Tanya:
“Assalamualaikum ustadz..
Saya mohon nasihat ustadz
berikut penjelasan dalil2nya.. Saya perempuan berusia 23
tahun, sejak SMA saya memiliki teman dekat seorang laki2, setelah lulus kuliah
teman saya bekerja di pulau lain..dia mengatakan ingin menikahi saya, dan skrg
ingin mencari materi dan mempersiapkan ilmunya dulu.. saya pun menyetujui dan
kita hidup masing2..ibu saya sudah tahu masalah ini, bahwa saya akan menunggu
dia..tapi tiba2 ibu saya menjodohkan saya dengan laki2 lain..
Tentu saja saya merasa
sangat keberatan, tapi ibu memaksa dan mengatakan ini takdir yg harus saya
jalani dan saya tidak boleh memilih karena saya seorang perempuan dan saya harus
mengikuti kemauan ibu saya dlm hal kebenaran..ayah saya sudah meniggal, saya hanya
punya kakak laki2, kakak saya pun memihak kepada ibu karena semua keputusan di
tangan ibu..
Ibu saya mengatakan tidak
bermasalah dgn calon yang saya pilih, ibu menyukai, hanya saja calon dari ibu lebih
tinggi ilmu agamanya dan satu mazhab dgn ibu yaitu salaf..jadi ibu memaksa dan
menunggu sampai saya jawab iya, tapi saya tidak mau..
Pdhl calon yg saya pilih
pun tidak ada kekurangan secara syar’i..
Mohon nasihatnya..terima
kasih” (Verra)
Jawab:
Wa’alaikumussalam
warahmatullah,
Perhatikan beberapa point
berikut:
Pertama, tidak sepantasnya bagi wanita yang telah dewasa
untuk menunda pernikahan. Dengan menikah, seorang wanita dapat lebih menjaga
pandangan dan kehormatannya, serta menyempurnakan separuh agamanya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa
yang telah mampu diantara kalian, maka segeralah menikah. Hal itu lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu,
hendaklah ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi perisai baginya (dari syahwat
–pen).” [HR. Al-Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400]
Rasulullah shallalahu
‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ
نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
“Jika seorang hamba menikah,
sungguh ia telah menyempurnakan separuh agama. Maka bertakwalah pada Allah
dalam separuh (agama –pen) yang lain.” [HR. Al-Baihaqiy dan dishahihkan oleh As-Syaikh
Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 625]
Dengan menikah, kehidupan
Anda akan semakin bermakna dan menjadikan hati lebih tenang dan damai.
Allah ta’ala berfirman:
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم
مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
“Dan diantara
tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah menciptakan isteri-isteri untukmu dari jenismu
sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya.” [QS. Ar-Ruum: 21]
Tindakan Anda
menunda-nunda pernikahan, padahal ibu telah memberikan restu dan motivasi,
menurut saya kurang tepat. Apalagi alasan Anda menunda pernikahan adalah
sesuatu yang belum pasti. Apakah ada kepastian laki-laki itu akan datang
melamar bulan depan atau tiga bulan lagi atau tahun depan, atau kapan?
Tidak ada kepastian bahwa
laki-laki itu akan memenuhi janjinya untuk menikahi Anda. Barangkali di pulau
seberang, ia telah memiliki seorang “teman” wanita untuk menumpahkan rasa
cinta, keluh-kesah dan teman mengobrol.
Kedua, Ayah telah meninggal, sekarang Anda hanyalah
bersama kakak dan seorang ibu yang telah melewati hari-hari bersama Anda dari
kecil hingga dewasa. Ibu telah susah payah mendidik, merawat dan bersabar
menghadapi seorang “Verra” yang bandel saat kecil, apakah setelah dewasa Anda
akan tetap menjadi seorang anak yang bandel. Seorang anak memiliki kewajiban
yang sangat besar untuk berbuat baik pada ibunya.
Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِى
قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ
« أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « ثُمَّ أَبُوكَ »
“Seorang pria pernah
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata, ‘Siapa
dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik padanya?’ Beliau shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab: ‘ibumu’, ia berkata lagi, ‘kemudian siapa
lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘ibumu.’ Ia
berkata lagi, ‘kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab: ‘ibumu’. Ia berkata lagi, ‘kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab: ‘ayahmu’.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Setiap ibu pasti
menginginkan anaknya hidup bahagia, baik kebahagiaan di dunia, maupun di akhirat.
Oleh karena itu, ibu memilihkan untuk Anda seorang calon suami yang menurut
penilaian ibu lebih baik dari pilihan Anda itu. Ini adalah naluri seorang ibu,
setelah ditunggu-tunggu kekasih Anda tidak kunjung datang melamar, ibu segera
mencarikan penggantinya untuk Anda.
Ingatlah, ridha Allah
bergantung pada keridhaan orang tua dan murka Allah juga bergantung dengan
kemurkaan orang tua, tentunya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan
syariat. Dalam hal ini sikap ibu sudah tepat, yaitu ingin mencarikan pendamping
hidup terbaik bagi anak perempuan satu-satunya yang ia cintai. Hal ini tidaklah
menyelisihi syariat.
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda:
رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ
الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah bergantung pada
keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” [HR.
Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 2, At-Tirmidzi no. 173 dan dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrad]
Terkadang kita membenci
sesuatu, padahal hal itu lebih baik bagi kita. Begitu pula sebaliknya,
terkadang kita menyukai sesuatu padahal hal itu amat buruk bagi kita.
Allah ta’ala
berfirman:
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا
وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu
membenci sesuatu, padahal hal itu lebih baik bagimu, dan bisa jadi kamu
menyukai sesuatu, padahal hal itu amat buruk bagimu, dan Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui.” [QS. Al-Baqarah: 216]
Oleh karena itu,
pasrahkanlah pilihan kita pada Allah. Shalatlah dua raka’at Istikharah, berdoalah
dan mintalah petunjuk kepada-Nya. Jika pilihan ibu memang yang terbaik, maka
mudahkanlah jalannya. Namun jika pilihan ibu bukan yang terbaik bagi Anda,
mudah-mudahan segera digantikan dengan calon yang lebih baik…
Ketiga, janganlah Anda membuat ibu kecewa, berilah
sedikit harapan kepada ibu, agar beliau merasa senang. Sampaikanlah pada ibu
bahwa Anda bersedia menerima tawarannya, jika memang Anda merasa cocok dengan
laki-laki tersebut. Mintalah pada ibu agar laki-laki yang ditawarkan segera
datang ke rumah.
Setelah itu, silahkan Anda
memberikan penilaian, jika Anda sedikitpun tidak merasa tertarik dengannya,
Anda tidak perlu memaksakan diri. Berterus teranglah pada ibu bahwa Anda belum
merasa cocok, saya yakin ibu pasti memakluminya dan mau mengerti. Berbeda
keadaannya ketika Anda menolak pilihan ibu dari awal perjodohan, ibu akan
merasa kecewa dan sakit hati.
Jika ternyata sebaliknya,
laki-laki itu memiliki agama, akhlak dan kepribadian yang baik, serta membuat
Anda tertarik, saya menasehatkan untuk menerimanya, karena jodoh Anda berada di
depan mata. Mudah-mudahan ia adalah jodoh yang terbaik. Anda tidak perlu terlalu
lama menunggu laki-laki yang berada di pulau seberang, sampai kapan Anda akan
terus menunggu…
Buatlah ibu Anda senang,
karena hal itu menunjukkan cinta dan bakti Anda kepada ibu. Sejak kecil hingga
dewasa, ibu telah banyak berkorban dan berbuat baik, bukankah ibu tidak
mengharapkan imbalan apapun kepada Anda? Sekarang ibu hanyalah memohon sebuah
permintaan, itu pun demi kebaikan Anda juga, tegakah jika Anda menolaknya
mentah-mentah?
Allahua’lam, semoga bermanfaat…
Ditulis oleh Abul-Harits
di Madinah, 23 Rajab 1435
No comments:
Post a Comment