Tuesday, December 13, 2011

Ibnu Katsir Bercerita Tentang Wafatnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

[1]Berkata Alimuddin al Barzâlî dalam kitab Tarikhnya: Pada malam senin Tanggal 20 Dzulqa’dah Wafatlah al Syaikh Al Imâm al âlim al Allâmah al Faqîh al Hâfiz al Zâhid al âbid al Mujâhid al Qudwah Syaikhul Islâm al Taqî al dîn Abu al Abbâs Ahmad anak dari guru kami al alîm al Allâmah al Muftî Syihab al dîn abi al Mahâsin Abdul Halîm bin syaikh al Islâm abu al  Barâkat Abdul al Salâm[2] bin Abdullah bin Abu al Qâsim bin Taimiyah al Harrânî al Dimasyqî disebuah ruangan dimana ia dipenjara.

Kemudian berbondong-bondong orang datang mengunjungi jenazah beliau kebenteng dimana ruangan penjara tersebut berada dan mereka diizinkan masuk. Mereka duduk disisi jenazah sebelum dimandikan. Mereka membaca qur’an dan bertabarruk dengan melihat dan menciumnya. Mereka kemudian pergi dan digantikan rombongan lain dari kalangan perempuan lalu kemudian mereka melakukan seperti sebelumnya kemudian digantikan rombongan lain hingga jenazah beliau dimandikan.

Setelah selesai dimandikan, jenazah beliau dikeluarkan sedangkan  massa telah berkumpul dibenteng dan  jalan menuju masjid jami. Masjid Jami’ pun telah penuh sesak begitu juga pelatarannya. 4 pintu masuk benteng –bab al barîd, bâb al al Sâat, bab al fawrah juga penuh sesak. Jenazah Ibnu Taimiyah dihadirkan pada sekitar jam 4 sore hari kemudian diletakkan di Masjid Jami. Para tentara mengantisipasi ledakan pelawat karena saking sesaknya dengan menjaga ketat jasad Ibnu Taimiyah.

Jasad Ibnu Taimiyah pertama kali disholatkan didalam benteng oleh Oleh Syaikh Muhammad Tamâm kemudian disholatkan dimasjid Jami al Umawi setelah sholat zuhur. Jasad beliau dibawa masuk lewat bâb al barîd dan pelayat makin berlipat ganda sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Kemudian bertambah lagi hingga membuat sempit celah antar rumah,jalan-jalan, dan juga pasar.

Setelah disholatkan, keranda Jenazah beliau keluar dari bab al bârid dan diusung diatas ujung-ujung jari para pelayat. Kesesakan makin menjadi-jadi, ratap tangis meninggi, derai air mata tumpah tak terkendali diselingi  doa, pujian, dan tarahum kepada jenazah beliau. Orang-orang melempar sapu tangan, sorban, dan baju-baju mereka keatas keranda. 


Saking sesaknya, sandal-sandal merekapun hilang entah kemana namun itu tidak membuat mereka berpaling karena sibuknya memandang jenazah beliau. Karena diperebutkan, maka jadilah keranda tersebut kadang kedepan dan kadang kembali kebelakang dan kadang berhenti sampai orang-orang lewat. 


Massa keluar dari Masjid Jami dari semua Pintu dan mereka amat berdesak-desakan Hingga Setiap pintu tampak lebih sempit dan sesak dari pintu yang lain. Kemudian seluruh massa keluar dari pintu negeri tersebut karena saking sesaknya. Kesesakkan terbesar terjadi pada 4 pintu –bab al farj tempat keluarnya jenazah, bab al Farâdîs, bab al Nashr, dan bab al Jabiyah. 


Kesesakan terparah terjadi di pasar al kholîl, massa bertambah berlipat-lipat karena jenazah diletakkan disana dan disholatkan terlebih dahulu oleh saudaranya Zainuddin Abdurrahman setelah itu dibawa ke pekuburan shuffiyah. Jenazah beliau dikubur disamping  saudaranya Syarafuddin Abdullah. Semoga Allah memuliakan keduanya.

Jenazah Beliau dikuburkan diwaktu Ashar atau sesaat sebelum Ashar. Hal itu disebabkan oleh banyaknya orang yang datang untuk menyolatinya dari penduduk Basatin, ghutah, dan penduduk negeri lainnya. Mereka menutup kandang-kandang hewan mereka dan tak ketinggalan untuk melayat beliau kecuali segelintir orang atau karena tidak kuat berdesak-desakan namun tetap mendoakan beliau. Sekiranya mereka kuat niscaya mereka tak akan ketinggalan. Hadir melayat beliau dari kalangan perempuan sekitar 50 ribu orang. Jumlah itu selain yang berada di atap-atap rumah. seluruhnya menangis dan mengucapkan tarahum kepada Ibnu Taimiyah. 

