Namanya terukir indah dengan tinta emas dalam sejarah perjuangan
Islam. Pelipur duka dan lara penghulu umat manusia dunia dan akhirat,
Muhammad, sang kekasih Allah.
Ia adalah Khadijah bintu khuwailid, ibunda kaum mukminin. Allah
karuniakan kepadanya anugerah agung menjadi pendamping dan pendukung
sebaik-baik manusia. Wanita pertama yang membenarkan kenabian muhammad
di saat manusia mendustakannya.
Ia adalah pelindung bagi beliau saat
manusia memeranginya. Kepadanya secara khusus Allah menyampaikan salam.
Rasulullah bersabda, ”wahai Khadijah, sesungguhnya Jibril menyampaikan
salam dari Rabbmu.” Khadijah menjawab, “Allah Dialah As Salam, dari-Nya
pula salam keselamatan, semoga Allah melimpahkan salam atas Jibril.”.
MasyaAllah…
Ia adalah Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin Abdul ’uzza bin
Qushay Al Qurasyyiah Al Asadiyah. Pada masa jahiliah Ia dikenal dengan
kemuliaan, kecantikan, dan kekayaannya. Ia adalah wanita yang suci,
wanita yang menjaga kehormatannya sehingga Ath Thahirah, julukan ini
melekat kepadanya.
Di saat ia menjanda dari suami pertama yaitu Abu Halah bin An Nabasyi
bin Zurarah At Tamimi, kemudian dari suami yang kedua ‘Atiq bin ‘Aidz
bin Abdullah bin Amr Al Makhzumy, seluruh pemuka Quraisy berharap bisa
bersanding dengannya. Semuanya ia tolak karena Allah berkehendak untuk
menikahkannya dengan seorang terbaik di muka bumi.
Sebagaimana mayoritas orang Quraisy yang lain, Khadijah yang
berkuniyah ummu Hindun adalah pedagang yang mengirimkan dagangannya ke
Syam. Ia mempekerjakan orang untuk menjalankan usaha ini. Ketika
Rasulullah yang terkenal dengan julukan Al Amin (yang amanah), menginjak
umur 25 tahun, Khadijah meminta beliau untuk membawa dagangan ke Syam
bersama budaknya yang bernama Maisarah.
Rasulullah membawa dagangannya
ke pasar Bushra, dan kembali dengan membawa keuntungan yang
berlipat-lipat dari biasanya. Khadijah yang hatinya sudah tertambat
kepada beliau semakin menaruh perhatian. Ia banyak bertanya kepada
budaknya mengenai pribadi Rasulullah. Maisarah pun menceriterakan
keluhuran budi pekerti yang ia ketahui semenjak bersama Rasulullah
dalam safar dagang tersebut, terutama sifat amanah dan kejujuran beliau
dalam menjalankan usahanya.
Hati Khadijah semakin terpaut dengan
Rasulullah dan ingin menikah dengan beliau. Diutuslah Nafisah binti
Umayyah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah At Tamimi untuk
menyampaikan hajatnya kepada Rasulullah. Nafisah mengatakan kepada
Rasulullah,”kenapa engkau tidak menikah?” beliau menjawab,”aku tidak
memiliki apa-apa.” Nafisah mengatakan,”apabila engkau dicukupi, menikah
dengan orang yang memiliki harta, kecantikan, dan kemuliaan, apakah
engkau bersedia?” beliau bertanya,”siapa?” dijawab, “Khadijah.”. Beliau
pun menyanggupinya. Beliau dinikahkan oleh paman Khadijah yaitu Amr bin
Asad bin Abdul’uzza Al Qurasyi Al Asadi.
Demikianlah Allah karuniakan anugerah indah ini kepada Khadijah
wanita suci. Inilah awal kemuliannya. Kemudian keutamaan demi keutamaan
pun diraih. Rasulullah ` bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
dari Abdullah bin Abbas,”sebaik-baik wanita surga Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiyah binti Muzahim.”. Subhanallah…
Rasulullah ketika itu berumur 25 tahun, sedangkan Khadijah 40 tahun,
keluarga harmonis yang dibangun oleh dua insan berakhlak mulia. Allah
limpahkan berkah-Nya, sehingga terlahir dari pernikahan suci ini Al
Qasim dan Abdullah yang keduanya meninggal pada usia kanak-kanak. Juga
Fatimah, zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum, yang kemudian semua masuk
islam dan berhijrah ke Madinah. Khadijah sangat mencintai Rasulullah,
segala upaya ditempuh untuk membahagiakan beliau, sampai ketika melihat
Rasulullah senang terhadap Zaid bin Haritsah yang waktu itu sebagai
budaknya, khadijah pun menghadiahkan untuk beliau.
