Tanya:
Asalammualaikum pak ustat ...sy mau bertanya pak ustat apakah
talak di saat nikah syubhat itu sah karna suami sering menalak saat itu? Karna
nikah syubhat itu adalah akad yg rusak/ tidak sah karna saat menikah saya
keadaan hamil sampai terlahir 3 anak anak pertama laki2 dan ke dua anak sy
perempuan bagai mana nasib anak2 saya pak ustad, apakah anak sy adalah anak
zina ?dan jika terlanjur anak yg lahir di nikah syubhat adlh anak sah secara
syari?
Sy pernah melakukan akad ke dua pak tpi saat itu sy belum
bertobat karna blum mengerti hanya ad rasa ingin berumah tangga yg baik memulai
hidup baru....di akad ke dua terjadi ucap talak satu...tanpa adanya kata2 rujuk
sampai masa iddah habiss apakah dengan berhubungan suami istri itu salah satu
rujuk...karna ingin berhati2 dan sudah mengetahui syariat yg sebenarnya saya
pun bertobat dengan amat menyasal memohon ampun ke pada allah begitupun
suami....kami bertobat...dan melakukan akad yg ke tiga kali....tanpa
istibra..disini apakah yg saya lakukan dengan suami sudah benar pak ustad mohon
jawabanya pak ustad wasalam.... (Laras Putri)
Jawab:
Waa’alaikumussalam warahmatullah,
Nikah Syubhat adalah menikah dengan akad yang tidak sah
secara syar’i dalam keadaan kedua pasangan tidak mengetahui kalo akad nikahnya
tidak sah. Beberapa konsekuensi dari nikah syubhat:
Pertama, anak
hasil nikah syubhat tetap sah sebagai anak dari ayahnya dan dinisbahkan
perwaliannya kepada ayah. Anak dan ayah tetap memiliki hubungan saling
mewarisi harta
Kedua, akah
nikah tersebut harus diulangi hingga memenuhi syarat-syarat nikah seperti ijab
qabul, mahar, wali dan dua saksi. Tidak harus diadakan walimah ulang atau pesta
pernikahan besar-besaran yang membutuhkan banyak biaya.
Ketiga,
meskipun akad nikah tersebut tidak sah, keduanya tidaklah dianggap sebagai
pezina karena ketidak-tahuan kedua pasangan tersebut saat melakukan akad,
sehingga tidak diterapkan hukuman had di dunia
Dalam hal ini, pernikahan ibu dalam keadaan hamil termasuk
nikah syubhat, setelah ibu mengulangi akad nikah yang baru, maka ibu dan sang
suami telah sah menikah secara syar’i.
Namun yang menjadi masalah, setelah ibu dan suami telah sah
menikah, kemudian suami menceraikan (men-talak) ibu dan tidak rujuk hingga
habis masa iddah. Perlu ibu ketahui bahwa rujuk dari talak memiliki dua
keadaan:
Pertama, rujuk
saat istri masih dalam masa iddah, ini cukup dengan ucapan rujuk atau dengan
berhubungan intim dengan niat rujuk
Kedua, rujuk
saat istri telah sempurna melewati masa iddah, cara rujuknya harus dengan akad
yang baru dengan memenuhi syarat nikah seperti ijab qabul, mahar, wali dan dua
saksi.
Tindakan ibu sudah tepat ketika melakukan akad nikah yang
ketiga, karena tindakan rujuk suami setelah melewati masa iddah tidak cukup
hanya berhubungan intim. Ketika ibu telah melewati masa iddah secara sempurna,
hal itu sudah cukup sebagai bentuk istibra’ (memastikan ketiadaan janin dalam rahim),
kemudian sang suami boleh melakukan akad nikah yang ketiga bersama ibu.
Nasehat saya, sebelum ibu melakukan sesuatu, hendaklah
dikonsultasikan kepada ahli ilmu agar ibu tidak melakukan kesalahan yang sama
di kemudian hari.
