedua jenis makanan ini haram secara mutlak terkait ataupun tidak dengan pembahasan ini.
Adapun berkaitan dengan kasus antum di atas maka ana nasihatkan untuk tidak mengambil makanan itu -jika tidak bisa Antum jelaskan- dan karena hal itu lebih selamat insya Allah Ta’ala.

Wallahu A’lam.

Dijawab oleh Ustadz Sofyan Chalid hafizhahullah


Sumber : nasehatonline.wordpress.com

8 comments:

  1. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

    Ustadz, kita disunnahkan untuk menjilati piring (sisa makanan) setelah makan karena kita tidak tahu dimana letak keberkahan makanan.

    tapi terkadang ada orang yang merasa jijik untuk menjilati piring (sisa makanan) sehingga dia tidak mengamalkan sunnah nabi diatas. meskipun dia mengetahui tentang sunnah untuk menjilati sisa makanan (piring).

    1.) apakah orang tsb telah melakukan kufur besar karena merasa jijik untuk menjilati piring sedangkan dia mengetahui hadits tentang disunnahkan menjilati sisa makanan.
    2.) jika orang tsb menerima dalil tentang menjilati sisa makanan tetapi tidak melaksanakan dalil tsb karena merasa jijik untuk menjilati piring. apakah hal ini juga termasuk kufur besar atau kufur kecil. atau bukan dosa karena perbuatan menjilati sisa makanan (piring) bersifat sunnah dan bukan wajib

    ReplyDelete
  2. Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh,

    Terdapat kaidah pokok dalam permasalahan ini yang harus antum pahami,

    Pertama, seorang yang melakukan perbuatan makruh atau meninggalkan amalan sunah, maka ia tidak berdosa

    Kedua, seorang yang meninggalkan amalan wajib atau melakukan perbuatan haram, maka ia terjatuh dalam dosa. Hanya saja untuk menentukan perbuatan itu, apakah termasuk dosa besar atau dosa kecil, harus berdasarkan dalil. Agama ini dibangun di atas dalil-dalil, tidak dibangun di atas prasangka maupun perasaan semata.

    Ketiga, demikian pula untuk menentukan suatu dosa, apakah termasuk dosa kekufuran atau tidak, juga harus berdasarkan dalil. Mengenai pertanyaan antum, saya melihat antum terlalu jauh jika memvonis perbuatan itu termasuk dosa kekufuran.

    Seseorang yang meninggalkan amalan sunah tidaklah dicela, tidak pula terjatuh dalam dosa, apalagi terjatuh dalam dosa kekufuran !! Jika ada bisikan dan was-was yang datang, timbanglah dengan tiga kaidah di atas.

    Mana dalilnya "tidak menjilati makanan" termasuk kekufuran? Jika tidak ada dalil, maka tidak perlu membuat kesimpulan yang berlebihan. Seandainya ada seorang muslim yang hanya mengamalkan amalan wajib serta meninggalkan perbuatan haram dalam Islam, maka ia akan masuk surga dan tidak diazab insya Allah, meskipun ia tidak mengamalkan amalan sunah sedikitpun seumur hidupnya.

    Dari Thalhah bin ‘Ubaidillâh Radhiyallahu anhu bahwa seorang Arab Badui datang menemui Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ! Kabarkan kepadaku, shalat apa yang diwajibkan Allah Azza wa Jalla atasku?” Beliau menjawab, “Shalat yang lima waktu, kecuali jika engkau mengerjakan salah satu yang disunnahkan.”

    Orang itu berkata, “Kabarkan kepadaku puasa apa yang Allah Azza wa Jalla wajibkan atasku?” Beliau menjawab, “Puasa Ramadhan, kecuali jika engkau mau mengerjakan puasa yang sunnah.” Orang itu berkata, “Kabarkanlah kepadaku zakat apa yang Allah Azza wa Jalla wajibkan atasku?” Kemudian Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkannya tentang syari’at-syari’at Islam.

    Kemudian orang itu berkata, “Demi (Allah Azza wa Jalla ) yang telah memuliakanmu dengan kebenaran, aku tidak mengerjakan suatu amalan sunnah dan aku tidak mengurangi apa yang telah Allah Azza wa Jalla wajibkan atasku sedikit pun.” Maka Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika ia benar (jujur), ia akan beruntung.” Atau beliau bersabda, “Jika ia benar (jujur), ia akan masuk surga.” [Al-Hadits]

    ReplyDelete
  3. yup ustadz, terkadang setan membisikkan seperti ini..

    kita mengetahui bahwa "menjilati sisa makanan" adalah sunnah. dan kita menerima (tidak menolak) dalil tersebut meskipun kita tidak melaksanakan.
    namun setan membisikkan jika kamu "menerima dalil tsb" kenapa tidak kamu jalankan (meskipun sunnah). apa alasanmu tidak menjalankan sunnah tersebut.
    kemudian hati saya menjawab bahwa saya orangnya memang agak merasa jijik jika harus menjilati makanan. meskipun dalam hati saya tidak menolak tentang sunnah menjilati makanan.
    lantas setan membisikann "wah berarti kamu merasa jijik donk dengan salah satu sunnah Rasulullah yaitu menjilati sisa makanan...kalau kamu merasa jijik berarti bisa dibilang kamu "menolak dalil" karena kalau kamu "menerima dalil" maka harusnya kamu tidak merasa jijik untuk menjilati sisa makanan di piring "

    itulah perdebatan di hati..hati saya tidak menolak sunnah tersebut. tetapi ketika timbul pertanyaan kenapa tidak melaksanakan sunnah tsb maka terus terang saya orangnya mudah merasa jijik ketika menjilati makanan..

    apakah alasan jijik bisa diterima untuk tidak melaksanakan salah satu sunnah Rasulullah. karena setan sering membisikkan bahwa alasan jijik tidak bisa diterima dan dianggap "menolak dalil"?

