“Sering terdengar, bahkan pernah terlihat, bahwa ada kaum muslimin
yang melakukan shalat tasbih pada malam-malam tertentu, khususnya malam Jum’at.
Apakah hal ini ada dasarnya dari Al-Qur`ân dan sunnah?”
Jawab:
Ustadz Luqman Jamal (Redaktur Majalah An-Nashihah dan Pengasuh
Ma’had As-Sunnah, Makassar) hafidzahullah menjawab,
Hadits Pertama
Hadits Ibnu ‘Abbâs,
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهْ
أَلاَ أُعْطِيْكَ أَلاَ أُمْنِحُكَ أَلاَ أُحِبُّوْكَ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ
خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ
وَآخِرَهُ قَدِيْمَهُ وَحَدِيْثَهُ خَطْأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيْرَهُ وَكَبِيْرَهُ
سِرَّهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ عَشَرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
تَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وِسُوْرَةً فَإِذَا فَرَغْتَ
مِنْ الْقُرْاءَةِ فِيْ أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللهِ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشَرَةَ
مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشَرًا ثُمَّ تَرْفَعُ
رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوْعِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تّهْوِيْ سَاجِدًا
فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا
ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُوْلُهَا
عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِيْ
أَرْبَعِ رَكْعَاتٍ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِيْ كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً
فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لََمْ
تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُ فَفِيْ كُلِّ سَنَةِ
مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ عُمْرِكَ مَرَّةً
“Dari Ibnu ‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wa sallam bersabda kepada ‘Abbâs bin ‘Abdul Muththalib, ‘Wahai ‘Abbas, wahai
pamanku, maukah saya berikan padamu? maukah saya anugerahkan padamu? maukah
saya berikan padamu? saya akan tunjukkan suatu perbuatan yang mengandung 10
keutamaan, yang jika kamu melakukannya maka diampuni dosamu, yaitu dari awalnya
hingga akhirnya, yang lama maupun yang baru, yang tidak disengaja maupun yang
disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang nampak.
Semuanya 10 macam.
Kamu shalat 4 rakaat. Setiap rakaat kamu membaca Al-Fatihah
dan satu surah. Jika telah selesai, maka bacalah Subhanallâhi wal hamdulillâhi
wa lâ ilâha illallâh wallahu akbar sebelum ruku’ sebanyak 15 kali, kemudian
kamu ruku’ lalu bacalah kalimat itu di dalamnya sebanyak 10 kali, kemudian
bangun dari ruku’ baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud baca lagi sebanyak
10 kali, kemudian bangun dari sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud
lagi dan baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud sebelum berdiri
baca lagi sebanyak 10 kali, maka semuanya sebanyak 75 kali setiap rakaat.
Lakukan yang demikian itu dalam empat rakaat. Lakukanlah setiap hari, kalau
tidak mampu lakukan setiap pekan, kalau tidak mampu setiap bulan, kalau tidak
mampu setiap tahun dan jika tidak mampu maka lakukanlah sekali dalam seumur
hidupmu.’.”
Hadits ini mempunyai empat jalan:
Pertama , dari jalan Al-Hakam bin Abân, dari
‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Al-‘Abbâs bin ‘Abdil
Muththalib …, kemudian dia menyebutkan haditsnya.
Dikeluarkan oleh Abu Dâud 2/29 no. 1297, Ibnu Mâjah 2/158-159 no.
1387, Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahîh -nya 2/223-224 no. 1216, Al-Hâkim
1/627-628 no. 1233-1234, Al-Baihaqy 3/51-52, Ath-Thabarâny 11/194-195 no.
11622, Ad-Dâraquthny sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/37, Ibnu Al-Jauzy dalam Al-Maudhuât2/143-144, Al-Hasan bin ‘Ali
Al-Ma’mari dalam kitab Al-Yaum Wal Laila , Al-Khalily dalamAl-Irsyâd 1/325 no. 58, dan Ibnu Syâhîn dalam At-Targhib Wa At-Tarhib sebagaimana dalam kitab Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/39.