Adapun jumlah pelayat laki-laki sekitar 90 puluh ribu hingga 200 ribu orang. Sekelompok orang meminum air sisa mandi jenazah dan membagi-bagikan daun bidara  yang digunakan untuk memandikan beliau. Konon tutup kepala yang dipakai ibnu taimiyah dijual seharga 50 dirham dan konon benang luntur yang terdapat dilehernya terjual seharga 150 dirham. Pemakaman jenazah tersebut sangat riuh dengan suara tangis dan memelas. Beliau mengakhiri hidupnya dengan kebaikan.

Manusia berbolak-balik menziarahi kuburannya berhari-hari baik siang maupun malam bahkan menginap. Beliau dimimpikan dengan berbagai mimpi yang baik dan banyak orang yang membuat qasidah pujian yang melimpah untuk beliau.
Beliau lahir pada hari senin tanggal 10 Rabiul Awal di Harrân tahun 661 Hijriah kemudian pindah ke Damaskus bersama ayah dan keluarganya ketika beliau masih kecil. 

Beliau belajar Hadits dari ibnu Abd al Dâim , Ibnu abi al Yusr, ibnu Abdin, Syamsuddin al Hambali, Qadhi Syamsuddin bin Atha al Hanafi, syaikh Jamaluddin bin Shoyrafî, Majd al dîn bin Asâkir, syaikh Jamaluddin al Baghdaadi, Najib bin Miqdad, Ibnu abi al Khair, Ibnu Allân, ibnu Abi Bakr al Harawi, Kamal Abdur rahim, Fakhr Ali, Ibnu Syaibân, Syaraf bin Qawwâs, Zainab binti Makki, dan banyak lagi. Beliau juga banyak belajar secara otodidak, mencari hadits, menulis, dan memperdengarkan sendiri. Sesedikit apapun yang ia dengar, niscaya ia akan menghapalnya.

Beliau Sibuk dengan ilmu-ilmu pengetahuan, cerdas dan banyak menghapal, hal itu membuatnya menjadi seorang Imam dalam ilmu Tafsir dan yang berkaitan dengannya. Beliau amat familiar dengan ilmu fiqh; beliau lah yang paling mengenal fiqh Mazhab dizamannya. Sangat mengetahui perbedaan pendapat dikalangan ulama, alim dalam ilmu ushul dan furu’, nahwu, bahasa, dan ilmu-ilmu naqliyah dan aqliyah yang lain. Ketika beliau memutuskan sesuatu dan berbicara tentang sebuah cabang ilmu bersama orang-orang terkemuka dibidangnya maka mereka akan mengira bahwa cabang ilmu tersebut adalah spesialisasinya. Mereka melihat beliau amat mengetahui dan memiliki penguasaan yang sempurna tentang ilmu tersebut.

Adapun hadits, maka beliaulah pemegang benderanya. Beliau hapal matan maupun sanadnya, mampu membedakan antara yang lemah dan yang sohih, amat mengenal rijal-rijal secara mendalam. Dia memiliki banyak karangan-karang dan ta’liq berfaidah terkait ushul dan furu’. Sebagiannya beliau sempurnakan sendiri, ada yang disalin ulang dan ditulis kembali kemudian dibacakan didepan beliau, dan juga ada sejumlah besar karya yang belum selesai, dan sebagian lagi sudah selesai namun sampai sekarang belum ditulis kembali[3].

Beliau dipuji oleh banyak ulama dizamannya karena ilmu dan keutamaannya, antara lain Qadhi al khuwaini, Ibnu Daqiq al ied, Ibnu al Nuhas Qadhi Hanafi Qadhi Mesir Ibnu al Hariri, Ibnu Zamlakani dll.