    ReplyDelete
  4. Saya tegaskan lagi, suatu amalan yang hukumnya sunah tidak ada keharusan untuk mengerjakannya. Jika antum mengerjakan yang sunah, maka mendapatkan pahala, jika ditinggalkan tidak berdosa. Antum tidak perlu berpikir macam-macam. Perasaan jijik adalah tabi'at manusia, alasan jijik itu wajar, tidak ada yang salah dengan hal itu.

    Justru yang perlu diobati dan diwaspadai adalah perasaan was-was yang menimpa antum, ini lebih berbahaya. Tujuan setan melemparkan was-was itu adalah agar seseorang meragukan keimanannya kepada Allah. Ketika terbetik perasaan keraguan dalam iman, sedikit demi sedikit setan akan menggiringnya pada kekufuran !! Setan akan berkata "kamu belum beriman", "kamu telah murtad karena terjatuh dalam dosa kekufuran", "kamu menolak sunah rasul, sehingga kamu kafir" dan bisikan-bisikan lain yang menyesatkan.

    Berlindunglah kepada Allah dari bisikan-bisikan setan, terutama saat was-was itu datang. Perbanyaklah membaca surat Al-Falaq dan An-Naas, di dalam kedua surat itu terdapat doa meminta perlindungan pada Allah dari was-was setan. Sebaik-baik doa adalah doa yang berasal dari Al-Qur'an dan hadits yang shahih.

    waffaqanallahu waiyyakum

    ReplyDelete
  5. Assalamu'alaikum

    Ustadz, saya seorang PNS dan ingin bertanya tentang penafsiran peraturan tentang uang makan

    Saya seorang PNS kementerian Keuangan. PNS Kemenkeu mendapatkan tunjangan Uang Makan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 22/PMK.05/2007. dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa uang makan adalah uang yang diberikan kepada PNS berdasarkan tarif dan dihitung secara harian UNTUK KEPERLUAN MAKAN PNS (pasal 1).

    jadi intinya apabila PNS kemenkeu masuk kerja maka dia berhak mendapat uang makan.

    Pertanyaan
    1.) Ketika PNS Kemenkeu mendapat Uang makan bolehkah (halal) dia gunakan untuk membelikan makanan/minuman bagi KELUARGA PNS ybs. karena uang makan tsb telah menjadi milik PNS tersebut sehingga dia boleh menggunakan terserah dia.
    ATAU
    2.) Uang Makan tersebut tidak boleh (haram) digunakan untuk membelikan makanan/minuman bagi keluarga PNS ybs. karena dalam peraturan disebutkan bahwa Uang Makan digunakan UNTUK KEPERLUAN MAKAN PNS. jadi apabila digunakan untuk keperluan lain maka hal terseut telah melanggar peraturan.

    terima kasih

    ReplyDelete
  6. Wa'alaikumussalam warahmatullah,

    silahkan uang makan itu Anda gunakan untuk keperluan keluarga, insya Allah tidak apa-apa. Ingatkah dulu waktu masih kecil, ketika Anda berkunjung ke rumah kakek atau ke rumah paman, terkadang Anda di beri uang saku oleh kakek atau paman sambil berkata: "nak, ini ada uang jajan terimalah". Jika uang itu Anda gunakan untuk membeli buku tulis dan peralatan sekolah bolehkah?

    Jawabnya, insya Allah boleh, karena kakek atau paman Anda tidak akan mempermasalahkan hal itu. Allahua'lam

    ReplyDelete
  7. Assalamu'alaikum

    Ustadz, saya mau bertanya tentang Jam kerja.

    Seseorang menjadi PNS di Kementerian Keuangan. Jam kerja di Kemenkeu sekitar 8 jam per hari. jadi jam kerja sebulan (20 hari kerja) adalah 160 Jam.

    Orang tersebut Dalam sebulan selalu masuk kerja. namun jam kerja sebulan total hanya 120 jam karena orang tersebut sering menggunakan waktu kerja untuk kepentingan pribadi (misal: ngobrol di koperasi)

    Pertanyaan:
    1.) Apakah gaji pokok yang dia terima semuanya halal karena dalam peraturan PNS memang tidak menyebutkan adanya 'pemotongan gaji pokok" akibat tidak bekerja secara maksimal (tidak bekerja sesuai jam kerja). apakah hal ini termasuk "pemberian/kebaikan" pemerintah sehingga kita tidak perlu mengembalikan sebagian gaji.

    terima kasih ustadz

    ReplyDelete