Kartu kredit adalah kartu yang diterbitkan oleh bank
atau perusahaan pengelola kartu kredit yang memberikan hak kepada orang yang
memenuhi persyaratan tertentu untuk menggunakannya sebagai alat pembayaran
secara kredit atas perolehan barang atau jasa, atau untuk menarik uang tunai
dalam batas kredit sebagaimana telah ditentukan oleh bank atau pengelola kartu
kredit.
Dalam pembayaran kembali kredit tersebut, pemegang
kartu tidak diwajibkan untuk melakukan pembayaran sekaligus, tetapi diberikan
kelonggaran untuk membayar secara angsuran dengan tingkat bunga tertentu dan
nilai angsuran sebesar persentase tertentu dari saldo kredit yang telah
digunakan.
Pada umumnya pemegang kartu kredit tidak disyaratkan
memiliki rekening deposito atau tabungan pada bank penerbit kartu. Khusus bagi
pemegang kartu kredit yang berdasarkan pengalaman bank tidak mempunyai
kemampuan yang pasti untuk membayar, biasanya pihak bank mensyaratkan pemegang
kartu agar memiliki rekening deposito atau tabungan pada bank penerbit.
Apabila pemegang kartu kredit tidak mampu membayar kredit, maka bank mempunyai hak untuk menggunakan rekening tabungan atau deposito untuk membayar atau melunasi tagihan. Kartu kredit jenis ini dinamakan kartu kredit berjaminan (secured credit card)
Hukum Kartu Kredit
Dalam tinjauan fiqh, kartu kredit merupakan gabungan
dari tiga akad yaitu qardh (utang), kafalah (jaminan) dan ijarah (jasa). Untuk
menjatuhkan hukum halal atau haram penggunaan kartu kredit, harus dilihat
sejauh mana penerapan syarat dan rukun tiga akad tersebut.
Pertama, akad qardh (utang) pada kartu kredit
Aplikasi qardh dalam kartu kredit yaitu saat bank
memberikan sejumlah pinjaman uang kepada nasabah atas pembelian barang atau
jasa, setelah jatuh tempo, bank akan menagih utang tersebut dari nasabah.
Iuran Keanggotaan (Membership Fee)
Dalam Muktamar ke-III pada tahun 1986, Majma’
Al-Fiqh Al-Islami mengeluarkan fatwa tentang kebolehan mengambil imbalan
atas jasa fasilitas yang diberikan pada kreditur, dengan syarat hanya sebatas
administrasi [Qararat wa Taushiyat Al-Majma’ hal. 27]
Dewan Syariah Nasional juga mengluarkan fatwa
kebolehan bagi pihak bank untuk menarik iuran keanggotaan sebagai imbalan jasa
penggunaan fasilitas kartu atau saat nasabah melakukan penarikan uang tunai,
dengan syarat biaya yang dibebankan oleh bank hanya sebatas biaya administrasi
tanpa mengambil laba sedikitpun [Fatwa DSN no. 54/DSN-MUI/X/2006]
Biaya itu nantinya digunakan untuk biaya operasional
seperti pencetakan kartu dan membayar
iuran ke penyelenggara kartu kredit seperti VISA atau Master Card. Bank
penerbit kartu tidak boleh menarik laba sedikitpun dari biaya
administrasi, karena laba ini termasuk riba. Dalam kaidah fiqh disebutkan “setiap
pinjaman yang memberikan keuntungan bagi pemberi pinjaman adalah riba”.
Laba dari administrasi yang dihukumi riba dapat
diketahui dengan cara penerapan persentase dari jumlah uang yang ditarik.
Misalkan, Bank A membebani pemegang kartu kredit sejumlah biaya administrasi
penarikan sebanyak Rp 20.000,00 + 2,5% dari jumlah dana yang ditarik. Maka 2,5%
dari jumlah dana yang ditarik adalah riba. Sebab seandainya biaya itu murni
dari administrasi, tentu tidak dikaitkan dengan jumlah dana yang ditarik.
Bunga Pembayaran Angsuran
Pengembalian kredit dapat dilakukan dengan cara
pembayaran tunai dalam masa tangguh dan dengan cara angsuran berbunga, biasanya
1,59%, 1,75% atau 1,95% per bulan dari jumlah kredit.