Seluruhnya dari jalan ‘Abdurrahman bin Bisyr bin Al-Hakam
Al-‘Abdi, dari Abi Syu’aib Musa bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Qinbâry, dari Al-Hakam bin
Abân …, dan seterusnya.
Berkata Az-Zarkasyi dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/44, “Telah meriwayatkan dari Musa
bin ‘Abdil ‘Aziz, Bisyr bin Al-Hakam serta anaknya, Abdurrahman, Ishâq bin Abi
Isrâil, Zaid bin Mubârak Ash-Shan’âny dan selain mereka.” (dinukil dengan
sedikit perubahan).
Saya berkata, “Riwayat Ishâq bin Abi Isrâil dikeluarkan oleh
Al-Hâkim 1/628 no. 1234 dan Ibnu Syâhîn dalam At-Targhib Wa At-Tarhib sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah2/39.”
Komentar Para Ulama Tentang Musa Bin
‘Abdil ‘Aziz
Berkata Ibnu Ma’in tentangnya, “Lâ Arâ bihi ba’san (dalam pandangan saya dia tidak
apa-apa).” Berkata An-Nasâ`i, “Lâ ba’sa bihi (tidak
mengapa dengannya).” Ibnu Hibbân menyebutkan dalam Ats-Tsiqât dan dia berkata, “Rubbamâ akhtha’ (kadang-kadang bersalah).”
Berkata Ibnu Al-Madiny, “Dha’if (lemah).” Berkata As-Sulaimâny, “Mungkarul hadits (mungkar haditsnya).” Lihat At-Tahdzib Wat Tahdzib .
Imam Muslim bin Al-Hajjâj berkata, “Saya tidak melihat sanad
hadits yang lebih baik dari hadits ini.” Diriwayatkan oleh Al-Khalily dalam Al-Irsyâd 1/327, Al Baihaqy, dan selain
keduanya.
Yang nampak dari komentar para ulama di atas bahwasanya hadits
beliau itu tidaklah turun dari derajat hasan. Karena itulah, kedudukan hadits
ini adalah hasan. Wallâhu A’lam.
Catatan Penting
Terdapat riwayat dari jalan Muhammad bin Râfi’, dari Ibrâhim bin
Al-Hakam bin Abân, bahwa dia berkata, “Menceritakan kepada saya ayahku, dari
‘Ikrimah, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda …,”
kemudian dia menyebutkan haditsnya secara mursal (seorang tabiin meriwayatkan langsung
dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam tetapi ia
tidak mendengar dari beliau).
Riwayat ini dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahîh -nya 2/224, Al-Hâkim 1/628, Al-Baihaqy
3/53 dan dalam Syu’abul Îmân 125 no. 3080, serta Al-Baghawy dalam Syarh As-Sunnah 4/156-157 no. 1018.
Saya berkata, “Riwayat ini tidaklah membahayakan riwayat Musa bin
‘Abdil ‘Aziz karena komentar para ulama terhadap Ibrahim bin Hakam sangat
keras, dan yang nampak bagi yang memperhatikan komentar para ulama tersebut
bahwasanya dia adalah dha’if, tidak dipakai sebagai pendukung. Terlebih lagi
telah terdapat riwayat-riwayat yang mungkar dalam riwayat bapaknya dari
jalannya (Ibrâhim bin Al-Hakam).”
Berangkat dari sini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa
penyelisihan yang dilakukan oleh Ibrâhim bin Al-Hakam yang meriwayatkan secara mursal kemudian menyelisihi riwayat Musa bin ‘Abdil
‘Aziz yang meriwayatkan secara maushul (bersambung) tidaklah
berpengaruh. Bersamaan dengan itu, Ibrâhim bin Al-Hakam telah guncang dalam
riwayatnya, karena kadang-kadang dia meriwayatkan secara mursal, sebagaimana dalam riwayat
Muhammad bin Râfi’ ini, dan kadang-kadang dia meriwayatkannya secaramaushul,
sebagaimana dalam riwayat Ishâq bin Râhaway yang dikeluarkan oleh Hâkim 1/628
no. 1235 dan Baihaqy dalam Syu’abul Îmân 125-126 no. 3080.
