Para ulama
yang duduk dalam Al-Lajnah Ad-Daimah mendapatkan pertanyaan mengenai para
pegawai yang dituntut untuk berada di kantor selama jam kantor, ia malah keluar
kantor untuk shopping tanpa izin pimpinan. Apa hukum perbuatan tersebut?
Jawaban para
ulama Al-Lajnah Ad-Daimah:
Diriwayatkan
oleh Abu Ya'la dan al Askari dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إن
الله يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه
"Sesungguhnya Allah mencintai apabila salah seorang diantara
kalian melakukan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya." Redaksi semisal juga
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani." [Fatawa Al-Lajnah
Ad-Daimah, 23/415]
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya mengenai
pegawai yang telat masuk kantor sampai setengah jam, terkadang dalam sebagian
keadaan sampai telat satu jam atau bahkan lebih atau meninggalkan tempat kerja
setengah jam sebelum jam kerja berakhir. Apa hukum perbuatan semacam ini?
Jawaban
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin:
"Nampaknya
kasus ini tidak memerlukan jawaban, karena yang namanya gaji itu kompensasi
dari kerja. Sebagaimana PNS tersebut tidak rela jika gajinya dipotong meski
sedikit, maka demikian pula dia berkewajiban untuk tidak mengurangi hak negara
sedikit pun. Seorang pegawai tidak boleh telat masuk kantor sebagaimana dia
juga tidak diperbolehkan pulang sebelum jam kantor berakhir."
Penanya
berkata:
"Akan tetapi sebagian orang beralasan
bahwa dia pulang sebelum jam kantor berakhir disebabkan di kantor sudah tidak
ada lagi pekerjaan karena pekerjaan yang ada tidak banyak."
Komentar Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin:
"Yang
jelas, pegawai itu terikat dengan waktu bukan dengan pekerjaan. Gaji yang dia
dapatkan itu kompensasi dari berada di kantor atau tempat kerja dari jam sekian
sampai jam sekian, baik di kantor ada pekerjaan ataupun tidak ada pekerjaan.
Jadi ketika gaji itu dikaitkan dengan waktu, maka pegawai tersebut harus
memenuhi kewajiban terkait jam kantor. Jika tidak, maka gaji untuk jam kantor
yang dikorupsi itu tergolong memakan harta dengan cara yang tidak halal." [Liqa
Al-Bab Al-Maftuh,
9/14]
Asy-Syaikh Ibnu
Utsaimin juga mendapatkan pertanyaan mengenai sebagian pegawai yang pulang
sebelum jam kantor berakhir atau keluar di tengah tengah jam kantor meski
kemudian kembali atau telat masuk kantor. Apa hukum hal tersebut?
Jawaban
Asy-Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah:
"Tidak
halal alias haram bagi para pegawai untuk pulang sebelum jam kantor berakhir,
telat datang ke kantor dan meninggalkan kantor saat jam kerja. Jam kantor
adalah hak negara dan sebagai kompensasi atas gaji yang dia dapatkan dari kas
negara. Akan tetapi jika memang ada kebutuhan mendesak untuk meninggalkan tempat
kerja saat jam kantor dan itu atas seizin pimpinan serta tidak menyebabkan
pekerjaan terbengkalai, maka aku harap hal tersebut tidaklah mengapa."
Asy-Syaikh
Shalih Al-Fauzan mendapatkan pertanyaan mengenai sebagian pagawai yang kurang
mendapatkan pengawasan yang pulang meninggalkan kantor sebelum zhuhur untuk
makan siang bersama dengan istri kemudian balik ke kantor sampai jam kantor
berakhir. Apakah perbuatan semacam ini diperbolehkan?