Menjelang pengangkatan sebagai Nabi, Rasululah senang menyendiri di
gua Hira, lari dari kebencian beliau terhadap kesesatan kaumnya
menyembah berhala. Khadijah sang istri setia, terus memberikan dorongan
kepada beliau. Ia menyiapkan bekal bagi beliau selama beberapa hari, dan
dengan sabar menanti di rumah. Keadaan ini berlangsung sampai beberapa
waktu, ketika bekal habis beliau pulang untuk mengambilnya yang telah
disiapkan oleh istri tercinta, dan kembali beribadah menyendiri di gua
hira.
Saat turun wahyu pertama, datanglah malaikat Jibril kepada beliau,
Jibril mengatakan,”bacalah!”, beliau menjawab,” aku tidak bisa
membaca.”, Rasulullah mengisahkan,” lalu Jibril memelukku dengan kuat,
sampai sesak kemudian melepaskanku dan mengatakan kembali, ‘bacalah!’,
aku menjawab,’ aku tidak bisa membaca.’, untuk yang kedua kalinya Jibril
memelukku sampai sesak kemudian melepaskanku dan mengatakan,’
bacalah!’, aku menjawab dengan jawaban yang sama. Kembali Jibril
memelukku sampai sesak untuk yang ketiga kalinya, kemudian melepaskanku
dan mengatakan,
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran pena. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” [QS. Al
Alaq:1-5].”.
Rasulullah pun segera bergegas pulang dengan hati
bergoncang hebat. Sesampainya beliau di rumah, beliau langsung
mengatakan kepada istri beliau, ”selimuti aku, selimuti aku!”, Khadijah
pun menyelimuti beliau hingga hilang rasa takut beliau. Kemudian beliau
menceriterakan semua kejadian yang dialami kepada
Khadijah, beliau
mengatakan, “sungguh aku sangat takut atas diriku.” Segera Khadijah
membesarkan hati suaminya, “sekali-kali tidak, bergembiralah, demi
Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selama-lamanya, sungguh engkau
adalah orang yang menyambung silaturahmi, jujur dalam berbicara, senang
memuliakan tamu, menanggung kesusahan orang lain, bersedekah kepada
orang yang tidak punya dan menolong orang yang terdzalimi.”.
Kemudian Khadijah mengajak Rasulullah menemui Waraqah bin Naufal bin
Asad bin Abdul ‘uzza, paman Khadijah yang beragama nasrani, seorang yang
menulis Injil dengan bahasa Ibrani, seorang yang sudah tua dan buta.
Rasulullah pun menceritakan apa yang beliau alami, Waraqah mengatakan,”
ini adalah Namus yang datang menemui Musa,”, Waraqah memaksudkan Jibril,
kemudian berkata lagi,” seandainya saya masih muda, seandainya saya
masih hidup ketika kaummu mengusirmu.”, Rasulullah bertanya,” apakah
mereka akan mengusirku?”. Waraqah menjawab,” ya, tidaklah seorang pun
datang dengan membawa apa yang engkau bawa, kecuali akan dimusuhi.
Seandainya aku masih hidup saat itu, aku akan benar-benar menolongmu.”.
Tidak berapa lama setelah itu, Waraqah meninggal, wahyu juga tidak
kunjung turun, beliau pun bertambah sedih. Di masa-masa sulit seperti
inilah Khadijah banyak menggambil peran sebagai istri. Selalu menemani
suami tercinta.
Demikianlah istri shalihah. Menjadi penghilang duka suami, penghibur
hati yang sedih, selalu mendorong suami dalam kebaikan. Khadijah binti
Khuwailid, orang pertama yang beriman kepada Rasulullah, mendukung dan
menguatkan beliau, sehingga tidaklah Rasulullah mendengar dari
orang-orang musyrik sesuatu yang membuaat beliau sedih, berupa
pendustaan, penolakan dan yang lainnya kecuali Allah berikan jalan
keluar melalui Khadijah.
Ia selalu mengokohkan beliau, membenarkan, dan
meringankan beban beliau. Karena inilah, kesan indah Khadijah sangat
melekat pada beliau. Aisyah menuturkan, bahwa tidaklah Rasulullah
keluar dari rumah beliau, kecuali hampir selalu menyebutkan nama
Khadijah dan memujinya.