Bunga pembayarang angsuran ini adalah riba,
karena menambah jumlah utang saat waktu angsuran pembayaran bertambah.
Denda Keterlambatan (Penalty)
Pemegang kartu kredit yang terlambat melunasi pengembalian
kredit dari tempo tenggang waktu yang diberikan bank akan dikenakan denda
keterlambatan, biasanya 2,5% dari saldo kredit. Denda keterlambatan ini juga riba,
meskipun dana tersebut seluruhnya diklaim sebagai dana social
Kedua, akad kafalah (jaminan) dalam kartu kredit
Kafalah adalah akad penjaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
atau pihak yang ditanggung.
Dalam penggunaan kartu kredit, bank penerbit kartu
memberikan jaminan kepada pedagang (merchant) untuk memenuhi kewajiban
pembayaran pemegang kartu atas barang yang dibeli atau jasa yang digunakan.
Sedangkan imbalan (fee) itu ditarik oleh bank dari pemegang kartu atas jasa
penjaminan yang diberikannya.
Para ulama telah bersepakat (ijma’) bahwa imbalan yang
diterima dari akad kafalah adalah haram.
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata:
“Seluruh ulama yang kami ketahui sepakat bahwa imbalan
yang diterima dari akad kafalah tidak halal dan tidak diperbolehkan.” [Al-Isyraaf,1/120]
Al-Haththab Al-Maliki rahimahullah berkata:
“Tidak ada perselisihan diantara ulama tentang
larangan akad kafalah yang disertai syarat imbalan” [Mawahibul Jalil, 4/242]
Ar-Ruhuni Al-Maliki rahimahullah berkata:
“Para ulama telah bersepakat bahwa akad kafalah dengan
imbalan yang diterima oleh kafil (penanggung) tidak halal dan tidak
diperbolehkan” [Hasyiyah Ar-Ruhuni ‘ala Syarh Az-Zarqani, 6/25]
Ibnu Nujaim Al-Hanafi rahimahullah berkata:
“Seorang yang melakukan akad kafalah dan menerima imbalan
dari orang yang dijamin memiliki dua bentuk; pertama, imbalan itu tidak
disyaratkan dalam akad, maka hukum imbalannya tidak sah namun akadnya tetap
sah. Kedua, imbalan itu disyaratkan dalam akad, maka hukum imbalan dan akadnya
tidak sah..” [Al-Bahru Ar-Ra’iq, 6/242]
Ad-Dasuki Al-Maliki rahimahullah berkata:
“Kafalah yang tidak sah adalah kafalah yang tidak
memenuhi syarat, seperti menerima imbalan dari akad kafalah..” [Hasyiyah
Ad-Dasuki, 3/77]
Al-Mawardi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
“Jika seseorang meminta orang lain untuk menjadi
penjaminnya dan ia memberikan imbalan kepada penjamin, akad semisal ini tidak
diperbolehkan dan imbalannya tidak sah. Akad kafalah yang terdapat syarat
imbalan juga tidak sah.” [Al-Hawi Al-Kabir, 6/443]
Ibnu Qudamah Al-Hambali rahimahullah berkata:
“Jika seseorang berkata kepada orang lain, ‘jadilah
engkau penjaminku, aku akan memberimu imbalan seribu. Akad ini tidak
diperbolehkan” [Al-Mughniy, 6/441]
Fatwa haram juga dikeluarkan oleh Majma’ Al-Fiqh
Al-Islami pada tahun 1985 dengan nomor keputusan 12 (12/2) [Qararat wa
Taushiyat Al-Majma’ hal. 25]
Namun sangat disayangkan, jasa kafalah ini dibolehkan
oleh Dewan Syariah Nasional dalam beberapa fatwanya:
- Fatwa no. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah yang
berbunyi:
“Ketentuan Umum Kafalah: Dalam Akad Kafalah, penjamin
dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan”
- Fatwa no. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card
yang berbunyi:
“Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah Kafalah.