Dari sini diketahui pula bahwasanya tidak perlu bagi Imam Al-Baihaqy,
dalam Syu’abul Îmân 3/126, untuk berkata, “Yang benar
adalah riwayat secara mursal,”
karena perselisihan riwayat yang berasal dari Ibrâhim bin Al-Hakam ini
menunjukkan keguncangan dalam riwayatnya, sehingga semakin jelas menunjukkan
lemahnya orang ini. Demikian kaidah para ulama menanggapi rawi yang seperti
ini, sebagaimana yang tersebut dalam Syarh ‘Ilal At-Tirmidzy oleh Ibnu Rajab dan yang lainnya. Wallâhu A’lam.
Kedua, dari jalan
‘Abdul Quddûs bin Habîb, dari Mujâhid, dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya …, kemudian dia
menyebutkan haditsnya.
Dikeluarkan oleh Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 3/14-15 no. 2318 dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 1/25-26.
Berkata Al-Hâfidz Ibnu Hajar, “Abdul Quddûs sangat lemah dan
dinyatakan berdusta oleh sebagian imam.” Baca Al-Futûhât Ar-Rabbâniyah 4/311 dan Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/40. Lihat pula Mizânul I’tidâl .
Ketiga, dari jalan
Nâfi’ bin Hurmuz Abu Hurmuz, dari Atha’, dari Ibnu ‘Abbâs. Dikeluarkan oleh
Ath-Thabarâny 11/130 no. 11365.
Berkata Al-Hâfidz sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 1/39-40, “Rawi-rawinya terpercaya
kecuali Abu Hurmuz. Dia matrûkul hadits (ditinggalkan haditsnya).” LihatMizânul I’tidâl .
Keempat, dari jalan
Yahya bin ‘Uqbah bin Abi Al-‘Aizâr, dari Muhammad bin Jahâdah, dari Abi
Al-Jauzâ`i, dari Ibnu ‘Abbâs.
Dikeluarkan oleh Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 3/187 no. 2879.
Berkata Al-Hâfidz, “Semua rawinya terpercaya kecuali Yahya bin
‘Uqbah. Dia matrûk(haditsnya
ditinggalkan).”
Saya berkata, “Bahkan Ibnu Ma’in berkata (tentang Yahya bin
‘Uqbah), ‘Kadzdzâbun
Khabîts (pendusta
yang sangat hina).’.” Lihat Mizânul I’tidâl .
Hadits Kedua
Hadits Abu Râfi’, maula Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Dikeluarkan oleh Ibnu Mâjah 2/157-159 no. 1386, Tirmidzy 2/350-351
no. 482, Abu Bakar bin Abi Syaibah sebagaimana dalam Ajwibah Al-Hâfidz Ibnu Hajar ‘Alâ Ahâdits Al
Mashâbîh 3/1781 dari Misykatul Mashâbih , Ad-Dâraquthny
dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah2/38,
Ibnul Jauzy dalam Al-Maudhu’ât 2/144, dan Abu Nu’aim dalam Qurbân Al-Muttaqînsebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/41.
Seluruhnya dari jalan Zaid bin Al-Hibbân Al-‘Uqly, dari Musa bin
‘Abîdah, dari Sa’id bin Abi Sa’id maula Abu Bakr bin ‘Amr bin Hazm, dari Abu
Râfi’, bahwa dia berkata, “Rasulullahshallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Al-‘Abbâs …,” kemudian
dia menyebutkan haditsnya.
Saya berkata, “Dalam sanadnya ada dua cacat:
- Musa bin ‘Abîdah yaitu
Ar-Rabâdzy Al-Madany. Yang nampak bagi saya, setelah membaca komentar para
ulama tentangnya, bahwa ia adalah rawi yang dha’if yang bisa dipakai sebagai
pendukung apalagi dalam hadits-hadits Ar-Riqâq.
-Sa’id bin Abi Sa’id majhûlul hâl (tidak diketahui keadaannya).”
Maka hadits ini adalah syahid (pendukung) yang sangat kuat.
Hadits Ketiga
Hadits Al Anshâry.
