Friday, April 4, 2014

Keluar Kantor Saat Jam Kerja, Bolehkah? Gajinya Halal?

Para ulama yang duduk dalam Al-Lajnah Ad-Daimah mendapatkan pertanyaan mengenai para pegawai yang dituntut untuk berada di kantor selama jam kantor, ia malah keluar kantor untuk shopping tanpa izin pimpinan. Apa hukum perbuatan tersebut?

Jawaban para ulama Al-Lajnah Ad-Daimah:

"Keluarnya seorang pegawai di tengah-tengah jam kerja untuk kepentingan belanja adalah suatu hal yang tidak diperbolehkan, baik diizinkan oleh pimpinan kantor ataupun tidak. Karena tindakan tersebut jelas menyelisihi aturan pemerintah untuk PNS. Hal ini menyebabkan terlantarnya pekerjaan yang diamanahkan kepadanya dan berdampak terbengkalainya hak-hak kaum muslimin (baca: masyarakat) atau minimal pekerjaan tersebut tidak bisa terlaksana dengan baik.

Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dan al Askari dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إن الله يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه

"Sesungguhnya Allah mencintai apabila salah seorang diantara kalian melakukan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya." Redaksi semisal juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani." [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 23/415]

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya mengenai pegawai yang telat masuk kantor sampai setengah jam, terkadang dalam sebagian keadaan sampai telat satu jam atau bahkan lebih atau meninggalkan tempat kerja setengah jam sebelum jam kerja berakhir. Apa hukum perbuatan semacam ini?

Jawaban Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin:

"Nampaknya kasus ini tidak memerlukan jawaban, karena yang namanya gaji itu kompensasi dari kerja. Sebagaimana PNS tersebut tidak rela jika gajinya dipotong meski sedikit, maka demikian pula dia berkewajiban untuk tidak mengurangi hak negara sedikit pun. Seorang pegawai tidak boleh telat masuk kantor sebagaimana dia juga tidak diperbolehkan pulang sebelum jam kantor berakhir."

Penanya berkata:

"Akan tetapi sebagian orang beralasan bahwa dia pulang sebelum jam kantor berakhir disebabkan di kantor sudah tidak ada lagi pekerjaan karena pekerjaan yang ada tidak banyak."

Komentar Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin:

"Yang jelas, pegawai itu terikat dengan waktu bukan dengan pekerjaan. Gaji yang dia dapatkan itu kompensasi dari berada di kantor atau tempat kerja dari jam sekian sampai jam sekian, baik di kantor ada pekerjaan ataupun tidak ada pekerjaan. Jadi ketika gaji itu dikaitkan dengan waktu, maka pegawai tersebut harus memenuhi kewajiban terkait jam kantor. Jika tidak, maka gaji untuk jam kantor yang dikorupsi itu tergolong memakan harta dengan cara yang tidak halal." [Liqa Al-Bab Al-Maftuh, 9/14]

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin juga mendapatkan pertanyaan mengenai sebagian pegawai yang pulang sebelum jam kantor berakhir atau keluar di tengah tengah jam kantor meski kemudian kembali atau telat masuk kantor. Apa hukum hal tersebut?

Jawaban Asy-Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah:

"Tidak halal alias haram bagi para pegawai untuk pulang sebelum jam kantor berakhir, telat datang ke kantor dan meninggalkan kantor saat jam kerja. Jam kantor adalah hak negara dan sebagai kompensasi atas gaji yang dia dapatkan dari kas negara. Akan tetapi jika memang ada kebutuhan mendesak untuk meninggalkan tempat kerja saat jam kantor dan itu atas seizin pimpinan serta tidak menyebabkan pekerjaan terbengkalai, maka aku harap hal tersebut tidaklah mengapa."

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan mendapatkan pertanyaan mengenai sebagian pagawai yang kurang mendapatkan pengawasan yang pulang meninggalkan kantor sebelum zhuhur untuk makan siang bersama dengan istri kemudian balik ke kantor sampai jam kantor berakhir. Apakah perbuatan semacam ini diperbolehkan?

