Sunday, April 21, 2013

Fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Tentang Hukum Meninggalkan “Jinsul A’mal”

Berikut adalah transkrip dari rekaman suara Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad (Ulama Besar Madinah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah) hafidzahullah pada sesi tanya jawab Pelajaran Shahih Al-Bukhari [كتاب بدء الخلق باب ذكر الملائكة صلوات الله عليهم] di Masjid Nabawi pada tanggal 10 Jumadil Akhir 1434 H bertepatan dengan 19 April 2013,

السائل :

 بعض طلبة العلم يقول أن من قال لاإله إلا الله ثم ترك العمل بما أوجبه الله تعالى عليه مع تمكنه منه فمات فإنه تحت المشيئة ويدخل تحت أحاديث الشفاعة



الشيخ عبد المحسن العباد

هذا ليس بصحيح , ليس بصحيح , يعني هي بس يقول لاإله إلا الله؟ المنافقون يقولون لاإله إلا الله محمد رسول الله ما نفعت 

Penanya:

“Sebagian penuntut ilmu menyatakan bahwa barangsiapa yang mengatakan [لاإله إلا الله] kemudian meninggalkan amal yang Allah ta’ala wajibkan padanya, dalam keadaan ia mampu untuk beramal, kemudian mati, maka ia berada di bawah kehendak Allah. Ia termasuk dalam hadits-hadits Syafa’at”

Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah menjawab:

“Pernyataan ini keliru, tidak benar. Ia hanya mengatakan [لاإله إلا الله] ?? Orang-orang munafiq juga menyatakan [لاإله إلا الله محمد رسول الله], namun hal itu tidak bermanfaat.”

[Sesi Tanya Jawab Pelajaran Shahih Al-Bukhari pada menit ke 17.50-18.14]


Rekaman suara beliau dapat diunduh di sini

Mudah-mudahan bermanfaat..


Selesai ditranskrip oleh Abul-Harits di Madinah, 11 Jumadil Akhir 1434 H

4 comments:

  1. “Sebagian penuntut ilmu menyatakan bahwa barangsiapa yang mengatakan [لاإله إلا الله] kemudian MENINGGALKAN amal yang Allah ta’ala wajibkan padanya, dalam keadaan ia mampu untuk beramal, kemudian mati, maka ia berada di bawah kehendak Allah. Ia termasuk dalam hadits-hadits Syafa’at”

    1.) Apakah yang dimaksud disini meninggalkan seluruh amalan atau hanya meninggalkan sebagian amalan?

    karena Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah menjawab:
    “Pernyataan ini keliru, tidak benar. Ia hanya mengatakan [لاإله إلا الله] ?? Orang-orang munafiq juga menyatakan [لاإله إلا الله محمد رسول الله], namun hal itu tidak bermanfaat.”

    Apa yang membedakan secara jelas antara orang munafiq dengan orang muslim padahal mereka sama2 mengucapkan syahadat?


    ReplyDelete
  2. Ustadz, saya meau bertanya..bukankah ustadz tinggal di madinah. apakah jika kita mau bertanya kepada komite fatwa arab saudi membutuhkan prosedur yang sulit dan waktu yang lama?

    ReplyDelete
  3. Hakikat dari pertanyaan yang diajukan kepada beliau adalah pernyataan sebagian penuntut ilmu yang menyatakan bahwa sekedar bersyahadat tanpa dibarengi amal akan bermanfaat di akhirat. Kata mereka, seorang yang bersyahadat lalu meninggalkan seluruh amal jawarih tanpa udzur, ia berada di bawah kehendak Allah (tahta al-masyii'ah) artinya jika Allah menghendaki ia akan diampuni, atau jika Allah menghendaki ia akan diazab. Ia juga berhak mendapatkan syafa'at pada hari kiamat nanti.

    Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah mengingkari pernyataan mereka. Bagaimana mungkin seorang yang hanya bersyahadat namun tidak mau beramal berada di bawah kehendak Allah? Tidaklah bermanfaat syahadat yang terucap jika setelah itu ia tidak mau beramal. Ia juga tidak berhak memeperoleh syafa'at pada hari kiamat nanti karena pada hakikatnya ia bukanlah seorang muslim.

    Kemudian Asy-Syaikh berhujjah dengan keadaan orang-orang munafik yang telah beryahadat di lisannya namun syahadat mereka tidaklah bermanfaat. Jadi, sekedar syahadat saja tidak cukup, harus dibarengi dengan amal yang Allah wajibkan atasnya. Perhatikan, Asy-Syaikh bertanya dengan nada keheranan,

    يعني هي بس يقول لاإله إلا الله؟

    "yakni ia HANYA menyatakan [لاإله إلا الله]?"

    artinya Asy-Syaikh memahami bahwa ia tidak melakukan amalan apapun selain syahadat.

