Friday, November 29, 2013

10 Hal Yang Tidak Bermanfaat

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

عشرَة أَشْيَاء ضائعة لَا ينْتَفع بهَا علم لَا يعْمل بِهِ وَعمل لَا إخلاص فِيهِ وَلَا اقْتِدَاء وَمَال لَا ينْفق مِنْهُ فَلَا يسْتَمْتع بِهِ جَامعه فِي الدُّنْيَا وَلَا يقدمهُ أمَامه إِلَى الْآخِرَة وقلب فارغ من محبَّة الله والشوق إِلَيْهِ والأنس بِهِ وبدن معطل من طَاعَته وخدمته ومحبة لَا تتقيد برضاء المحبوب وامتثال أوامره وَوقت معطل عَن اسْتِدْرَاك فارطه أَو اغتنام بر وقربة وفكر يجول فِيمَا لَا ينفع وخدمة من لَا تقربك خدمته إِلَى الله وَلَا تعود عَلَيْك بصلاح دنياك وخوفك ورجاؤك لمن ناصيته بيد الله وَهُوَ أسبر فِي قَبضته وَلَا يملك لنَفسِهِ حذرا وَلَا نفعا وَلَا موتا وَلَا حَيَاة وَلَا نشورا


وَأعظم هَذِه الإضاعات إضاعتان هما أصل كل إِضَاعَة إِضَاعَة الْقلب وإضاعة الْوَقْت فإضاعة الْقلب من إِيثَار الدُّنْيَا على الْآخِرَة وإضاعة الْوَقْت من طول الأمل فَاجْتمع الْفساد كُله فِي إتباع الْهوى وَطول الأمل وَالصَّلَاح كُله فى اتِّبَاع الهدى والاستعداد للقاء 

"Sepuluh hal yang sia-sia lagi tidak memberikan manfaat :


1. Ilmu yang tidak diamalkan.

2. Amalan yang tidak disertai keikhlasan dan ittiba’ (contoh dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam -pent)


3. Harta yang tidak diinfaqkan, sehingga ia tidak menikmatinya di dunia, tidak pula menjadi simpanan untuknya di akhirat kelak


4. Hati yang kosong dari kecintaan kepada Allah, tidak merindukan-Nya, tidak pula merasa tentram bersama-Nya.


5. Badan yang menganggur, tidak melakukan ketaatan dan pengabdian kepada-Nya.

6. Kecintaan yang tidak disertai keridhaan pada Kekasihnya, tidak pula melaksanakan segala perintah-Nya.


7. Waktu yang tidak digunakan untuk mengenali Penciptanya, tidak untuk mencari karunia-Nya, tidak pula digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.


8. Pikiran yang berkisar pada sesuatu yang tidak bermanfaat.


9. Memberikan pelayanan kepada seseorang, namun hal itu tidak menjadikan dirimu dekat kepada Allah, tidak pula menghasilkan kebaikan untuk duniamu.


10. Khauf (takut) dan raja’ (harapan) yang engkau berikan pada makhluk yang ubun-ubun (jiwanya -pent) berada di tangan Allah. Tentu Allah lebih mengetahui segala sesuatu yang berada dalam genggaman-Nya. Tatkala engkau memberikan khauf dan raja’ pada makhluk yang tidak memiliki kekuasaan sedikitpun terhadap dirinya sendiri, tidak dapat mendatangkan manfaat, tidak pula memiliki kekuasaan tentang kematian, kehidupan maupun kebangkitan.

Pokok kesia-siaan yang paling buruk diantara seluruh point di atas terdapat dalam dua perkara. Sungguh hal itu menjadi pokok segala bentuk kesia-siaan yaitu menyia-nyiakan hati dan menyia-nyiakan waktu


Bentuk menyia-nyiakan hati adalah lebih mendahulukan dunia dari akhirat dan menyia-nyiakan waktu dengan memperpanjang angan-angannya. Maka terkumpullah segala bentuk kerusakan pada orang yang mengikuti hawa nafsunya lagi memiliki angan-angan yang panjang


Segala kebaikan terkumpul tatkala seorang mengikuti hidayah (petunjuk –pent) dan mempersiapkan diri menuju perjumpaan dengan-Nya." [Al-Fawa'id]


Sumber:

http://barengcahangon.blogspot.com/2013/11/penyesalan-yang-tiada-ganti.html


Saturday, November 16, 2013

Ghuluw dalam Mentahdzir dan Mencela

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

إن للشيطان مع بني الإنسان واديان لا يبالي في أيهما هلك: واد من الغلو و واد من التقصير

“Sungguh syaithan terus menerus bersama anak manusia dengan dua lembah, ia tidak peduli dengan lembah yang mana dapat mengantarkan manusia pada kebinasaan, yaitu lembah ghuluw (berlebih-lebihan) atau lembah at-taqshiir (peremehan).”