Allahua’lam, wabillahittaufiq
Sumber: Al-Fatawa Al-Kubra, 4/9, Fatawa Al-Lajnah
Ad-Da’imah no. 2195, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 8/123
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAnggaplah talak yang terjadi saat nikah syubhat terhitung talak satu, kemudian ibu melakukan akad nikah yang kedua, kemudian suami mentalak ibu yang kedua kalinya, kemudian ibu melakukan akad nikah yang ketiga, dan pernikahan tersebut masih langgeng hingga saat ini. Demikian kondisi ibu yang saya pahami.
ReplyDeleteKalo dihitung, suami baru mentalak ibu sebanyak dua kali. Suami masih boleh rujuk kepada ibu sekali lagi. Jika suami mentalak ibu yang ketiga, barulah ibu tidak halal bagi suami hingga ibu menikah lagi dengan laki-laki lain kemudian diceraikan.
Barangkali ibu salah paham dengan jawaban saya di atas, konteks perkataan Imam Ahmad adalah ketika seorang suami telah menjatuhkan tiga talak kepada istrinya dalam nikah syubhat, Imam Ahmad berpendapat talaknya jatuh, sehingga keduanya dipisahkan dan tidak boleh kembali dinikahkan hingga si istri dinikahi oleh laki-laki lain kemudian diceraikan.
Nasehati suami agar jangan bermudah-mudahan dalam masalah talak. Semarah apapun dia, jangan sampai terucap kata-kata talak. Ingat anak-anak ibu, emosi sesaat dapat menyebabkan penderitaan yang panjang. Penyesalan setelah itu tidak bermanfaat, karena Allah ta'ala telah mengatur segala sesuatu dalam syariatnya. Kewajiban kita adalah taat kepada Allah dalam keadaan bahagia maupun terpaksa. Segala musibah yang menimpa kita, pada hakikatnya disebabkan oleh kelalaian kita dan jauhnya kita dari bimbingan Islam, semoga bisa dipahami.
wabillahittaufiq
Terima kasihhh pak ustad semoga allah memberi pahala yg berlipat kepada pak ustad karna telah meluruskan masalah yg sy alami dan memberi solusinya....pak ustad...terimakasihh sekali lg wasalam....
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWa'alaikumussalam warahmatullah,
DeleteSuami tidak boleh menyetubuhi istrinya yang sedang haid hingga istrinya suci dari haid dan mandi wajib, setelah istri mandi, silahkan bersetubuh. Allah ta'ala berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu kotoran. Karena itu, jauhilah wanita di tempat keluarnya darah haid (kemaluan). Janganlah kalian mendekatinya (bersetubuh) sampai dia suci. Apabila dia (istrimu) telah mandi, maka datangilah dia dari tempat yang Allah perintahkan ….’” [QS. Al-Baqarah: 222]
Saat ibu dan suami tidak tahu, semoga Allah maafkan. Tapi jangan diulangi, suami perlu dipahamkan tentang masalah ini, agar bisa membangun rumah tangga di atas bingkai syariat.
Allahua'lam, wabillahittaufiq
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletePerbuatan yang menyelisihi syariat tidak diperbolehkan, meskipun hanya sekedar hobi, dan meskipun yang berjudi adalah orang yang shalat, hal itu tidak mengubah hukum judi menjadi halal. Cari hobi lain yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, misalkan memancing, membaca, olahraga, dll. Balap motor dengan taruhan uang memiliki banyak mudharat, diantaranya:
Delete[Pertama] taruhan uang termasuk judi, dan perbuatan judi telah jelas keharamannya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
[Kedua] membahayakan diri sendiri juga membahayakan orang lain, dan agama Islam mengharamkan segala sesuatu yang membahayakan jiwa. Bahkan tidak sedikit para pembalap motor yang tewas di arena pertandingan, apakah suami ibu tidak mengambil pelajaran dari hal itu?
[Ketiga] bergaul dengan teman-teman yang buruk agamanya dan akhlaknya. Jika suami ibu terus menerus bergaul dengan para penjudi balap motor, bagaimana ia akan berubah ke arah yang lebih baik. Jika ibu telah menasehati suami berulang-ulang, namun ia masih enggan. Mintalah orang lain yang disegani suami untuk menasehatinya. Ajak suami shalat di masjid lima waktu dan menghadiri majelis-majelis taklim, agar ia mendapatkan ganti teman-teman yang shalih dan baik
[Keempat] perbuatan tersebut juga termasuk pemborosan dan menyia-nyiakan harta. Tindakan pemborosan juga diharamkan dalam Islam. Tidak ada kebaikan dalam judi, carilah penghasilan yang halal dan thayyib (baik). Akhir dari kehidupan para penjudi adalah bangkrut dan miskin, kebanyakannya demikian.