Aisyah berkata, “Beliau pun suatu hari menyebut
namanya, dan hinggaplah kecemburuan pada diriku, aku pun mengatakan,
‘bukankah Khadijah itu hanyalah seorang yang sudah tua, yang Allah telah
menggantikannya dengan yang lebih baik untukmu.’. maka Rasulullah pun
sangat marah, beliau bersabda, ‘tidak demi Allah, Allah tidak
menggantikannya dengan yang lebih baik sama sekali. Ia beriman kepadaku
di saat manusia mengkafiriku, ia membenarkanku saat manusia
mendustakanku, ia mendukungku dengan hartanya saat manusia menahan
hartanya dariku, Allah mengaruniakan kepadaku anak darinya saat wanita
lainnya tidak.’”. Aisyah pun mengatakan, “aku berkata dalam diriku, ‘aku
tidak akan menjelekkannya selama-lamanya.’”.
Pada suatu hari, pernah Khadijah keluar rumah untuk mencari
Rasulullah di pegunungan mekah dengan membawa bekal beliau. Dalam
perjalanan Jibril menemui Khadijah dalam bentuk seorang lelaki, Jibril
pura-pura menanyakan keberadaan Rasulullah, Khadijah tidak
menyebutkannya karena khawatir orang tersebut menginginkan kejelekan
pada beliau. Ketika Khadijah bertemu dengan Rasulullah, ia critakan hal
tersebut. Rasulullah besabda, ”Ia adalah Jibril, ia memintaku untuk
menyampaikan salam kepadamu, dan memberikan kabar gembira dengan sebuah
rumah untukmu dari mutiara yang berlubang di surga, tidak ada keletihan
di sana tidak ada pula kegaduhan.”. masya Allah…
Pada tahun kesepuluh kenabian, tiga tahun sebelum hijrah, sebelum
Rasulullah di isra’ kan ke Sidratul Muntaha, Khadijah bintu Khuwailid
wafat menghadap Allah Yang Maha Tinggi, wafat sebelum disyariatkan
shalat jenazah. ketika berumur 65 tahun, pada bulan Ramadhan, tiga hari
setelah meninggalnya Abu Thalib. Rasulullah sendiri yang memakamkannya
di daerah Hajun. Semoga Allah meridhainya… Allahu a’lam. [Farhan].
Sumber bacaan:
Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr
Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr
Al Ishabah karya Ibnu Hajar
Thabaqat Ibnu Sa’ad karya Muhammad bin Sa’ad
Shaihi As Sirah An Nabawiyyah karya Al Albani
Sumber: www.tashfiyah.net
assalamu'alaikum ustadz, menurut ustadz buku yg paling bagus dari semua sisi tentang sirah nabawiyah yg mana ya antara karya Ibnu Hisyam dengan karya Syaikh al-Mubarakfury? sy insya Allah sy mau beli salah satunya.
ReplyDeleteterima kasih ustadz. baarakallahufiikum.
Wa'alaikumussalam warahmatullah,
ReplyDeletePara ulama banyak menulis kitab-kitab sirah nabi, baik dari kalangan mutaqaddimin maupun mu'ashirin. Dintara kitab sirah nabi karya ulama mutaqaddimin yang dinasehatkan untuk dibeli;
1) As-Sirah An-Nabawiyah karya Adz-Dzahabi
2) As-Sirah An-Nabawiyah karya Ibnu Katsir
Kemudian diantara kitab sirah nabawiyyah karya mu'ashirin yang bagus;
1) Shahih As-Sirah An-Nabawiyah karya Muhammad bin Razaq At-Thurhuni
2) As-Sirah An-Nabawiyah Ash-Shahihah karya Dr. Akram Dhiya' Al-Umari atau Al-Amri.
Diantara kelebihan kitab-kitab sirah yang saya sebutkan di atas, kitab-kitab tersebut disusun bersandar pada riwayat-riwayat yang shahih. Karena tidak semua riwayat yang menyebutkan dan menceritakan sirah nabi itu shahih. Ini yang dinasehatkan Asy-Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah.
Kalo kita penuntut ilmu pemula, lebih baik beli Ar-Rahiq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah karya Al-Mubarakfury) karena bahasanya lebih mudah dipahami. Kitab Sirah Ibnu Hisyam adalah ringkasan (mulakhas) dari kitab Al-Maghazi was Siyar karya Ibnu Ishaq. Saya tidak tahu mana yang lebih bagus dari kedua kitab yang antum sebutkan. Allahua'lam