Syaikh Mahir Al-Qahthani hafizhahullah berkata:

 فإذا رأى إنسان مقبل على منهاج السلف، كيف يضيع عنه العلم و الإقبال على المنهج الحق؟    يجعله يغلوا في الرجال

 من جهتين يكون الغلو:
الجهة الأولى :أنه كل وقته  يشغله بالكلام فى الرجال، فلا يكاد يجلس مع أصحابه ليتفقه معهم، غلو لاشك، لأن الصحابة ما فعلوا و لا ابن عمر في دور البدع  وقت القدرية ما كان بن عمر كذا: كان يجلس و يعلم أصحابه أحكام الطهارة و أحكام الصلاة إلى آخره كإبن عباس و غيرهم مع ظهور أهل البدع كالخوارج، كل شيء له وقت، وقت للتحذير من أهل البدع و وقت للتعلم للتفقه

و الغلو يجري من جهة أخرى و هو أن يطعن من ليس بأهل للطعن، لأن الله ما أمره بذلك، فهو تزيد في باب التقرب إلى الله.التقرب إلى الله يكون في حق العالم الذي يتكلم في الرجال بعلم، فإذا كان دونه و تقرب إلى الله بالطعن في الرجال و هو ليس عنده أهلية فيحصل عليه بدعة عند الله، لأنه أراد أن ينصر الله لكن ليست على طريقة السلف و رسول الله.


“Tatkala syaithan melihat seorang manusia yang berjalan di atas manhaj salaf, syaithan berusaha untuk memalingkannya dari ilmu dan manhaj yang benar. Syaithan membuatnya bersikap ghuluw terhadap rijaal.

Ghuluw dapat terjadi dari dua sisi:

Sisi pertama, seorang yang seluruh waktunya disibukkan dengan pembicaraan terhadap rijaal. Hampir-hampir ia tidak pernah duduk dengan para sahabatnya untuk menuntut ilmu. Ini adalah perbuatan ghuluw tanpa diragukan lagi, karena para sahabat tidak lah demikian dalam bersikap, tidak pula Ibnu Umar bersikap demikian tatkala muncul bid’ah Qadariyyah. Dahulu Ibnu Umar duduk dan mengajarkan murid-muridnya hukum-hukum thaharah dan shalat hingga akhir bab. Begitu pula sikap Ibnu Abbas dan para sahabat yang lain tatkala muncul ahlul-bid’ah dari kalangan Khawarij. Segala sesuatu ada waktunya, ada waktu untuk mentahdzir ahlul bid’ah, ada waktu pula untuk mempelajari dan mendalami ilmu.

Sisi yang lain dari perbuatan ghuluw adalah seorang yang mencela orang-orang yang tidak pantas dicela, karena Allah tidaklah memerintahkannya untuk berbuat demikian. Ia menganggap celaan yang dilakukannya termasuk dalam bab “at-taqarrub ila Allah” (mendekatkan dirinya pada Allah –pen). Taqarrub ila Allah dalam permasalahan ini hanyalah hak ulama yang membicarakan rijaal dengan ilmu. Adapun orang-orang yang kedudukannya di bawah ulama dan tidak memiliki keahlian dalam hal ini, lalu ia mencela rijaal sebagai bentuk “at-taqarrub ila Allah”, maka ia terjatuh dalam bid’ah di sisi Allah. Karena ia ingin menolong (agama –pen) Allah, namun tidak menempuh metode salaf dan Rasulullah”

Friday, November 1, 2013

Waspada Terhadap Para Pencari Fitnah dan Website Berbahaya (Syaikh Shalih As-Suhaimi)

Fadhilatus Syaikh Shalih As-Suhaimi hafizhahullah berkata:

“Katakanlah pada mereka, orang-orang yang menyatakan aku memaksudkan fulan dan fulan. Katakanlah pada mereka “hendaklah mereka bertakwa pada Allah”. Wajib bagi mereka untuk bertakwa pada Allah. 

Janganlah membuat kedustaan terhadap saudara-saudaranya tentang apa yang tidak dikatakannya. Jauhilah penafsiran-penafsiran semacam ini atau apa yang mereka katakan bahwa aku memaksudkan salah satu dari saudara-saudaraku. Barangsiapa yang menyangka demikian, maka aku bersaksi atas nama Allah bahwa ia pendusta. Aku meyakini bahwa ia adalah seorang pendusta yang jahat, siapapun dia.

Namun di sana ada orang-orang yang sengaja memancing di air yang keruh sebagaimana yang dinyatakan oleh syaikh kami Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah ketika mereka menafsirkan perkataan beliau dengan penafsiran yang tidak diinginkan oleh beliau. Syaikh Ibnu Baz berkata: “orang-orang yang memancing di air yang keruh, merekalah orang-orang yang menyatakan bahwa aku memaksudkan fulan dan fulan atau aku memaksudkan para ulama 
Madinah atau yang semisalnya.”[1]