[Kelima] Suatu dosa akan menyeret kepada dosa berikutnya. Bisa jadi suami ibu akan terseret ke perbuatan dosa berikutnya demi mendapatkan uang untuk berjudi, atau dengan kata lain demi menyalurkan hobinya.
Nasehati suami dengan lembut, tidak perlu dengan nada tinggi. Nasehat ibu kepada suami untuk meninggalkan dosa bukan termasuk melawan atau bentuk durhaka kepada suami, bahkan ibu mendapatkan pahala akan hal itu. Semoga Allah memberikan hidayah kepada saya, ibu dan suami ibu, juga menjadikan rumah tangga ibu berjalan di bawah naungan syariat.
Allahua'lam, wabillahittaufiq
Terima kasihhh pak ustad skli lg terima kasih....atas saranya membantu sekali wasalam
ReplyDeleteAssalammualaikum Pak Ustad, saya seorang istri yg sedang hamil 8 bulan..pernikahan kami dilakukan pada bulan Oktober tahun 2013..
ReplyDeletepertanyaan saya : pada bulan September 2013 (1 bulan sblm menikah), saya melakukan perbuatan zina dgn calon suami saya, kemudian akad nikah dilakukan 1 bulan sesudah zina tersebut dan di hari ke-6 haid, apakah saya sudah dianggap istibra krn akad dilakukan pd saat jelang selesai haid (sudah bersih tp belum mandi junub)??maaf krn pd waktu itu saya tidak tahu adanya hukum istibra dan skrg saya sedang belajar syariat..bagaimana hukum pernikahan saya??haruskah mengulang akad nikah setelah melahirkan??apakah saya msh boleh berhubungan intim dengan suami??
Wa'alaikumussalam warahmatullah, perhatikan beberapa point berikut:
ReplyDeletePertama, hal pertama yang wajib dilakukan oleh ibu dan suami adalah bertaubat dari dosa zina. Karena seorang muslim tidak boleh menikahi wanita pezina, demikian pula seorang wanita muslimah tidak boleh menikahi laki-laki pezina.
Allah ta'ala berfirman:
الزَّانِى لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَ يَنكِحُهَا إِلاَّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرّمَ ذالِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
"Laki-laki pezina tidak mengawini melainkan wanita pezina, atau wanita musyrik; dan wanita pezina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman" [QS. An-Nuur]
Apabila dua pasangan pezina telah bertaubat, maka akad nikahnya sah. Apabila salah satu dari keduanya atau bahkan dua-duanya belum bertaubat dari zina, maka keabsahan akad nikahnya diperselisihkan ulama. Madzhab Hambali berpandangan bahwa akad nikahnya tidak sah berdasarkan larangan ayat di atas.
Apabila ibu dan suami telah bertaubat dari zina sebelum akad nikah, maka insya Allah akad nikahnya sah.
Kedua, istibra' (memastikan kekosongan rahim dari janin) wanita yang dizinahi adalah sekali haid. Apabila ibu melakukan akad nikah setelah masuk masa haid, maka ibu telah istibra', karena dapat dipastikan bahwa rahim telah kosong dari janin. Hikmah disyariatkannya istibra' adalah untuk memastikan anak dalam kandungan benar-benar dinasabkan kepada ayahnya.