Aku membaca tulisan ibnu Zamlakani yang mengatakan: telah terkumpul didalam dirinya syarat-syarat ijtihad yang sempurna. Dia memiliki tangan yang panjang dalam hal kebagusan mengarang kitab, keelokan ungkapan, kesistematisan, pemahaman, dan penjelasan. Ia menulis tiga bait syair berikut disalah satu karangannya:


مَاذَا يَقُولُ الْوَاصِفُوْنَ لَهُ                    *****              وَصِفَاتُهُ جَلَّتْ عَنِ الْحَصْرِ
هُوَ حُجَّةٌ للهِ قَاهِرَةٌ                         *****                  هُوَ بَيْنَنَا أُعْجُوْبَةُ الدَّهْرِ
هُوَ آيَةٌ ِللْخَلْقِ ظَاهِرَةٌ                        *****               أَنْوَارُهَا أَرْبَتْ عَلَى الْفَجْر
ِ
Apa yang kan diuraikan mereka yang mensifatkannya
Sedangkan sifat-sifatnya melampaui batasan
Dia adalah hujjah Allah yang menaklukkan
Dia adalah keajaiban masa di tengah-tengah kita
Dia adalah satu ayat Allah yang nyata bagi makhluk-Nya
Cahayanya mengalahkan kemilau fajar

 
itulah puji-pujian untuk Ibnu taimiyah. Ketika itu umurnya 30 tahun, antara aku dan telah terdapat rasa sayang dan persahabatan sejak kecil. Begitu juga kebersamaan dalam belajar dan mendengar hadits selama kurang lebih 50 tahun. Dia memiliki banyak keutamaan, karangan. Begitu juga sejarah dan peristiwa antara dia dengan para fuqaha dan Negara. Dia juga dipenjara beberapa kali. Peristiwa-peristiwa mengenai dirinya tdak mungkin disebutkan semuanya didalam kitab ini.

Ketika dia wafat, aku (Al Zamlakani) sedang tidak berada di Damaskus. Aku sedang dalam perjalanan menuju tanah hijaz yang mulia kemudian sampai kepadaku kabar tentang kematiannya setelah 50 hari bertepatan dengan sampainya aku di Tabuk. Ada rasa sesal karena kehilangannya. Semoga Allah memulikannya. Inilah yang ia katakan tentang Ibnu Taimiyah dalam kitab tarikhnya[4]
 
Kemudian Syaikh Alimuddin menyebutkan dalam tarikhnya setelah menceritakan pemakaman Abu bakr bin Abi Dawud dan keagungannya dan juga pemakaman Imam Ahmad di Baghdad dan kemasyuharannya.: berkata al Imam Abu Utsman al Shâbunî : aku mendengar Abu Abdirrahman Al Suyûfî berkata: Aku menghadiri pemakaman Abu al Fath al Qawwâs bersama Syaikh Abu al Hasan al Daruqutni, ketika massa yang menghadiri pemakaman tersebut sangat banyak, ia menoleh kepadaku dan berkata: Aku mendengar Abu sahl bin Ziyad al Qatthân berkata: aku mendengar Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata : aku mendengar bapakku berkata: katakan kepada Ahli bid’ah! “Perbedaan antara kita dan kalian adalah pemakaman”[5]

Ia berkata: tak diragukan lagi bahwa pemakaman Imam Ahmad bin Hambal dihadiri massa yang amat banyak karena banyaknya jumlah penduduk negerinya dan berkumpulnya mereka untuk pemakaman tersebut ditambah lagi pemerintahpun mencintainya.

Ibnu Taimiyah Rahimahullah wafat dinegerinya-Damaskus- sedangkan jumlah penduduknya tidak mencapai sepersepuluh dari jumlah penduduk Baghdad kala itu. Tetapi mereka berkumpul di pemakamannya dan mengantar ketempat terakhirnya dengan jumlah yang tidak mungkin mampu dikumpulkan oleh sulthan dan dewan yang berkuasa padahal ia Wafat didalam penjara dalam keadaan dikurung oleh Sulthan. Banyak Fuqaha dan orang-orang Faqir menjelek-jelekkannya hingga membuat lari pemeluk berbagai agama, terlebih lagi yang beragama Islam. Namun itulah realitas pemakamannya[6].

Ia berkata: telah disepakati bahwa ia wafat pada dini hari malam senin. Muazzin benteng kemudian mengabarkan kematian beliau dari atas menara dan para penjaga benteng tersebut membicarakan kematian beliau. Ketika pagi hari, kabar besar ini telah menyebar dikalangan khalayak umum dan Amir Jasim. Massa pun bersegera berkumpul disekitar benteng dari berbagai tempat hingga yang berasal dari Ghutah dan Marj. Para pedagang tidak memasak dan toko-toko pun banyak yang tidak dibuka seperti kebiasaan mereka yang membuka toko pada pagi hari. Saat itu wakil Shultan sedang berburu disuatu tempat. Memanaslah keadaan Negara dengan apa yang terjadi. 


