Monday, March 18, 2013

Terlanjur Menikah Tanpa Wali Karena Syubhat

Tanya :


Assalamu’alaikum warahnatullahi wa barokatuh
Ustad ana mau tanya:

Ana dulu pernah ikut jamaah takfirin..salah satu sempalan jamaah abu bakar ba’asyir

yang ingin ana tanyakan sewaktu ana di jamamaah tersebut pernah dijodohin ke salah satu ahwat dan nikahkan oleh jamaah tersebut tanpa wali (orang tua) karena menganggap orang tua jika belum masuk ke jamaah berarti belum islam alias kafir.Teman ana juga dinikahkan tanpa wali kebetulan temen dari jawa tengah dan istrinya dari bandung..gimana hukumnya apakah dosanya dihukumi sama dengan zina..itu pertanyaan pertama.

yang kedua ini yang menimpa ana..klo yang pertama tadi tanpa wali satupun dari pihak wanita klo ana ada wali yaitu kakak kandung dari istri yang menikahkan kebetulan kakak kandung istri udah masuk ke jamaah tersebut.apakah hukumnya syah pernikahan ana walaupun tanpa sepengetahuan orang tua dari istri saya..mohon jawabannya ustad karena sampai sekarang masih mengganjal di hati..ana udah keluar dari jamaah sesat tersebut..dan ingin meniti jalannya ahlussunnah..jazakallahukhoiron

Jawab :

Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafidzahullah menjawab,

Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakaatuh, alhamduliLlaah segala puji hanya bagi-Nya yang telah memberikan hidayah kepada Antum dari kesesatan dan kejahilan mereka.

1. Pernikahan seorang wanita tanpa wali tidak sah, maka berarti sama saja mereka berzina. Hendaklah mereka segera berpisah dan melakukan pernikahan kembali dengan dinikahkan oleh walinya yang sah. Adapun anak-anaknya tetap dianggap anak yang saha jika ketika mereka melakukannya atas dasar kebodohan, sehingga mereka mengira pernikahannya telah sah. Sedangkan jika mereka telah tahu bahwa itu adalah perzinahan, maka anak-anaknya dinasabkan kepada ibunya, karena bukan anak bapaknya.

2. Adapun pernikahan antum dengan dinikahkan oleh kakak kandung istri maka sudah sah insya Allah ta’ala, karena kakak termasuk wali yang sah bagi si wanita.

3. Beberapa ketentuan wali dalam pernikahan,

[Pertama] Wali bagi wanita dalam pernikahan adalah syarat sahnya sebuah pernikahan. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لاَ نِكَاحَ إلاَّ بِوَلِي

“Tidak ada nikah kecuali dengan wali.” [HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ad-Darimi dari Abu Musa Al-‘Asy’ari radhiyallahu’anhu, Al-Misykaah: 3130]

Juga sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ بِغَيْرِ إِذْن وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحِهَا بَاطِلٌ وَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ

“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil. Dan wanita itu berhak mendapatkan mahar jika ia telah digauli. Dan jika para wali berselisih maka pemerintah adalah wali bagi siapa yang tidak memiliki wali.” [HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ad-Darimi dari Aisyah radhiyallahu’anha, Al-Misykaah: 3131]

Oleh karena itu penting sekali mengenal siapa sajakah yang dianggap wali bagi seorang wanita di dalam hukum Islam.

[Kedua] Wali bagi si wanita adalah berasal dari keluarga bapaknya (‘ashobah) bukan ibunya, yaitu:

1. Bapaknya

2. Bapaknya Bapak (Kakeknya), dan seterusnya ke atas

3. Anaknya

4. Cucunya, dan seterusnya ke bawah

5. Saudara laki-lakinya sebapak dan seibu

6. Saudara laki-laki sebapak saja

7. Keponakan, yaitu anak saudara laki-laki sebapak dan seibu, kemudian anak saudara laki-laki sebapak

8. Paman dari pihak ayah (yaitu saudara Ayah sebapak dan seibunya, kemudian saudara ayah sebapak saja)

9. Anak paman dari pihak ayah (sepupu), dan terus ke bawah

10. Pamannya Ayah, yakni saudara kakek sebapak dan seibu, kemudian sebapak saja, dan seterusnya ke atas.

Dan seterusnya sesuai dengan kedekatannya dalam pembagian warisan, kemudian jika semua wali tidak ada barulah diserahkan perwaliannya kepada pemerintah

[Lihat Al-Mughni, 7/346 dan Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 18/143, no. 1390]

[Ketiga] Adapun kriteria wali bagi wanita muslimah adalah:

1. Berakal

2. Baligh

3. Merdeka

4. Muslim

5. Al-‘Adalah (Beriman dan bertakwa, bukan seorang yang fasik)

6. Laki-laki

7. Ar-Ruysdu (pemikiran yang sehat dan dewasa, dalam hal ini mampu mengenali laki-laki yang cocok untuk si wanita dan mengetahui kemaslahatan pernikahan)

8. Tidak sedang ihram haji atau umroh

9. Wali tersebut tidak dipaksa

[Lihat Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah, 41/250-257]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


Dinukil oleh Abul-Harits dari nasehatonline.wordpress

3 comments:

  1. Bagaimana kalau nda ada wali dari pihak laki-laki ustad ?

    ReplyDelete
  2. Syarat sahnya nikah ada 5:

    1. Wali dari pihak wanita

    2. Dua saksi

    Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

    "Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi" [Hadits shahih riwayat At-Tirmidzi no. 1101, Abu Daud no. 2085 dan Ibnu Majah no. 1907]

    3. Akad nikah (ijab qabul)

    4. Kerelaan dari kedua mempelai (tidak ada paksaan)

    Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

    "Seorang gadis tidak boleh dinikahkan hingga dimintai izinnya" [HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 1419]

    5. Mahar (mas kawin)

    Allah ta'ala berfirman:

    "Berilah mahar kepada wanita-wanita (yang akan kamu nikahi -pen-) dengan penuh kerelaan" [An-Nisaa':4]

    Dari keterangan di atas, maka jelaslah bahwa calon mempelai laki-laki tidak membutuhkan wali dalam nikah. Syarat wali nikah KHUSUS bagi calon mempelai wanita.

    Allahua'lam

    ReplyDelete
  3. Bagaimana kalau terlanjur menikah dengan wali yang tidak pernah solat ustads apakah sah nikahnya? Mohon bimbingannya pak Ustads

    ReplyDelete