Dalam hal ini penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi pemegang kartu
terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi
antara pemegang kartu dengan merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain
bank atau ATM bank penerbit kartu. Atas pemberian kafalah, penerbit kartu
dapat menerima fee (ujrah kafalah)”
- Fatwa no. 57/DSN-MUI/V/2007 tentang Letter Off
Credit (L/C) dengan Akad Kafalah Bil Ujrah yang berbunyi:
“L/C akad Kafalah Bil Ujrah adalah transaksi
perdagangan ekspor impor yang menggunakan jasa LKS berdasarkan Akad Kafalah,
dan atas jasa terebut LKS memperoleh fee (ujrah)”
Oleh karena itu, dihimbau kepada Dewan Syariah
Nasional MUI agar meninjau kembali permasalahan ini, karena fatwa tersebut tidak sejalan dengan
penjelasan para fuqaha dari ulama empat madzhab. Bahkan fatwa tersebut menyelisihi
ijma’ yang telah dinukilkan oleh sebagian ulama salaf. Allahua’lam.
Ketiga, akad ijarah (upah jasa) dalam kartu kredit
Aplikasi ijarah dalam penggunaan kartu kredit yaitu
saat pemegang kartu melakukan transaksi pembelian barang atau jasa, maka pihak
bank penerbit kartu memperoleh fee dari pedagang. Besarnya fee berkisar antara
2-5% dari harga barang atau jasa. Fee ini diberikan sebagai imbalan (ujrah)
atas jasa perantara, pemasaran dan penagihan.
Fee dari jasa perantaraan ini diperbolehkan dengan
syarat penjual barang tidak menaikkan harga barang terlebih dahulu. Sebab
apabila pedagang menaikkan harga terlebih dahulu, berarti fee untuk bank
penerbit kartu dibayar oleh pemegang kartu. Ketika pemegang kartu mengembalikan
kredit, maka ia mengembalikan utang berlebih ditambah fee pada saat pembayaran.
Transaksi ini jelas termasuk riba.
Pada tahun 2000, Majma’ Al-Fiqh Al-Islami juga
mengeluarkan fatwa kebolehan bagi bank penerbit kartu untuk menerima fee dari
pedagang.
“Bank penerbit kartu boleh memperoleh fee dari
pedagang yang menerima pembayaran menggunakan kartu kredit” [Keputusan no. 108
(2/12)]
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, terdapat tiga akad riba
dalam penggunaan kartu kredit yaitu bunga angsuran pengembalian kredit, denda
keterlambatan pembayaran yang telah jatuh temo dan imbalan jasa kafalah. Maka
menerbitkan kartu kredit yang mengandung tiga akad tersebut juga diharamkan.
Keharaman menerbitkan kartu kredit yang mengandung
tiga akad riba di atas juga telah difatwakan oleh Majma’ Al-Fiqh Al-Islami
dalam keputusan no. 108 (2/12) Tahun 2000.
Allahua’lam, semoga bermanfaat.
Dikutip oleh Abul-Harits dari “Harta Haram Muamalat
Kontemporer” di Madinah, 11 Dzulqa’dah 1435 dengan sedikit perubahan
Bismillah. Al 'afwu ya Ustadz, saya mau tanya, bagaimanakah apabila si pemegang kartu kredit ini sudah terlanjur memiliki hutang dari pemakaian kartu kredit tsb? Apakah tetap harus di tunaikan, yaitu melunasi-nya dengan cara mencicilnya? Mohon keterangannya. JazaakaLlohu khoiron...
ReplyDeleteHutang tersebut tetap wajib dilunasi, ada beberapa keadaan dalam melunasi hutang antum:
ReplyDelete[Pertama] Melunasi hutang tanpa membayar denda riba. Ini yang wajib, namun kemungkinan itu mustahil karena pihak bank tidak akan menyetujuinya.
[Kedua] Melunasi hutang secara kontan (tunai) agar meminimalisir denda riba yang disetorkan. Dana tersebut bisa Anda pinjam sementara dari saudara atau kawan.
[Ketiga] Apabila Anda tidak memiliki dana untuk melunasinya secara kontan (tunai), silahkan dicicil. Ini lebih buruk dari point kedua, karena denda riba yang disetorkan akan lebih besar. Semakin besar porsi kita bermuamalah dengan riba tentu semakin buruk keadaannya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat pemakan riba, pihak yang menyerahkan riba, pencatat riba dan dua orang saksinya, mereka semua sama" [HR. Muslim]
BismillahiRohmaniRohiim, AsSalamu'alaikum Ustads,
ReplyDeleteAna mau nanya tentang hukum menggunakan kartu kredit seperti berikut:
1. Memakai kartu kredit untuk belanja dan membayar lunas sebelum jatuh tempo. Jadi syarat dimulainya riba tidak terpenuhi.
