Tanya:
"Ustadz bagaimana hukum pegadaian syariah yang sekarang
berkembang ditengah-tengah masyarakat? Terus bagaimanakah sebenarnya
sistem pergadaian yang sesuai dengan syar’i. Mohon dicantumkan juga
dengan semua dalil-dalil yang lengkap dan shahih, yang berkenaan dengan
hukum pergadaian ini. Jazakallahu khairan."
Jawab:
"Wa’alaikumussalam warahmatullaahi wabarakaatuh.
Berikut beberapa ketentuan umum dalam muamalah gadai atau dalam fiqh disebut dengan nama ar-rahn:
1. Barang gadai bukanlah sesuatu yang harus ada dalam hutang piutang,
dia hanya diadakan dengan kesepakatan kedua belah pihak, misalnya jika
pemilik uang khawatir uangnya tidak atau susah untuk dikembalikan. Jadi,
barang gadai itu hanya sebagai penegas dan penjamin bahwa peminjam akan
mengembalikan uang yang akan dia pinjam. Karenanya jika dia telah
membayar utangnya maka barang tersebut kembali ke tangannya.
2. Barang gadai, walaupun dia digadaikan, maka dia tetap merupakan
milik orang yang berhutang. Kepemilikannya tidak berubah hanya karena
dia digadaikan.
3. Karenanya kepemilikannya tidak berpindah, maka pemilik uang tidak
boleh memanfaatkan barang gadai karena itu bukanlah haknya, bahkan itu
termasuk riba. Karena dia meminjamkan uang lalu dia memetik manfaat
dengan menggunakan barang gadai tersebut.
4. Jika barang gadai butuh pembiayaan -misalnya hewan perahan, hewan tunggangan, dan budak (sebagaimana dalam as-sunnah) maka:
- Jika dia dibiayai oleh pemiliknya maka pemilik uang tetap tidak boleh menggunakan barang gadai tersebut.
- Jika dibiayai oleh pemilik uang maka dia boleh menggunakan
menggunakan barang tersebut sesuai dengan biaya yang telah dia
keluarkan, tidak boleh lebih.
Maksud barang gadai yang butuh pembiayaan, yakni jika dia tidak
dirawat maka dia akan rusak atau mati. Misalnya hewan atau budak yang
digadaikan, tentunya keduanya butuh makan. Jika keduanya diberi makan
oleh pemilik uang maka dia bisa memanfaatkan budak dan hewan tersebut
sesuai dengan besarnya biaya yang dia keluarkan.
5. Barang yang dijadikan boleh apa saja selama bernilai, dan nilainya
tidak mesti lebih tinggi dibandingkan hutang. Dan yang diserahkan
kepada pemilik uang, bisa barangnya dan bisa juga wakil dari barangnya,
misalnya BPKB pada kendaraan.
6. Jika pemilik barang gadai tidak bisa melunasi hutangnya sampai
pada waktu yang telah disepakati, maka barang tersebut tidak langsung
dimiliki oleh pemberi hutang, karena itu merupakan perbuatan zhalim.
Maka dalam hal ini ada dua jalan keluar:
a. Pemilik uang menambah tempo pembayaran.
b. Barang gadai tadi dijual. Jika harga jualnya lebih tinggi dari
hutangnya, maka sisa uangnya harus dikembalikan kepada pemilik barang
gadai. Dan jika nilainya kurang maka pemilik barang gadai tetap wajib
melunasi.
7. Jika pemilik uang menyimpan barang gadai tersebut di rumahnya dan
dia yang menanggungnya, maka dia bisa meminta biaya penitipan kepada
pemilik barang tersebut, yang besarnya tergantung kesepakatan kedua
belah pihak.
Inilah secara umum ahkam dalam pegadaian, insya Allah dalil-dalilnya akan datang pada tempatnya. Wallahu a’lam bish-shawab."
No comments:
Post a Comment