Datanglah kepala penjara Al Shahih Syamsuddin ghibriyal. Ia membuka pintu penjara dan pintu ruangan untuk para kerabat, sahabat, dan pecinta Ibnu Taimiyah agar bisa Berkumpul disekitar Jenazah. Sejumlah sahabat dari negerinya dan dari sholihiyyah. Mereka juga duduk disekelilingnya sembari menangis dan memujinya. Aku (Ibnu Katsir)  termasuk yang hadir disana bersama guruku Al Hafidz abi al Hajjaj al Mizzi[7] Rahimahullah. 


Aku membuka wajah Syaikh, memandangnya, dan menciumnya. Dikepalanya ada sebuah sorban dengan rumbai yang menyelip. Ubannya telah tumbuh jauh lebih banyak dari yang aku lihat sejak aku berjumpa dengan beliau. Saudaranya-Zainuddin  Abdurrahman- memberitahu bahwa dia dan syaikh telah mengkhatamkan qur’an sebanyak 80 kali semenjak masuk penjara dan mulai membaca yang ke-81 sampai selesai ayat Iqtarabat. Ketika itu datanag dua orang shalih yang baik yaitu syaikh Abdullah bin Muhib dan Abdullah al zarî’ yang bacaannya disukai oleh syaikh. Keduanya kemudian memulai membaca surat al Rahman hingga mengkhatamkan Al qur’an sementara aku mendengarkan.

Kemudian mereka mulai memandikan Syaikh dan aku keluar menuju masjid disana. Tidak seorangpun yang berada disisinya kecuali yang membantu memandikan syaikh, Guruku Al Hafidz al Mizzi dan sekelompok orang-orang solih dan terpilih termasuk yang membantu untuk memandikan syaikh.  Mereka belum juga selesai memandikan syaikh padahal benteng telah penuh dengan massa dan riuh tangis serta pujian, doa, dan Tarahum. Kemudian Jenazah dibawa kemasjid Jami melewati jalan Imadiyah dan adiliyah. 


Mereka memiringkan keranda jenazah dan melewati bab Al barid, hal itu karena bagian belakang pintu tersebut dihancurkan agar bisa digunakan. Merekapun memasukkan jenazah kemasjid jami Umawi. Massa berada didepan Jenazah, belakang, kanan, dan sebelah kirinya. Tak ada lagi yang dapat menghitung jumlah massa kecuali Allah. Mereka berteriak-teriak keras. Beginilah keadaan Jenazah salah seorang Imam sunnah, merekapun menangis bersahut-sahutan dan membuat kegaduhan ketika mendengar teriakan-teriakan tersebut.

Jenazah beliau diletakkan ditempat khusus. Massa duduk tak beraturan karena banyak dan berdesak-desakkan, bahkan mereka seperti saling menempel. Seorangpun tak dapat melakukan sujud kecuali dengan bersusah payah dan berhimpitan.

Hal itu terjadi sesaat sebelum sholat zuhur, massa datang dari segala tempat, mereka berniat puasa karena mereka tidak sempat untuk makan dan minum. Banyaknya massa pada saat itu tak terhitung dan tak bisa digambarkan. Setelah selesai Adzan zuhur, dilaksanakanlah sholat yang tidak seperti biasanya. Setelah selesai sholat zuhur keluarlah pengganti Khotib masjid karena tidak hadirnya khotib dan ia menyolati jenazah IbnuTaimiyah. Dia adalah Syaikh Alauddin bin Kharrat. 


Setelah itu massa keluar dari setiap pintu masjid dan negeri lalu berkumpul di Pasar al Khalil. Sebagian massa ada yang tergopoh-gopoh menuju pekuburan shuffiyah setelah melaksanakan sholat jenazah. Mereka menangis dan bertahlil serta khawatir pada diri mereka sendiri. Mereka memuji dan menyesal. Para wanita diatas atap rumah sembari menangis, berdoa, dan berucap: “inilah orang yang alim”

Secara garis besar, hari itu adalah hari yang penuh dengan kesaksian dan tak pernah terjadi di damaskus, kecuali pada zaman Bani Umayyah ketika penduduk masih banyak dan masih merupakan negeri yang dinaungi khilafah.

