Hiruk pikuk kehidupan
dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir tanpa henti sering
melahirkan halangan dan tantangan yang mengantar seorang hamba kepada gundah
gulana dan ketidaktenangan hati. Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya
Al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam
adalah penerang jalan menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat
dadanya lapang dan bercahaya.
Hidup dengan dada yang
lapang adalah suatu nikmat yang sangat berharga dan dambaan setiap insan.
Renungilah besarnya nikmat ini sehingga Allah ‘Azza wa Jalla
mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia tersebut dalam firman-Nya,
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
“Bukankah Kami telah
melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirâh :1)
Dan Nabi Musa ‘alaissalâm
setelah beliau dimuliakan menjadi seorang rasul, maka awal doa beliau kepada
Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي
“Berkata Musa: “Ya
Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,”…” [QS. Thohâ :25]
Banyak hal dalam
tuntunan syari’at kita yang diterangkan sebagai tumpuan-tumpuan berpijak bagi
seorang hamba agar senantiasa berhati lapang dan bercahaya. Berikut ini,
beberapa pilar pelapang dada seorang hamba, kami simpulkan dari keterangan
Ibnul Qayyim[1] dan selainnya :
1. Memurnikan Tauhid.
Memurnikan peribadatan
kepada Allah Taqaddasa Dzikruhu adalah tonggak keselamatan, tujuan dari
penciptaan manusia, misi dakwah setiap nabi yang diutus kepada makhluk dan
itulah adalah hakikat dari Islam yang bermakna berserah diri, ikhlash dan
tunduk kepada-Nya. Maka sangat wajar bila memurnikan tauhid adalah hal yang
sangat melapangkan dada dan meneranginya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman
dalam Al-Qur’ân Al-Karîm,
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Maka apakah
orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia
mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka
kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat
Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. ” [QS. Az-Zumar :22]
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ
“Barangsiapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya
untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Rabbmu; (jalan) yang lurus.
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang
mengambil pelajaran. ” [QS. Al-An’âm :125-126]
Dan dengan memurnikan
ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla manusia akan hidup di bawah teduhan
keamanan dan kesejahteraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang
beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk. ” [QS. Al-An’âm :82]
Dan dalam Tanzil-Nya,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah
berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik. ” [QS. An-Nûr : 55]
2. Berpegang teguh
terhadap Al-Qur’ân dan As-Sunnah.
Allah Jalla wa ‘Alâ
menurunkan Al-Qur`ân sebagai rahmat dan kebahagian bagi orang-orang yang
beriman, sebagaimana dalam firman-Nya,
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلَاءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. ” [QS.
An-Nahl : 89]
Dan Allah Ta’âlâ
berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari
Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain
kerugian. ” [QS. Al-Isrô` : 82]
Dan Nabi shollallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyatakan,
لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلِهَا كَنَهَارِهَا لَا
يَزِيْغُ بَعْدِيْ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ
“Sungguh saya telah
meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat putih, malamnya sama dengan
siangnya, tidaklah seorangpun menyimpang darinya setelahku kecuali akan binasa.
” [2]
Maka sangatlah lumrah bagi
siapa yang berpegang teguh terhadap tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah akan
senantiasa membuat dadanya lapang dan bersinar penuh petunjuk dan kebahagian
tanpa ada kesensaraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى - وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Barangsiapa yang
mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
” [QS. Thôhâ : 123-124]
طه - مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى - إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى
“Thaahaa. Kami tidak
menurunkan Al-Qur`ân ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai
peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah). ” [QS. Thôhâ : 1-3]
3. Berbekal Ilmu
Syari’at.
Tatkala seluruh kebaikan
bagi manusia tercakup dalam ilmu syari’at maka segala kebahagian dan
ketenangan, keberhasilan dan kebahagian manusia sangat bertumpu pada ilmu
syari’at. Karena itu Allah Ta’âlâ tidak memerintah Nabi-Nya untuk meminta
tambahan nikmat apapun selain dari tambahan ilmu. Allah Ta’âlâ berfirman,
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah, “Ya
Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan. ”. ” [QS. Thôhâ : 114]
Dan dengan ilmu syari’at
itulah diraihnya berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana
dalam firman-Nya,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ” [QS. Al-Mujâdilah :11]
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh,
“Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia menjadi
lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan, keterbatasan
dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka dadanya akan
semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap ilmu, bahkan
hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam
yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) yang paling
lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling baik
kehidupannya. ” [3]
4. Kecintaan Kepada
Allah.
Salah satu sifat yang
wajib dimiliki oleh seorang yang beriman bahwa kecintaannya kepada Allah adalah
yang terbesar dan melebihi kecintaannya kepada seluruh makhluk. Allah
berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan di antara manusia
ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah. ” [QS. Al-Baqarah :165]
Kecintaannya kepada Allah
tersebut akan mengantar seorang hamba menuju kehidupan yang sangat indah,
kelapangan hati dan ketenangan jiwa karena rongga hatinya hanya terpenuhi oleh
kecintaan kepada Allah dan ketergantungan kepada-Nya. Wajarlah bila Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ
حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا
سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا للهِ وَأَنْ يَكْرَهَ
أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga (sifat) yang
tidaklah terdapat pada seseorang, pasti ia akan mendapatkan kelezatan iman;
hendaknya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai melebihi selain keduanya,
dan ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan hanya karena Allah,
serta ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk
dilemparkan ke dalam api neraka. ” [4]
5. Senantiasa
bertaubat.