2. Membayar iuran/administrasi fee tahunan dari ponit reward, point yang diberikan bank bila belanja jumlah tertentu akan dihadiahi sejumlah point, misal setiap belanja Rp 2,500 diberi 1 point. Apakah point reward ini halal digunakan, karena kadang bisa juga dipakai untuk belanja barang kebutuhan sehari2.
JaazakAllahu khoir Ustadz,
WaSalamu'alaikum
Wa'alaikumussalam warahmatullah,
ReplyDeleteBeberapa waktu yang lalu, saya telah menjawab pertanyaan Anda. Namun dengan berjalannya waktu, saya menyadari bahwa jawaban tersebut keliru, sehingga saya menghapusnya dari kolom komentar. Semoga Allah memaafkan kelancangan saya berbicara tentang halal haram tanpa ilmu, astaghfirullah waatubu ilaih. Berikut ralat dari jawaban yang lalu:
Pertama, sebaiknya Anda menghindari penggunaan kartu
kredit. Seperti dijelaskan dalam artikel di atas, kartu kredit dewasa ini memiliki 3 akad riba yang tidak bisa dihindarkan yaitu bunga angsuran pengembalian kredit, denda keterlambatan pembayaran yang telah jatuh temo dan imbalan jasa kafalah.
Kedua, hakikat dari kartu kredit adalah akad qardh (pinjaman). Anda menyimpan dana di bank, agar dapat menggunakannya melalui kartu kredit dengan segala jenisnya. Pihak peminjam adalah bank. Jadi, point reward adalah manfaat yang Anda peroleh dari hasil pinjaman bank, hal itu termasuk riba Allahua'lam. Salurkan point reward Anda untuk fakir miskin dan fasilitas umum untuk berlepas diri dari riba. Jangan sekali-kali digunakan untuk kebutuhan Anda pribadi.
Jazakumullah khairan, nasehat saya, tinggalkan akad jual beli yang diragukan halal haramnya. Wa'alaikumussalam warahmatullah.
menandatangani akadnya berarti setuju riba siap diberlakukan ..
ReplyDeletebagaimana jika saya mengambil barang di toko online bunga 0%sampai 12bln, dan tiap sebelum jatuh tempo saya melunasinya. mohon infonya karena saya sedang membuat kartu kredit, agar tidak terjadi riba.
ReplyDeletePelanggarannya sebagaimana dijelaskan dalam komentar sebelumnya, Anda telah menyepakati akad riba bersama bank penerbit kartu kredit. Ini tidak boleh, Allahua'lam
Deletebismillah.
ReplyDeleteassalamualaikum ustadz.
bagaimana hukumnya kl kita berhutang kepada orang lain yang memiliki kartu kredit untuk membayarkan tiket pesawat secara online dengan kartu kreditnya?
Wa'alaikumussalam warahmatullah,
DeleteKalo Anda menggunakan kartu kredit, meskipun milik orang lain, berarti Anda telah mendorongnya dalam transaksi riba, cepat atau lambat. Gunakan cara lain untuk booking tiket pesawat Anda, Allahua'lam
Assalamu'alaikum ustadz,
ReplyDeleteafwan, saya mau bertanya.
1. apa hukumnya mendapatkan diskon dalam membeli barang dengan menggunakan kartu kredit konvensional? apakah diskon yang saya dapatkan mengandung unsur riba? pemahaman saya diskon tsb merupakan "benefit" dari proses hutang piutang, mohon penjelasannya dan koreksinya jika pemahaman saya keliru.
2. Apa hukumnya mendapatkan poin (reward) dari penggunaan kartu kredit syariah? jika dilihat dari sesi kartu kredit konvensional poin tersebut merupakan riba. bagaimana jika poin tsb didapatkan dari kartu kredit syariah?
Berkenan pencerahannya, jazakallah khairan.
Bagaimana hukimnya tarik tunai dari kaetubkredit ?
ReplyDelete