Jenazah Beliau dikuburkan disamping saudaranya tepat menjelang adzan Ashar. Tak mungkin seorangpun menghitung massa yang menghadiri prosesi pemakaman tersebut. Kira-kira yang hadir pada saat itu adalah sama dengan semua warga yang bisa hadir. Tak ketinggalan dalam prosesi tersebut kecuali sedikit dari orang-orang rendahan dan wanita-wanita yang dipingit. 


Aku tidak mengetahui seorangpun dari ahli ilmu yang tidak menghadiri prosesi tersebut kecuali sedikit, mereka ada 3 orang : Ibnu Jumlah, Al Shadr, dan Al Qafajârî. Mereka terkenal memusuhi Ibnu Taimiyah. Oleh karena itu mereka takut menghadiri prosesi tersebut. Karena kalau mereka ketahuan keluar, maka massa akan membunuh dan membinasakan mereka. 


Syaikh Kami al Imam al Allamah Burhanuddin al Fazârî berbolak-bolak kekubur hingga 3 hari, begitu juga sekelompok ulama Syafiiyah. Burhanuddin  al Fazârî datang menunggang keledainya dia memiliki kemuliaan dan wibawa. Semoga Allah merahmati beliau.

Banyak ucapan bela sungkawa yang menyertai, beliau juga diimpikan oleh orang-orang sholeh. Syair-syair dan Qasidah-Qasidah panjang banyak ditujukan untuk beliau. Biografi beliau dikarang oleh banyak kelompok dan Fudhala[8]. Tak teringkas biografi untuk menyebutkan kebaikan, keutamaan, keberanian, kemurahan, nasehat, kezuhudan, ibadah, berbagai macam ilmu, karangan kecil dan besar yang mencakup hampir semua bidang keilmuan serta fatwa-fatwa dan pilihan pendapatnya yang ia bela dengan Alqur’an dan Sunnah.

Secara Garis besar, beliau Rahimahullah adalah termasuk ulama besar. Bisa salah dan benar, Tetapi kesalahannya dibandingkan dengan kebenarannya bagaikan sebuah titik dilautan. Kesalaannya pun terampuni sebagaimana dalam Sohih Bukhari: Jika seorang hakim berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala. Kalau ia berijtihad kemudian Salah, maka baginya satu pahala. Berkata Imam malik bin Anas: setiap orang bisa diambil pendapatnya dan ditinggalkan kecuali penghuni kubur ini (Rasulullah, Red)

[1] Silahkan membaca langsung dari kitab Al bidâyah wa al Nihâyah pada peristiwa yang terjadi di tahun 728 Hijriah

[2] Beliau adalah pengarang  dan penyusun Muntaqa al akhbâr yang disyarah oleh Imam syaukani dengan Judul Nailul Awthar yang tersohor itu. Laqab beliau adalah Majduddin Ibnu Taimiyah

[3] Maksudnya belum disusun dengan rapi untuk diterbitkan secara masal ketika Ibnu katsir menulis kitab ini

[4] Perlu diketahui bahwa al Zamlakani memiliki pendapat-pendapat yang miring tentang Ibnu Taimiyah,namun secara jelas terbukti disini  bahwa rasa kagum dan hormatnya mampu membuatnya menyesal kehilangan Ibnu Taimiyah ketika dia tidak mendapati kematian beliau.

[5] Maksudnya perbedaan antara ahli bid’ah dan ahli sunnah dapat diindaksikan lewat banyaknya orang yang melayat dan mendoakan

[6] Keberaniannya dalam mengatakan kebenaran membuat dia kerap berurusan dengan fuqaha lain dan juga pemerintah, akibatnya mereka memfitnah dan menjauhkan beliau dari masyarakat. Namun hari penguburannya menjadi saksi kebenaran ijtihadnya. Wallahu a’lam

[7] Pemilik kitab Tahzibul Kamal yang masyhur. Guru dan juga mertuanya Ibnu Katsir . alhafidz abul fida’ Ibnu katsir dan Ibnu Hajar pernah menceritakan bahwa Al Mizzi pernah ditahan karena membaca kitab Khalqu Af alil Ibab karya Imam Bukhari kemudian dibebaskan atas usaha dari Ibnu Taimiyah. Al-Bidayah Wa an-Nihayah 18/54 dan Durar Al-Kaminah 170/1

[8] Saya belum tahu ada ulama semasa Ibnu Taimiyah yang memiki kitab biografi yang lebih banyak dan lebih lengkap dari beliau

No comments:

Post a Comment