Saturday, March 23, 2013

Bolehkah Menyatakan Rasulullah “Miskin”?


Tanya :

Apa hukum seorang yang menyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam miskin berdalil dengan hadits “Ya Allah hidupkanlah aku sebagai seorang yang  miskin, wafatkanlah aku dalam keadaan miskin dan bangkitkanlah aku bersama orang-orang yang miskin”. Shahihkah hadits tersebut?

Jawab :

1. Hadits yang dimaksud oleh penanya diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik dan Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا ، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا ، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Ya Allah hidupkanlah aku sebagai seorang yang miskin, wafatkanlah aku dalam keadaan miskin dan bangkitkanlah aku bersama orang-orang yang miskin pada hari kiamat” [HR. At-Tirmidzi no. 2275 dan Ibnu Majah no. 4126]

Kedua jalur periwayatan tersebut memiliki kelemahan pada sanadnya,

At-Tirmidzi berkata: “Menceritakan pada kami Abdul A’la bin Washil Al-Kufi [tsiqah], ia berkata: menceritakan pada kami Tsabit bin Muhammad Al-Abid Al-Kufi [shaduuq zaahid yukhthi’], ia berkata: menceritakan pada kami Al-Harits bin An-Nu’man Al-Laitsi [dha’if[1]], dari Anas, dari nabi.” [Sunan At-Tirmidzi, 8/354 beserta Taqribut Tahdzib]

Ibnu Majah berkata: “Menceritakan pada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Abdullah bin Sa’id, keduanya berkata: menceritakan pada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Yazid bin Sinan, dari Abul Mubarak, dari Atha’ bin Abi Rabah, dari Abu Sa’id Al-Khudri, dari nabi.” [Sunan Ibnu Majah, 12/154]

Abu Hatim Ar-Razi berkata: “Abul Mubarak seorang yang majhuul”. Yahya bin Ma’in berkata: “Yazid bin Sinan tidak ada apa-apanya”. Ibnul Madini berkata: “dha’iiful hadits”. An-Nasa’i berkata: “matruuk”. [Al-Maudhu'at, 3/141]

Para Ulama yang Melemahkan Hadits

Imam At-Tirmidzi rahimahullah berkata:

هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ.

“Hadits ini gharib[2]” [Sunan At-Tirmidzi, 8/354]

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata:

وأما الحديث الذي أخرجه الترمذي اللهم احيني مسكينا وامتني مسكينا الحديث فهو ضعيف

“Adapun hadits yang dikeluarkan oleh At-Tirmidzi [اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا ، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا] adalah hadits yang dha’if” [Fathul Bari, 11/274]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

ضعيف لا يثبت ومعناه أحيني خاشعاً متواضعاً لكن اللفظ لم يثبت

“Dha’if, tidak shahih. Maknanya adalah hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu’ lagi tawadhu’. Namun lafadz hadits tersebut tidak shahih” [Ahaditsul Qashash, 1/101]

Ibnul Mulaqqin rahimahullah berkata:

وَالْأَكْثَرُونَ عَلَى تَضْعِيفه

“Kebanyakan ulama mendha’ifkan hadits tersebut” [Al-Badrul Munir, 7/369]

Al-Bushiri rahimahullah berkata:

هذا إسناد ضعيف

“Sanad hadits ini dha’if” [Az-Zawa’id, 3/275]

As-Suyuthi rahimahullah berkata:

قال الحافظ صلاح الدين بن العلاء الحديث ضعيف السند لكن لا يحكم عليه بالوضع

“Al-Hafidz Shalahuddin bin Al-Alla’ berkata: “hadits ini memiliki sanad yang dha’if, namun tidak sampai dihukumi maudhu’ (palsu)” [Sunan Ibnu Majah, 2/1381 tahqiq Fuad Abdul Baqi]

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:

هذا حديث لا يصح عن رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Hadits ini tidak shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” [Al-Maudhu’at, 3/141]

Musthafa Al-Adawi hafidzahullah berkata:

حديث لا يثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Hadits ini tidak shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” [Silsilah At-Tafsir, 34/9]

Hadits ini juga didha’ifkan oleh An-Nawawi[3] dan As-Sakhawi[4] rahimahumallah.

