Sunday, May 12, 2013

Dipaksa Menikah oleh Orang Tua dengan Calon yang Tidak Disukai, Apa Yang Harus Aku Lakukan?

Tanya:


"Saya belum lama menikah. Namun saya tidak bahagia hidup bersama suamiku, karena dahulu keluargaku yang memaksaku menikah dengannya. Permasalahannya, saya tidak ingin mengandung anak darinya. Apakah diperbolehkan saya berdoa kepada Allah agar tidak dikarunia anak? Saya pernah membaca bahwa tidak diperbolehkan menggunakan obat pencegah kehamilan tanpa izin suami. Apakah ini benar?"

Jawab:


"Alhamdulillah, tidak diperbolehkan bagi wali, baik ayah maupun yang lain menikahkan orang yang di bawah kekuasaannya tanpa kerelaan anaknya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma:

الأَيْمُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا ، وَالْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِي نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا صَمَاتُهَا

“Janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya. Adapun gadis harus dimintai izin dan izin (persetujuannya) adalah ketika ia diam." [HR. Muslim, no. 1421]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لا تُنْكَحُ الأَيْمُ حَتىَّ تُسْتَأْمَرُ ، وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتىَّ تُسْتَأْذَنُ . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا ؟ قَالَ : أَنْ تَسْكُتَ

“Janda tidak boleh dinikahkan hingga diminta persetujuannya. Begitu pula gadis tidak boleh dinikahkan hingga diminta izinnya. Mereka bertanya, bagaimana izinnya wahai Rasulullah? Beliau bersabda: "ketika ia diam" [HR. Al-Bukhari, no. 4843 dan Muslim, no. 1419]

Seorang wali tidak boleh mempersulit tatkala menikahkan orang yang berada di bawah wewenangnya atau menghalanginya menikah dengan orang yang ia sukai jika calon tersebut setara dengannya. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda:

“Jika datang padamu seorang yang engkau sukai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan besar." [HR. Tirmizi, no. 1084, dihasankan oleh Al-Albany. Silakan lihat soal no. 32580].

Sedangkan apa yang terjadi pada diri Anda sekarang, maka Anda boleh memilih antara melanjutkan pernikahan atau tidak. Hendaknya Anda melakukan shalat Istikharah dan memohon petunjuk kapada Allah azza wajalla

Jika Anda rela, maka silahkan melanjutkan pernikahan. Namun jika Anda tidak sanggup lagi melanjutkan pernikahan, Anda berhak untuk membatalkan pernikahan yang dulu terjadi tanpa kerelaan Anda.

Dari Khansa binti Khazam Al-Anshori, bahwa ayahnya menikahkannya dengan laki-laki yang tidak ia sukai saat ia masih menjanda. Lalu ia mendatangi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, maka pernikahannya dibatalkan [HR. Bukhori, no.  4845]

“Dari Ibnu Abbas radhyiallahu’anhuma bahwa ada seorang gadis mendatangi Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Ia menceritakan bahwa ayahnya menikahkannya dengan laki-laki yang tidak ia sukai. Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memberikan pilihan kepadanya (antara menerima atau menolaknya)." [HR. Abu Daud, no. 2096, dan dishahihkan oleh Al-Albany]

Sejumlah ulama berpendapat bahwa jika wanita dinikahkan tanpa kerelaan, maka akad pernikahannya tergantung persetujuan wanita. Jika ia setuju, maka akad nikahnya sah. Namun jika ia tidak setuju, maka ia berhak membatalkan pernikahan. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad [Al-Mughni, 7/364, Fathul Bari, 9/194]

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: 

"Pemaksaan orang tua terhadap anak wanitanya tatkala menikahkannya dengan laki-laki yang tidak disukainya adalah haram. Jika haram, berarti pernikahannya tidak sah dan tidak boleh dilaksanakan. Karena pelaksanaan dan pengesahannya itu bertolak belakang dengan riwayat yang melarangnya. Karena tujuan syariat melarang sesuatu adalah agar kita tidak melanggar dan membatalkan pelaksanaanya. Jika kita mengesahkan akad nikah tersebut sama artinya kita melanggar dan melaksanakan sesuatu yang dilarang syariat. Lalu kita menjadikannya seperti akad pernikahan yang diperbolehkan dalam agama. 

Pendapat yang lebih kuat adalah tatkala orang tua nekad menikahkan anak wanitanya dengan lak-laki yang tidak ia sukai, maka akad nikahnya batil. Hendaknya pengadilan agama mengkaji ulang (keabsaan akad nikahnya)." [Al-Fatawa, hal. 760 dan Fatawa Syaikh Ibnu Ibrahim, 10/73-78]

Adapun penggunaan obat pencegah kehamilan tanpa sepengetahuan suami, maka hal itu bukanlah sebuah solusi. Karena Anda tetap berada di bawah orang yang tidak Anda sukai. Sebagian ulama telah menegaskan hal itu sebagaimana Fatwa Syaikh Ibnu Ibrahim, jika wanita itu (istri) rela dinikahkan secara paksa dengan laki-laki yang tidak disukainya, maka hak untuk meminta pembatalan (akad nikah) telah gugur. Tatkala hak pembatalan akad nikah telah gugur, maka laki-laki itu telah sah secara agama menjadi suami Anda. Jika memang kondisinya demikian, maka Anda tidak diperbolehkan mengambil (mengkonsumsi) obat pencegah kehamilan kecuali dengan sepengetahuan suami, itu pun terbatas jika memang ada keperluan."


Dinukil oleh Abul-Harits dari islamqa.info

No comments:

Post a Comment