Dikeluarkan oleh Abu Dâud 2/48 no. 1299 dan Al Baihaqy 2/52 dari
Abu Taubah Ar-Rabî’ bin Nâfi’, dari Muhammad bin Muhâjir, dari Urwah bin
Ruwaim, bahwa dia berkata, “Menceritakan kepada saya Al-Anshâry, bahwasanya
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda
kepada Ja’far …,” kemudian dia menyebutkan hadits tersebut.
Saya berkata, “Para ulama berbeda pendapat tentang siapa
Al-Anshâry ini, tetapi menurut penilaian saya, tidak ada dalil yang benar yang
menjelaskan siapa Al-Anshâry ini. Mungkin ia seorang shahabat dan mungkin juga
bukan.” Wallâhu A’lam.
Hadits Keempat
Hadits Al-‘Abbâs bin ‘Abdul Muththalib.
Dikeluarkan oleh Ibnu Al-Jauzy dalam Al-Maudhu’at 2/143, dan Abu Nua’im, Ibnu Syahin dan
Dâraquthny dalam Al-Afrâd sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/40.
Seluruhnya dari jalan Musa bin A’yan, dari Abu Raja’, dari
Shadaqah, dari ‘Urwah bin Ruwaim, dari Ibnu Ad-Dailamy, dari Al-‘Abbâs, bahwa
dia berkata, “Bersabda Rasulullahshallallâhu ‘alaihi wa sallam …,” kemudian dia menyebutkan
haditsnya.
Berkata Al-Hâfidz tentang Shadaqah, “Dia adalah Ibnu ‘Abdillah
yang dikenal dengan panggilan As-Samin.
Dia lemah dari sisi hafalannya, akan tetapi dikatakan tsiqah(terpercaya) oleh banyak ulama,
maka haditsnya bisa digunakan sebagai pendukung.”
Maka dari sini diketahui salahnya sangkaan Ibnul Jauzy yang
mengatakan bahwa dia adalah Al-Khurâsâny.
Adapun Abu Raja’, dia adalah ‘Abdullah bin Muhriz Al-Jazary, dan
kami tidak menemukan biografinya. Wallâhu A’lam.
Kemudian Ibnu Ad-Dailamy, dia adalah ‘Abdullah bin Fairuz, tsiqah (terpercaya), termasuk dari tabiin
besar, bahkan sebagian ulama menggolongkannya sebagai shahabat.
Hadits ini mempunyai jalan lain, yaitu hadits yang dikeluarkan
oleh Ibrâhim bin Ahmad Al-Hirqy dalam Fawâ’id -nya. Akan tetapi, dalam sanad jalan
tersebut ada Hammâd bin ‘Amr An-Nashîby yang para ulama menganggap dia sebagai kadzdzâb (pendusta). Lihat Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/40.
Hadits Kelima
Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Âsh.
Dikeluarkan oleh Abu Dâud 2/48 no. 1298 dan Al-Baihaqy 3/52, dari
jalan Mahdy bin Maimûn, dari ‘Amr bin Malik, dari Abu Al-Jauzâ`i, bahwa dia
berkata, “Seorang laki-laki yang dia adalah shahabat, menurut mereka dia adalah
‘Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, ‘Bersabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam …,’,” kemudian dia menyebutkan
haditsnya.
Berkata Abu Dâud, “Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Mustamir bin
Rayyân dari Abu Al-Jauzâ`i, dari ‘Abdullah bin ‘Amr secara mauqûf (dari perkataan shahabat).
Diriwayatkan pula oleh Rauh bin Al-Musayyab dan Ja’far bin Sulaimân dari ‘Amr
bin Malik An-Nukri, dari Abu Al-Jauzâ`i, dari perkataannya. Dikatakan dalam
hadits Rauh, bahwa ia berkata, “Hadits Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam (yakni secara marfû’-pen-).” Hal serupa dinyatakan
pula oleh Imam Al-Baihaqy.