Para Ulama yang Menguatkan Hadits

Diantara para ulama yang menguatkan hadits ini adalah Al-Hakim[5], Adz-Dzahabi, Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi[6] dan Al-Albani[7] rahimahumullah

2. Seandainya hadits tersebut dinilai shahih, maka lafadz “miskin” dalam hadits tersebut dipahami sebagai bentuk tawadhu’ dan kekhusyu'an nabi shallallahu ‘alaihi wasalam, bukan bermakna fakir dan serba kekurangan.

Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata:

والمسكين ها هنا المتواضع الذي لا جبروت فيه ، ولا كِبْرَ ، الهَيِّنُ ، اللَّينُ ، السَّهل ، القريب

“Lafadz “miskin” di sini menunjukkan bahwa beliau adalah seorang yang tawadhu’, tidak sombong dan angkuh. Beliau adalah seorang yang lembut, suka mempermudah, tidak mempersulit dan dekat (dengan para sahabatnya –pen-) ” [Al-Istidzkar, 2/540]

Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata:

 معنى المسكنة في قوله : ( احشرني مسكيناً ) التواضع والإخبات ، كأنه سأل الله تعالى أن لا يجعله من الجبارين والمتكبرين ، ولا يحشره في زمرتهم

“Lafadz “miskin” dalam hadits beliau [احشرني مسكيناً] bermakna tawadhu’ dan pasrah. Seakan-akan nabi memohon pada Allah agar tidak menjadikan beliau termasuk orang-orang yang sombong lagi angkuh. Tidak pula dibangkitkan bersama gerombolan mereka.” [Ta’wil Mukhtaliful Hadits hal. 167]

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata:

وقد يطلق اسم المسكين ويراد به من استكان قلبه لله عز وجل ، وانكسر له ، وتواضع لجلاله وكبريائه وعظمته وخشيته ومحبته ومهابته

“Lafadz “miskin” terkadang digunakan dan ditujukan pada seorang yang Allah berikan ketenangan dan ketundukan dalam hatinya. Ia bersikap tawadhu’ di hadapan Rabb yang memiliki kemuliaan, kesombongan, keagungan disertai perasaan takut, cinta dan merasa rendah di hadapan-Nya.” [Ikhtiyarul Aula hal. 20]

3. Apa yang dimaksud oleh penanya ketika menyatakan “Rasulullah miskin”?

- Jika ia bermaksud mencela dan merendahkan kedudukan nabi, maka ia murtad dan keluar dari agama Islam

- Jika “miskin” yang dimaksud bermakna khusyu’ dan tawadhu’ maka hal ini sesuai dengan makna yang diterangkan oleh para ulama

Namun sebaiknya kita meninggalkan ungkapan tersebut ketika menyifati pribadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia. Karena ungkapan tersebut memiliki lebih dari satu makna, bisa bermakna baik ataupun buruk.

Allahua’lam

Disarikan oleh Abul-Harits dari http://islamqa.info/ar/ref/151486 di Madinah, 11 Jumadil Ula 1434 H




[1] Penilaian Imam Al-Bukhari terhadap Al-Harits bin An-Nu’man: “munkarul hadits” [Asna’ul Mathalib, 1/69]
[2] Istilah gharib menurut Imam At-Tirmidzi berarti dha’if
[3] Al-Majmuu’, 6/196
[4] Al-Maqashid Al-Hasanah hal. 154
[5] Al-Mustadrak, 4/358
[6] Al-Ahadits Al-Mukhtarah, 3/310
[7] Irwa’ul Ghalil no. 861 dan 1872, Silsilah Ash-Shahihah no. 308 dan Shahih At-Targhib wat-Tarhib no. 3192.

No comments:

Post a Comment