Jawaban
Asy-Syaikh Al-Fauzan hafizhahullah:
"Seorang
pegawai itu memiliki kewajiban untuk berada di tempat kerja selama jam kantor
dari awal jam kantor sampai akhir. Dia tidak boleh pulang ke rumah atau
mengurusi pekerjaan pribadinya saat jam kantor karena dia berkewajiban untuk
berada di kantor atau tempat kerja selama jam kantor, meskipun tidak ada
pengawas. Karena bagi pegawai, karyawan atau PNS jam kerja itu milik
pekerjaan, bukan miliknya karena dia telah menjual jam tersebut dengan
mendapatkan gaji yang dia dapatkan setiap bulannya. Oleh karena itu, tidak boleh
baginya mengurangi jam kantor untuk kepentingan pribadinya kecuali karena suatu
alasan yang dibenarkan oleh aturan kepegawaian."
Asy-Syaikh
Abdullah bin Al-Jibrin rahimahullah mendapatkan pertanyaan sebagai
berikut, "Apakah diperbolehkan bagi seorang pegawai untuk keluar
meninggalkan kantor saat jam kerja dengan alasan tidak ada pekerjaan yang harus
dia lakukan di kantor, padahal dia mendapatkan gaji yang tinggi jika
dibandingkan dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya?"
Jawaban
Asy-Syaikh:
"Seorang
pegawai atau karyawan itu tidak diperkenankan untuk meninggalkan tempat
kerjanya hingga jam kerjanya berakhir, meskipun di tempat kerja tidak ada
pekerjaan, baik gajinya besar ataupun kecil. Akan tetapi jika ada keperluan
yang mengharuskan dia untuk meninggalkan tempat kerja; semisal sakit atau
keperluan mendesak yang mengharuskan untuk keluar, maka dia diperkenankan untuk
keluar dari tempat kerja secukupnya lantas kembali ke kantor. Karena jam kantor
itu hak negara atau hak perusahaan tempat dia bekerja. Lain halnya jika dia
adalah bekerja secara free
line, maka dia bisa
pergi ke mana-mana setelah kewajibannya ia selesaikan dengan baik."
Setiap pegawai
ataupun karyawan memiliki kewajiban untuk komitmen dengan tugasnya dan
mengerjakannya dengan baik sehingga berhak mendapatkan upah dan upah tersebut
berstatus halal baginya. Jika dia tidak bekerja sebagaimana mestinya atau sama
sekali tidak menunaikan kewajibannya, maka dia sama sekali tidak berhak
mendapatkan gaji atau upah. Gaji buta tersebut tidaklah halal baginya. Jika dia
nekat mengambil gaji buta, maka dia memakan harta dengan cara yang batil.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ
"Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian
memakan harta orang lain dengan cara yang batil." [QS. An-Nisa: 29)
Para ulama
yang duduk dalam lembaga fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah berkata:
"Kewajiban
bagi orang yang dipekerjakan dengan suatu pekerjaan dan dia mendapatkan gaji
karena pekerjaan tersebut untuk bekerja sebagaimana mestinya. Jika dia tidak
menjalankan tugas sebagaimana mestinya, maka dia tidak halal mengambil gaji
tersebut karena dia mengambil gaji tanpa ada kompensasi timbal balik yang dia
berikan kepada pihak yang mempekerjakannya." [Fatwa ini ditandatangani
oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaik Abdul Aziz alu Asy-Syaikh, Asy-Syaikh
Abdullah bin Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dan Asy-Syaikh Bakr Abu
Zaid, Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 15/153]
Para ulama Al-Lajnah
Ad-Daimah juga berkata:
"Keikhlasan
kerja bagi PNS atau karyawan swasta adalah menjalankan pekerjaan sebagaimana
mestinya sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian kerja atau dalam
aturan kerja. Pekerjaan itu termasuk amanah yang wajib ditunaikan sebagaimana
firman Allah:
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
"Sesungguhnya Allah itu memerintahkan kalian untuk
menunaikan amanah." [QS. An-Nisa: 58]
[Fatwa ini
ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdul Aziz alu Asy-Syaikh,
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dan Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid, Fatawa Al-Lajnah
Ad-Daimah, 15/155-156]
judulnya salah ketik ya> Haji apa Gaji>
ReplyDeleteOiya, salah ketik. Jazakumullah khairan koreksinya...