Jawaban Asy-Syaikh Al-Fauzan hafizhahullah:

"Seorang pegawai itu memiliki kewajiban untuk berada di tempat kerja selama jam kantor dari awal jam kantor sampai akhir. Dia tidak boleh pulang ke rumah atau mengurusi pekerjaan pribadinya saat jam kantor karena dia berkewajiban untuk berada di kantor atau tempat kerja selama jam kantor, meskipun tidak ada pengawas. Karena bagi pegawai,  karyawan atau PNS jam kerja itu milik pekerjaan, bukan miliknya karena dia telah menjual jam tersebut dengan mendapatkan gaji yang dia dapatkan setiap bulannya. Oleh karena itu, tidak boleh baginya mengurangi jam kantor untuk kepentingan pribadinya kecuali karena suatu alasan yang dibenarkan oleh aturan kepegawaian."

Asy-Syaikh Abdullah bin Al-Jibrin rahimahullah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, "Apakah diperbolehkan bagi seorang pegawai untuk keluar meninggalkan kantor saat jam kerja dengan alasan tidak ada pekerjaan yang harus dia lakukan di kantor, padahal dia mendapatkan gaji yang tinggi jika dibandingkan dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya?"

Jawaban Asy-Syaikh:

"Seorang pegawai atau karyawan itu tidak diperkenankan untuk meninggalkan tempat kerjanya hingga jam kerjanya berakhir, meskipun di tempat kerja tidak ada pekerjaan, baik gajinya besar ataupun kecil. Akan tetapi jika ada keperluan yang mengharuskan dia untuk meninggalkan tempat kerja; semisal sakit atau keperluan mendesak yang mengharuskan untuk keluar, maka dia diperkenankan untuk keluar dari tempat kerja secukupnya lantas kembali ke kantor. Karena jam kantor itu hak negara atau hak perusahaan tempat dia bekerja. Lain halnya jika dia adalah bekerja secara free line, maka dia bisa pergi ke mana-mana setelah kewajibannya ia selesaikan dengan baik."

Setiap pegawai ataupun karyawan memiliki kewajiban untuk komitmen dengan tugasnya dan mengerjakannya dengan baik sehingga berhak mendapatkan upah dan upah tersebut berstatus halal baginya. Jika dia tidak bekerja sebagaimana mestinya atau sama sekali tidak menunaikan kewajibannya, maka dia sama sekali tidak berhak mendapatkan gaji atau upah. Gaji buta tersebut tidaklah halal baginya. Jika dia nekat mengambil gaji buta, maka dia memakan harta dengan cara yang batil.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

"Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan harta orang lain dengan cara yang batil." [QS. An-Nisa: 29)

Para ulama yang duduk dalam lembaga fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah berkata:

"Kewajiban bagi orang yang dipekerjakan dengan suatu pekerjaan dan dia mendapatkan gaji karena pekerjaan tersebut untuk bekerja sebagaimana mestinya. Jika dia tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya, maka dia tidak halal mengambil gaji tersebut karena dia mengambil gaji tanpa ada kompensasi timbal balik yang dia berikan kepada pihak yang mempekerjakannya." [Fatwa ini ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaik Abdul Aziz alu Asy-Syaikh, Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dan Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid, Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 15/153]

Para ulama Al-Lajnah Ad-Daimah juga berkata:

"Keikhlasan kerja bagi PNS atau karyawan swasta adalah menjalankan pekerjaan sebagaimana mestinya sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian kerja atau dalam aturan kerja. Pekerjaan itu termasuk amanah yang wajib ditunaikan sebagaimana firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

"Sesungguhnya Allah itu memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah." [QS. An-Nisa: 58]

[Fatwa ini ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdul Aziz alu Asy-Syaikh, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dan Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid, Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 15/155-156]

Sumber: Islamqa.info dari artikel www.PengusahaMuslim.com

5 comments:

  1. judulnya salah ketik ya> Haji apa Gaji>

    ReplyDelete
  2. Oiya, salah ketik. Jazakumullah khairan koreksinya...