Berkata Ibnu Hajar, “Akan tetapi perselisihan terletak pada Abu
Al-Jauzâ`i. Ada yang mengatakan hadits ini darinya dari Ibnu ‘Abbâs, ada yang
mengatakan darinya dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dan adapula yang mengatakan dari
dia dari Ibnu ‘Umar. Bersamaan dengan itu, ada perselisihan (dalam riwayatnya),
apakah hadits ini marfû’ (sampai kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam) atau mauqûf (sampai kepada shahabat). Dalam
riwayat secara marfû’ juga ada perselisihan tentang
kepada siapa hadits ini dikatakan, apakah kepada Al-‘Abbâs, Ja’far, ‘Abdullah
bin ‘Amr, atau Ibnu ‘Abbâs. Ini adalah idhthirâb (kegoncangan) yang sangat keras, dan
Ad-Dâraquthny banyak mengeluarkan jalan-jalan hadits ini dengan uraian
perselisihannya.”
Lihat Al-Futûhât
Ar-Rabbâniyyah 4/314-315
dan Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/41.
Terdapat pula jalan lain yang dikeluarkan oleh Dâraquthny dari
‘Abdullah bin Sulaimân bin Al-Asy’ats, dari Mahmûd bin Khâlid, dari seorang tsiqah (terpercaya) dari ‘Umar bin ‘Abdul
Wâhid, dari Tsaubân, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya secaramarfû’.
Saya berkata, “Mahmûd bin Khâlid tsiqah (terpercaya) demikian pula ‘Amr bin
’Abdul Wâhid, akan tetapi dalam sanadnya ada rawi mubham (tidak disebut namanya). Adapun
Tsaubân, saya tidak mengetahui siapa dia.” Wallâhu A’lam.
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Syâhin dari jalan yang lain, dari ‘Amr
bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Al-‘Abbâs …, kemudian
dia menyebutkan seperti hadits Ibnu ‘Abbâs. Akan tetapi hadits ini lemah. Lihat Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/41 dan Al-Futûhât Ar-Rabbâniyyah 4/314-315.
Hadits Keenam
Hadits Ja’far bin Abi Thâlib.
Hadits ini mempunyai dua jalan:
Pertama, dari jalan
Dâud bin Qais, dari Ismâ’il bin Râfi’, dari Ja’far, bahwa ia berkata,
“Sesungguhnya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda
kepadanya, ‘Inginkah engkau saya berikan …’,” kemudian dia menyebutkan
haditsnya. Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushannaf -nya 3/123 no.5004.
Dikeluarkan pula oleh Sa’id bin Manshûr dalam As-Sunan dan Al-Khatib dalam Kitab Shalat At-Tasbih , Sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/242 dari jalan yang lain, dari Abi
Ma’syar Najîh bin Abdirrahman, dari Abu Râfi’ Ismail bin Râfi’, bahwa dia
berkata, “Telah sampai kepada saya bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ja’far bin Abi Thâlib
….”
Saya berkata, “Ismâil bin Râfi’ dha’if (lemah haditsnya) bisa
digunakan sebagai penguat. Akan tetapi hadits ini mursal sebagaimana yang kamu lihat.”
Kedua, dari jalan
‘Abdul Malik bin Hârun bin ‘Antarah, dari bapaknya, dari kakeknya, dari ‘Ali
bin Ja’far, bahwa dia berkata, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda
kepadaku …,” kemudian dia menyebutkan haditsnya. Dikeluarkan oleh Ad-Dâraquthny
sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/41-42.
Saya berkata, “Abdul Malik ini matrûk (ditinggalkan haditsnya),
bahkan dianggap pendusta oleh sebagian ulama dan dituduh memalsukan hadits.”
Baca Mizânul I’tidâl .
Hadits Ketujuh
Hadits Al Fadhl bin ‘Abbâs.
Dikeluarkan Abu Nu’aim dalam Qurbân Al-Muttaqîn dari riwayat Musa bin Ismâ’il, dari
‘Abdil Hamîd bin Abdurrahman Ath-Thâ`iy, dari bapaknya, dari Abu Râfi’, dari
Al-Fadhl bin ‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda …,
kemudian dia menyebutkan haditsnya.
Berkata Al-Hâfidz Ibnu Hajar, “Dan dalam sanadnya ada Abdul Hamid
bin Abdirrahman Ath-Thâ`iy. Saya tidak mengenal dia dan saya tidak mengenal
bapaknya, dan saya menduga bahwa Abu Râfi’ adalah guru Ath Thâ`iy, bukan Abu
Râfi’ Ismâ’il bin Râfi’, salah seorang di antara orang yang lemah haditsnya”.
