Keanehan berikutnya,
mereka menukilkan perkataan Asy-Syafi’i rahimahullah untuk membatalkan
ijma’ yang juga dinukilkan dari Imam Asy-Syafi’i !!
Asy-Syaafi’iy rahimahullah
(w. 204 H).
الإيمان هو التصديق والإقرار والعمل،
فالمخلُّ بالأول وحده منافق، وبالثاني وحده كافر، وبالثالث وحده فاسق ينجو من
الخلود النار ويدخل في الجنة
“Iman itu
adalah tashdiiq, iqraar, dan amal. Ketiadaan hal pertama saja, maka ia munafik.
Ketiadaan hal kedua saja, maka ia kafir. Dan ketiadaan hal ketiga saja, maka ia
fasik yang selamat dari kekekalan neraka dan (kemudian) masuk ke dalam surga”
[Dinukil Asy-Syiiraaziy dalam ‘Umdatul-Qaari’, 1/175]
Syubhat mereka dapat dijawab dari beberapa sisi:
[Pertama] Perkataan Asy-Syafi’i di atas dinukil oleh Asy-Syiirazi rahimahullah. Beliau bermadzhab Asy’ari dalam permasalahan aqidah.
Asy-Syirazi rahimahullah
berkata:
وأبوالحسن الأشعري إمام أهل السنة، وعامة أصحاب الشافعي على مذهبه،
ومذهبه مذهب أهل الحق
“Abul-Hasan Al-Asy’ari
adalah seorang imam ahlussunnah. Kebanyakan para sahabat Asy-Syafi’i berada di
atas madzhab beliau. Madzhab Asy’ari merupakan madzhab ahlul haq.” [Thabaqat
Asy-Syafi’iyyah, 3/376]
Al-Yafi’i rahimahullah
berkata dalam kitab Mir’atul Janan:
ومنهم- أي ومن أئمة الأشاعرة -: الشيخ أبو إسحاق الشيرازي..
“Diantara mereka –yaitu
para imam madzhab asya’irah- adalah Asy-Syaikh Abu Ishaq Asy-Syiirazi..”
Bagaimanakah aqidah
Abul-Hasan Al-Asy’ari dalam permasalahan iman?
Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullah
berkata:
الإيمان هو التصديق بالجنان، وأما القول باللسان والعمل بالأركان ففروعه،
فمن صدق بالقلب، أي أقر بوحدانية الله تعالى، واعترف بالرسل تصديقا لهم فيما جاءوا
به من عند الله صح إيمانه، حتى لو مات عليه في الحال كان مؤمنا ناجيا، ولا يخرج من
الإيمان إلا بإنكار شيء من ذلك
“Iman adalah tashdiiq
(pembenaran) dalam hati. Adapun perkataan dan amal jawarih, keduanya
hanyalah cabang-cabangnya. Barangsiapa yang membenarkan dalam hati
yaitu mengakui keesaan Allah ta’ala dan meyakini kebenaran ajaran yang
dibawa oleh para rasul dari sisi Allah, maka sah imannya. Jika ia mati
dalam keadaan tersebut, maka ia adalah seorang mukmin yang selamat. Tidak boleh
mengeluarkan seseorang dari iman kecuali dengan mengingkari hal tersebut.” [Al-Milal
wa An-Nihal karya Asy-Syihristani, hal. 101]
Kelaziman dari aqidah Asya’irah,
Abu Thalib dan Iblis adalah muslim. Karena Abu Thalib meyakini
keesaan Allah dan membenarkan ajaran nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hatinya (tashdiiq). Begitu
pula Iblis, ia pun meyakini keesaan Allah dan meyakini kebenaran ajaran yang
dibawa oleh para rasul shalawatullah ‘alaihim.
Asy-Syirazi menukil
perkataan Asy-Syafi’i di atas untuk mendukung keyakinannya yang menyimpang
dalam permasalahan iman.
[Kedua] Para ulama salaf semisal Imam Ahmad, Al-Lalika’i,
Ibnu Bathah Al-Ukbari, Al-Ajurri, Al-Humaidi, Al-Khallal, Abu Ubaid Al-Qasim
bin Sallam, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab, Syaikh Abdurrahman bin Hasan, Syaikh Ibnu Baz dan para ulama
kibar mutaakhirin rahimahumullah, justru mereka menukilkan ijma’ salaf dalam
permasalahan iman.
Kenapa mereka tidak
membawakan perkataan Asy-Syafi’i rahimahullah yang dinukil oleh
Asy-Syirazi, ketika menjelaskan permasalahan iman dalam kitab-kitab ushul aqidah
ahlussunnah??
Jika ada yang berkata pada
saya “antum muqallid !!”
Maka saya akan menjawab
“lebih baik saya bertaklid pada para ulama salaf daripada harus bertaklid pada ulama
asya’irah. Apalagi bertaklid pada nukilan tokoh-tokoh penyebar pemikiran
Murji’ah akhir-akhir ini yang berisi syubhat !!”
[Ketiga] Perkataan Asy-Syafi’i yang dinukil oleh
Asy-Syirazi bertolak belakang dengan perkataan Imam Asy-Syafi’i yang dinukil
dari para imam ahlussunnah dalam kitab-kitab ushul aqidah.
Yang masyhur, para ulama menukil perkataan Asy-Syafi'i rahimahullah berikut,
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah
berkata:
وكان الإجماع من الصحابة و التابعين من
بعدهم ومن أدركناهم يقولون الإيمان قول وعمل ونية لا يجزئ واحد من الثلاثة إلا
بالأخر
“Para
sahabat, tabi’in setelah mereka dan para ulama yang aku ketahui, mereka telah bersepakat
(ijma’) bahwa iman adalah perkataan, amal dan niat. Tidak sah hanya
mencukupkan salah satu dari yang lain (ketiganya harus terkumpul –pen-).” [Kitab
Al-Iman hal.197]
Dinukil juga oleh Syaikhul
Islam dalam Majmu’ Al-Fatawa, 7/171 dan Al-Laalika’i dalam Syarh
Ushul I’tiqad Ahlussunnah, 5/886
Kembali saya ingin menutup artikel ini dengan nasehat emas dari Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah, beliau berkata:
"Di dalam kitab salaf terdapat kecukupan, kita tidak lagi membutuhkan tulisan-tulisan baru yang berisi keraguan dan menimbulkan perbincangan dalam permasalahan yang agung ini. Fitnah (irja’) ini telah mati, maka tidak diperbolehkan bagi seorang pun untuk memunculkannya kembali. Agar tidak menimbulkan celah bagi para tukang fitnah dan perusak untuk (menebar fitnah) di antara Ahlus-Sunnah." [Muqaddimah Raf'ul Laimah]
"Di dalam kitab salaf terdapat kecukupan, kita tidak lagi membutuhkan tulisan-tulisan baru yang berisi keraguan dan menimbulkan perbincangan dalam permasalahan yang agung ini. Fitnah (irja’) ini telah mati, maka tidak diperbolehkan bagi seorang pun untuk memunculkannya kembali. Agar tidak menimbulkan celah bagi para tukang fitnah dan perusak untuk (menebar fitnah) di antara Ahlus-Sunnah." [Muqaddimah Raf'ul Laimah]
Allahua’lam
Ditulis oleh Abul-Harits
di Madinah, 16 Jumadil Akhir 1434 H
No comments:
Post a Comment