Tuesday, March 24, 2015

Menunda Mengingkari Kemungkaran Demi Maslahat

Tanya:

فضيلة الشيخ! هناك بعض المسلمين من أصحاب المعاصي نزورهم بنية الدعوة إلى الله عز وجل، لكن هؤلاء لا يحضرون مجالس الذكر وهم بعيدون عن الله عز وجل، ونجد عندهم بعض المنكرات وأحيانا يريدون أن يختبرونا بأن يفتح أحدهم أغان في وجودنا، ونحن لا ندعوهم أمام الناس، بل نأتيهم إلى بيوتهم، ونحاول أن نكسب قلوبهم في البداية بتكرار الزيارات، ووجدنا حسب التجارب أننا إذا بدأناهم بإنكار المنكر يفرون منا ولا يجالسوننا، ولكن بفضل الله عز وجل نصبر على ذلك، وإن سمعنا أحيانا بعض المنكرات، ولكن بعض الإخوة ينكرون يقولون: لا بد أن تنكروا المنكر، فهل ننكر المنكر مباشرة أو نصبر بنية الدعوة إلى الله عز وجل؟

“Syaikh yang mulia, di sana terdapat sebagian muslim yang gemar berbuat maksiat,  kami mengunjungi mereka dengan niat dakwah kepada Allah ‘azza wajalla. Namun mereka tetap enggan menghadiri majelis ilmu, mereka jauh dari Allah ‘azza wajalla. Kami mendapatkan berbagai kemungkaran di sisi mereka, terkadang mereka menguji kami dengan memutar lantunan musik saat kami berada di sisi mereka. Kami tidak berdakwah kepada mereka di depan kerumunan manusia, namun kami datang ke rumah-rumah mereka. Kami berupaya melembutkan hati mereka dengan sering berkunjung.

Berdasarkan pengalaman yang telah lalu, apabila kami memulai (dakwah -pen) dengan mengingkari kemungkaran, mereka akan lari dan tidak mau duduk bersama kami. Akan tetapi dengan keutamaan dari Allah ‘azza wajalla, kami tetap bersikap sabar kepada mereka, meskipun terkadang kami mendengar beberapa kemungkaran. Namun sebagian ikhwah mengingkari (sikap kami -pen) dengan menyatakan: ‘kalian harus mengingkari kemungkaran’. Apakah kami harus mengingkari kemungkaran secara langsung atau memilih untuk bersabar (menunda dalam mengingkari kemungakaran –pen) dengan niat dakwah kepada Allah ‘azza wajalla?

Jawab:

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

منكر المنكر هو مثل الطبيب، لو أن الطبيب أتى على جرح وشقه مباشرة ليستخرج ما فيه فربما يتولد ضرر أكبر، ولكن لو أنه شقه يسيرا يسيرا وصبر على ما يشم منه من رائحة منتنة لحصل المقصود، فأنتم ما جلستم مع أهل المنكر رغبة فيما هم عليه من المنكر، وإنما جلستم من أجل الدعوة إلى الله، وفي ظني أن كل إنسان عنده عقل مميز إذا جلس إلى جانبه صاحب خير فإنه سوف يقلع عن المعصية التي هو عليها، وربما يكابر أو يعاند فيبقيها أو يزيدها كما قلت، ولكن اصبر فإذا عرفت أنه ليس فيه رجاء فحينئذ لا تجلس معه، ويجب حينئذ أن تفارقه

“Permisalan seorang yang mengingkari kemungkaran seperti dokter. Seandainya saat menjumpai luka, seorang dokter langsung merobek luka tersebut secara langsung untuk mengeluarkan penyakit yang ada di dalamnya, tentu hal itu akan melahirkan mudharat yang lebih besar. Akan tetapi seandainya sang dokter membuka luka tersebut sedikit demi sedikit, lalu bersabar terhadap bau busuk yang keluar dari luka tersebut, tentu tujuannya akan tercapai (sembuh dari luka–pen).

Kalian tidaklah duduk bersama ahli maksiat karena ingin berbuat kemungkaran bersama mereka. Kalian duduk bersama mereka hanyalah untuk berdakwah kepada Allah. Menurut perkiraanku, setiap manusia pastilah memiliki akal yang mampu membedakan orang-orang yang duduk bersamanya. Apabila yang duduk bersamanya adalah orang yang baik, ia akan meninggalkan maksiat yang dahulu ia lakukan (karena sungkan dengan teman duduknya yang baik –pen). 

Namun terkadang sebaliknya, ia malah sombong dan membangkang, ia tetap dalam kondisinya yang bergelimang dosa atau bahkan semakin menambah ulahnya seperti yang engkau katakan. Bersabarlah… Apabila ia tidak bisa diharapkan kebaikannya, maka janganlah duduk bersamanya, dalam keadaan ini engkau wajib meninggalkannya. [Liqa’ Al-Bab Al-Maftuuh, 17/21]

No comments:

Post a Comment