Menyadari kekurangan,
menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta adalah diantara
sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam kehidupan seorang hamba
dan sangat menerangi hati serta melapangkan dadanya. Karena itu, sikap
senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang
mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah
kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian
beruntung. ” [QS. An-Nûr :31]
Dari doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalâm
untuk mengujudkan keamanan dan kesejahteraan pada negeri Mekkah yang
dirintisnya,
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Ya Rabb kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah)
di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah
kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan berilah taubat
untuk kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang. ” [QS. Al-Baqarah :128]
Dan sangatlah indah
kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat mulia mereka itu akan
memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai hamba-hamba yang dicintai
oleh Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri. ” [QS. Al-Baqarah :222]
6. Dzikir.
Dzikir adalah penyejuk
hati dan penenang jiwa. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah,
hanya dengan dzikir kepada Allah-lah hati menjadi tenteram. ” [QS.
Ar-Ra’d :28]
Dengan dzikir seorang hamba
akan mendapatkan pengampunan dan pahala yang sangat besar,
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“…dan laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar. ” (QS. Al-Ahzâb :35)
Dan keberuntungan bagi
orang-orang yang banyak berdzikir,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan dzikirlah kepada
Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung. ” [QS. Al-Jumu’ah :10]
Dan sungguh dzikir membuat
hati seorang hamba menjadi lapang dan bersinar tanpa ada kerugian seperti yang
terjadi pada orang-orang lalai,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari
dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi. ” [QS. Al-Munâfiqûn :9]
7. Berbuat baik kepada
Makhluk.
Memberi manfaat kepada
makhluk dengan harta, badan, kedudukan dan selainnya dari berbagai bentuk
perbuatan baik adalah hal yang sangat melapangkan dada seorang hamba dan
meneranginya. Karena itu Allah ‘Azza wa Jalla memerintah dalam
firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah
menyuruh untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.
” [QS. An-Nahl :90]
Dan Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةِ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ
فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةِ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah telah
menetapkan untuk berbuat kebajikan terhadap segala sesuatu. Maka apabila kalian
membunuh perbaiklah cara membunuhnya, apabila kalian menyembelih perbaiklah
cara menyembelihnya dan hendaknya salah seorang dari kalian mempertajam
pisaunya dan membuat tenang sembelihannya. ” [5]
Dan di akhirat kelak Allah
menjanjikan,
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ - آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata
air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb
mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang
berbuat baik. ” [QS. Adz-Dzâriyât :15-16]
Demikian beberapa pilar
pelapang dada seorang mukmin. Dan perlu diketahui bahwa segala perkara yang
bertentangan dengan apa yang disebutkan di atas pasti akan memberikan
kesempitan, kesesakan dan gundah gulana. Karena itu, tidak seorang pun yang
lebih sempit hatinya dari pelaku kesyirikan. Dan siapa yang berpaling dari
Al-Qur`ân dan As-Sunnah maka ia akan senantiasa berada dalam berbagai
kesengsaraan. Orang yang tidak memiliki ilmu syar’iy akan jauh dari makna
ketenangan.
Hati yang tergantung
kepada selain Allah akan merasakan berbagai kepedihan dan kepahitan. Dan hati
yang lalai dari dzikir kepada Allah bagaikan ikan yang dipisahkan dari air. Dan
jeleknya hubungan dengan makhluk lain akan melahirkan berbagai problem dalam
kehidupan. Dan demikianlah seterusnya. Tentunya banyak tuntunan pelapang dada
yang belum bisa diuraikan disini. Namun kami berharap keterangan-keterangan di
atas bisa menjadi pencerahan dan penyenjuk bagi setiap muslim dan muslim dalam
mempersiapkan bekal untuk menyongsong kehidupan kekal abadi di akhirat kelak. Waffaqallâhu
Al-Jamî’ li mâ yuhibbihu wa yardhâhu.
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى
عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.
[1] Dalam kitabnya Zâdul
Ma’âd 2/22-26, cet. Ke-3 dari Mu`assah Ar-Risalah
[2] Diriwayatkan oleh
Ahmad 4/126, Ibnu Mâjah no. 5, 43, Ibnu Abi ‘Âshim no. 48-49 dan Al-Hâkim 1/96
dari hadits Abu Dardâ` radhiyallâhu ‘anhu. Dan dishohihkan oleh
Al-Albâny dalam Zhilâlul Jannah 1/27.
[3] Zâdul Ma’âd 2/23
[4] Dikeluarkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu.
[5] Hadits Syaddâd bin Aus
radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim.
Sumber :
an-nashihah. com/index. php?mod=article&cat=PenyejukHati&article=83
Penulis: Ustadz
Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi hafidzahullah
No comments:
Post a Comment