ReplyDeleteAssalamu'alaikum.
ReplyDeleteUstadz, Seorang waktu kuliah sering mencontek sewaktu ujian. kemudian dia lulus kuliah dan mendapat ijazah. ijazah tsb dia gunakan untuk mendaftar PNS kementerian keuangan. setelah diterima sebagai PNS dia menyesal karena pernah mencontek sewaktu kuliah..
1.) bagaimana gaji yang dia dapatkan sbg PNS apakah halal/haram
2.) setelah dia bertaubat apakah dia WAJIB melaporkan ke orang yang mengangkatanya sebagai CPNS bahwa dia pernah mencontek sewaktu ujian. padahal sebagaimana kita ketahui bahwa yang menandatangani SK Pengangkatan CPNS adalah menteri keuangan. Apakah berarti dia harus melapor ke Menteri Keuangan yang tentunya hal ini sangat sulit..
terima kasih
Wa'alaikumussalam warahmatullah,
ReplyDeletePahami beberapa point berikut:
[Pertama] Perbuatan mencontek saat ujian adalah terlarang. Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
من غشنا فليس منا
Barangsiapa yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukanlah golgongan kami" [HR. Muslim]
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
Curang dalam ujian, ibadah atau muamalah hukumnya haram. Hal ini berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
من غشنا فليس منا
Barangsiapa yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukanlah golgongan kami" [HR. Muslim]
Disamping itu, berbuat curang juga dapat menimbulkan banyak mudharat di dunia dan akhirat. Seseorang semestinya menghindari perbuatan tersebut dan saling mengingatkan untuk meninggalkannya." [Al-Fatawa hal. 157-158]
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Asy-Syaikh hafizhahullah pernah ditanya:
"Apa hukum curang dalam ujian pendidikan?"
Jawaban Asy-Syaikh: “Kecurangan adalah perkara yang diharamkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersada:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.”
Hal ini umum, mencakup ujian dan selainnya.” [Kumpulan Fatwa Syaikh Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh rahimahullah]
Sumber : Jurnal Al-Atsariyyah Vol. 01/Th01/2006
[Kedua] Ia wajib bertaubat dan menyesali perbuatan dosanya dahulu dengan memenuhi syarat-syarat taubat
[Ketiga] Gaji yang ia dapatkan merupakan kompensasi dari pekerjaan atau keberadaannya di kantor saat jam kerja. Jika ia bekerja secara professional, bertanggung jawab dan amanah, saya berharap gaji tersebut tidak apa-apa insya Allah. Andaikan ada seorang yang melamar pekerjaan menggunakan ijazah yang murni (bukan hasil mencontek saat ujian), namun ia tidak amanah dalam menyelesaikan pekerjaannya, kira-kira gajinya halal atau haram?
Jadi, gaji merupakan kompensasi (upah) dari pekerjaan, tidak berkaitan dengan ijazah, karena ijazah hanyalah sebagai syarat formal untuk melamar pekerjaan.
[Keempat] Perbuatan dosa merupakan aib yang harus ditutupi.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba lainnya di dunia kecuali Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat” [HR. Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
Saya memandang, ia lebih baik menutup aibnya, tidak perlu diceritakan pada orang lain. Cukuplah taubatnya antara dirinya dengan Allah, karena tidak ada pihak yang dirugikan dengan perbuatan dosa tersebut.
Allahu a'lam
assalamualaikum wr wb, ustad saya mau tanya dan mhon maaf apabila pertanyaannya sedikit melenceng dari pembahasan, ustad apa hukumnya jika seorang wanita bekerja di luar kota tanpa di dampingi mahramnya? apa di perbolehkan ? terimakasih ustad
ReplyDelete