    Point tambahan:

    Para ulama yang berpendapat tidak kafirnya seorang yang meninggalkan shalat, tidaklah melazimkan keyakinan Murji'ah. Ketika para ulama membahas tentang hukum meninggalkan shalat, apakah terpikir di benak mereka bahwa objek yang dibahas adalah seorang yang meninggalkan shalat, meninggalkan puasa, meninggalkan zakat, dll (meninggalkan seluruh amal)?

    Jika yang dibahas adalah hukum seorang yang meninggalkan shalat, maka yang dipahami ia hanya meninggalkan shalat saja, namun ia masih melakukan amal shalih yang lain berupa puasa, zakat, haji dsb. Begitu pula jika yang dibahas adalah hukum seorang yang meninggalkan zakat. Yang dipahami dalam konteks ini, ia masih melakukan shalat, puasa, haji, dsb hanya saja ia tidak mau mengeluarkan zakat. Bukankah demikian?

    Namun pola pikir mereka terbalik. Kata mereka, jika meninggalkan shalat saja tidak kafir, maka meninggalkan seluruh amal tentu tidak kafir karena seluruh amal kedudukannya di bawah shalat!! Allahulmusta'an. Siapakah ulama yang menyatakan demikian tatkala membahas hukum seorang yang meninggalkan shalat??? Ini adalah pengambilan kesimpulan yang aneh.

    ReplyDelete
  4. Asy-Syaikh Firkuuz hafizhahullah berkata:

    فبغضِّ النظر عن حُكم تكفير تارك الصلاة من عدم تكفيره، فإنّ جِنسَ العمل عند أهل السُّنَّة والجماعة هو من حقيقة الإيمان وليس شرطًا فقط، فالإيمان هو: قول، وعمل، واعتقاد، لا يصحُّ إلاّ بها مجتمعة، ولذلك كان الإمام الشافعي -رحمه الله- يرى عدم تكفير تارك الصلاة مع حكايته الإجماع أنّه لا يجزئ إيمان بلا عمل

    Dengan tanpa membahas hukum kekafiran seorang yang meninggalkan shalat baik mengkafirkan ataupun tidak, sesungguhnya jinsul ‘amal menurut Ahlus-sunnah wal Jama’ah merupakan hakikat iman, bukan hanya sebuah syarat. Iman adalah perkataan, amal dan keyakinan. Tidak sah kecuali jika ketiganya terkumpul. Oleh karena itu, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berpendapat tidak kafirnya seorang yang meninggalkan shalat, namun dihikayatkan dari beliau ijma’ tentang tidak sahnya iman tanpa amal"

    Bagaimana mereka menjawab permasalahan berikut,

    1. Al-Imam Asy-Syafi'i berpendapat tidak kafirnya seorang yang meninggalkan shalat. Namun beliau malah menukil ijma' ahlus-sunnah yang menyatakan bahwa tidak sah iman tanpa amal.

    Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

    وكان الإجماع من الصحابة و التابعين من بعدهم ومن أدركناهم يقولون الإيمان قول وعمل ونية لا يجزئ واحد من الثلاثة إلا بالأخر

    “Para sahabat, tabi’in setelah mereka dan para ulama yang aku ketahui, mereka telah bersepakat (ijma’) bahwa iman adalah perkataan, amal dan niat. Tidak sah hanya mencukupkan salah satu dari yang lain (ketiganya harus terkumpul –pen-).” [Kitab Al-Iman hal.197]

    Dinukil juga oleh Syaikhul Islam dalam Majmu’ Al-Fatawa, 7/171 dan Al-Laalika’i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah, 5/886

    2. Ibnu Hazm berpendapat meninggalkan satu shalat wajib saja, dihukumi kafir. Namun mereka selalu menukil perkataan Ibnu Hazm yang seolah-olah mendukung keyakinan mereka bahwa seorang yang meninggalkan seluruh amal tidak kafir!!

    Ibnu Hazm berkata:

    من ترك صلاة فرض واحدة متعمدا حتى يخرج وقتها فهو كافر مرتد

    "Barangsiapa yang meninggalkan satu shalat fardhu hingga keluar waktunya secara sengaja, maka ia kafir murtad" [Al-Muhalla, 2/15]

    waffaqanallahu waiyyakum

    ReplyDelete