Kesimpulannya jika dilihat dari kondisi ibu, ada dua syarat agar akad nikah tersebut sah tanpa ada perselisihan di kalangan ulama:
[1] Apabila akad nikah itu dilakukan setelah ibu dan suami bertaubat dari zina
[2] Apabila akad nikah dilakukan setelah ibu melewati istibra' rahim (sekali haid)
Apabila salah satu dari syarat tersebut belum terpenuhi, maka yang lebih hati-hati adalah memperbaharui akad nikah. Cukup wali nikah dari ibu berkata kepada suami "saya nikahkan engkau dengan anak saya (fulanah bintu fulan) dengan mahar (sekian) dibayar tunai". Lalu suami menjawab "saya terima nikahnya...". Tentunya dengan dihadiri dua saksi dan adanya mahar. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan keraguan, Allahua'lam
Washallallahu 'ala nabiyyina muhammad, wa'ala alihi washabihi
Assalammualaikum pak ustad, insya Allah saya sudah sholat taubat tp belum tahu apakah suami saya sudah sholat atau belum, insya Allah segera saya tanyakan..
ReplyDeleteadapun mengenai keterangan pak ustad diatas mengenai "cukup wali nikah dari ibu ......... lalu suami menjawab saya terima nikahnya", apakah itu cukup dilakukan dirumah??dalam artian tidak dimulai dengan proses pembatalan nikah di pengadilan, memperbaharui surat menyurat, serta dokumen di KUA??
besar ucapan terimakasih saya kpd bapak ustad, semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan keselamatan kpd bapak ustad..
wassalammualaikum..
Wa'alaikumussalam warahmatullah,
DeleteJika ibu hendak memperbaharui akad nikah demi kehati-hatian dan menghilangkan keraguan, cukup dilakukan di rumah. Tidak perlu ke KUA atau ke pengadilan. Mahar yang diberikan pun tidak harus mahal. Tapi jangan lupa harus ada dua orang saksi, misalkan saudara atau paman.
Jika suami ibu telah bertaubat dari zina sebelum akad nikah, maka pernikahan ibu sah insya Allah, tidak perlu diulang.
Assalamualaikum pak uztad maaf saya mau bertanya saya pernah melakukan akad ulang 2 kali saat melakukan akad ulang yg pertama saya tidak istibra apakah akad ulang saya sah? Pertama nikah hamil jdi saat akad ulang pertama saya tidak istibra tetapi saya tidak hamil karna sudah sterik saya lp mau menayakan nya kemarin apakah sah pak tanpa istibra?
ReplyDeletedan Akad ulang yg kedua karna kejadian ucapan talak di akad ulang yg pertama apakah boleh sebelum melakukan akad ulang yg kedua saat kejadian talak kami melakukan hub badan selayaknya tidak terjadi apa2 (karna suami bodoh agama) jadi tidak ada kata2 rujuk sampai idah habis. dan dari masuk masa iddah sampai iddah habis kami sering melakukan hub badan, apakah sah saat saya melakukan akad ulang yg ke dua saat masa idah habis, tanpa adanya istibra karna diketahui saya tidak hamil dan sudah steril sm seperti akad pertama,, tetapi kami sebelum akad benar2 sudah bertobat
terimakasih pak saya mohon jawaban saya bingung pak memikirkan ini cm bapak yg bisa nolong saya memberi jawaban smoga allah membalas...
Hendaknya ibu berkonsultasi dengan ustadzah setempat yang dekat dengan wilayah ibu, ceritakan kondisi rumah tangga ibu dengan jelas mulai dari awal muncul permasalahan. Mintalah nasehat dan solusi. Mohon maaf, saya belum bisa memahami kondisi permasalahan rumah tangga ibu dengan baik. Allahua'lam
ReplyDeleteassalamulaikum, pak saya mau nanya tentang buku referensi yang berbahasa indonesia tentang nikah subhat yang bapak baca. saya lagi mengumpulakn bahan untuk skripsi saya. Sebelumnya terima kasih
ReplyDeleteAssalamualaikum ustad
ReplyDeleteSaya melakukan nikah syubhat istri hamil duluan dnamun dalam pernikahan trsebut saya yakin tidak sah dan hanya menutupi aib saja, dalam 1 tahun pernikahan saya sudah menjatuhkan talak 2 kali dalam keadaan saya yakini talak tersebit tidak sah karena pernikahan tersebut saya yakini todak sah, setelah 1 tahun pernikahan saya mengulangi pernikahan yang syari dan terjadi satu kali talak di pernikahan yg kedua dan kembali rujuk sampai sekarang, pertanyaan saya apakah sudah jatuh talak 3 dan saya harus pisah dari istri?