    ReplyDelete
  3. Assalamu'alaikum.

    Ustadz, Seorang waktu kuliah sering mencontek sewaktu ujian. kemudian dia lulus kuliah dan mendapat ijazah. ijazah tsb dia gunakan untuk mendaftar PNS kementerian keuangan. setelah diterima sebagai PNS dia menyesal karena pernah mencontek sewaktu kuliah..

    1.) bagaimana gaji yang dia dapatkan sbg PNS apakah halal/haram
    2.) setelah dia bertaubat apakah dia WAJIB melaporkan ke orang yang mengangkatanya sebagai CPNS bahwa dia pernah mencontek sewaktu ujian. padahal sebagaimana kita ketahui bahwa yang menandatangani SK Pengangkatan CPNS adalah menteri keuangan. Apakah berarti dia harus melapor ke Menteri Keuangan yang tentunya hal ini sangat sulit..

    terima kasih

    ReplyDelete
  4. Wa'alaikumussalam warahmatullah,

    Pahami beberapa point berikut:

    [Pertama] Perbuatan mencontek saat ujian adalah terlarang. Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda:

    من غشنا فليس منا

    Barangsiapa yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukanlah golgongan kami" [HR. Muslim]

    Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:

    Curang dalam ujian, ibadah atau muamalah hukumnya haram. Hal ini berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

    من غشنا فليس منا

    Barangsiapa yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukanlah golgongan kami" [HR. Muslim]

    Disamping itu, berbuat curang juga dapat menimbulkan banyak mudharat di dunia dan akhirat. Seseorang semestinya menghindari perbuatan tersebut dan saling mengingatkan untuk meninggalkannya." [Al-Fatawa hal. 157-158]

    Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Asy-Syaikh hafizhahullah pernah ditanya:

    "Apa hukum curang dalam ujian pendidikan?"

    Jawaban Asy-Syaikh: “Kecurangan adalah perkara yang diharamkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersada:

    مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

    “Barangsiapa yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.”

    Hal ini umum, mencakup ujian dan selainnya.” [Kumpulan Fatwa Syaikh Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh rahimahullah]

    Sumber : Jurnal Al-Atsariyyah Vol. 01/Th01/2006

    [Kedua] Ia wajib bertaubat dan menyesali perbuatan dosanya dahulu dengan memenuhi syarat-syarat taubat

    [Ketiga] Gaji yang ia dapatkan merupakan kompensasi dari pekerjaan atau keberadaannya di kantor saat jam kerja. Jika ia bekerja secara professional, bertanggung jawab dan amanah, saya berharap gaji tersebut tidak apa-apa insya Allah. Andaikan ada seorang yang melamar pekerjaan menggunakan ijazah yang murni (bukan hasil mencontek saat ujian), namun ia tidak amanah dalam menyelesaikan pekerjaannya, kira-kira gajinya halal atau haram?

    Jadi, gaji merupakan kompensasi (upah) dari pekerjaan, tidak berkaitan dengan ijazah, karena ijazah hanyalah sebagai syarat formal untuk melamar pekerjaan.

    [Keempat] Perbuatan dosa merupakan aib yang harus ditutupi.

    Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

    لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

    “Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba lainnya di dunia kecuali Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat” [HR. Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]

    Saya memandang, ia lebih baik menutup aibnya, tidak perlu diceritakan pada orang lain. Cukuplah taubatnya antara dirinya dengan Allah, karena tidak ada pihak yang dirugikan dengan perbuatan dosa tersebut.

    Allahu a'lam

    ReplyDelete
  5. assalamualaikum wr wb, ustad saya mau tanya dan mhon maaf apabila pertanyaannya sedikit melenceng dari pembahasan, ustad apa hukumnya jika seorang wanita bekerja di luar kota tanpa di dampingi mahramnya? apa di perbolehkan ? terimakasih ustad

    ReplyDelete