Dari Al-Futûhât Ar-Rabbâniyyah 4/310.
Hadits Kedelapan
Hadits ‘Ali bin Abi Thâlib.
Dikeluarkan oleh Ad-Dâraquthny dari jalan ‘Umar, maula ‘Afarah,
bahwa dia berkata, “Bersabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam kepada ‘Ali
bin Abi Thâlib, ‘Wahai ‘Ali, saya akan memberimu hadiah …’,” kemudian dia
menyebutkan haditsnya.
Berkata Al-Hâfidz Ibnu Hajar, “Dalam sanadnya terdapat kelemahan
dan keterputusan.”
Saya berkata, “Sepertinya yang diinginkan oleh Al-Hâfidz Ibnu
Hajar dengan kelemahan yaitu kelemahan pada ‘Umar, maula ‘Afarah, dan dia
adalah ‘Umar bin ‘Abdillah Al-Madany, seorang yang dha’if (lemah haditsnya) ,
dan yang diinginkan dengan keterputusan adalah bahwa ‘Umar tidak pernah
mendengar dari seorang shahabat pun.”
Hadits ini juga memiliki jalan yang lain yang dikeluarkan oleh
Al-Wâhidy dalam Kitab Ad-Da’wât dari jalan Ibnu Al-Asy’ats, dari Musa
bin Ja’far bin Ismâ ’il bin Mûsa bin Ja’far Ash Shâdiq, dari ayah-ayahnya
secara berurut hingga sampai kepada ‘Ali.
Berkata Al Hâfidz Ibnu Hajar, “Sanad ini disebutkan oleh Abu ‘Ali
dalam satu kitab yang dia susun dengan bab-bab yang semuanya dengan sanad ini,
dan para ulama telah mengkritiknya (pengarangnya) dan mengkritik kitabnya.”
Lihat Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/41.
Hadits Kesembilan
Hadits ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththâb.
Dikeluarkan oleh Al-Hâkim 1/629 no.1236, dan dia berkata, “Ini
adalah sanad yang shahih. Tidak ada kotoran di atasnya.” Hukum Al-Hâkim ini dikritik oleh Adz-Dzahaby dalam Talkhish -nya bahwa dalam sanadnya ada Ahmad
bin Dâud bin ‘Abdul Ghaffâr Al-Harrâny, bahwa dia dinyatakan pendusta oleh
Ad-Dâraquthny. Lihat Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah dan Mîzânul I’tidâl .
Al-Hâfidz Ibnu Hajar berkata dalam Ajwibah -nya, “Dan dikeluarkan oleh Muhammad
bin Fudhail dalam kitab Ad-Du’â` dari jalan yang lain, dari Ibnu ‘Umar
secara mauqûf.”
LihatMisykâtul
Mashâbîh 3/1781.
Saya berkata, “Saya tidak melihat riwayat tersebut dalam kitab Ad-Du’â`, akan tetapi riwayat tersebut
dikeluarkan oleh Ad-Dâraquthny dari jalan Muhammad bin Fudhail, dari Abân bin
Abi ‘Ayyâsy, dari Abu Al-Jauzâ`i, dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Abân bin Abi
‘Ayyâsymatrûkul
hadits (ditinggalkan
haditsnya) dan dia juga telah mudhtharib (goncang) dalam riwayatnya karena
Ad-Dâraquthny juga meriwayatkan dari jalan Sufyân, dari Abân, dan dia berkata,
“Dari ‘Abdullah bin ‘Amr.” Lihat Al-Futûhât
Ar-Rabbâniyyah 4/306.
Hadits Kesepuluh
Hadits ‘Abdullah bin Ja’far.
Dikeluarkan oleh Ad-Dâraquthny sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/42 dari dua jalan, dari ‘Abdullah
bin Ziyâd bin Sam’ân, dan dia berkata pada salah satu jalannya dari Mu’âwiyah
dan Ismâ’il bin ‘Abdullah bin Ja’far. Dia berkata pula pada jalan lain dari
‘Aun pengganti Ismâ’il (yang terdapat di jalan pertama), dari ayah mereka berdua
(Mu’âwiyah dan Ismâ’il atau Mu’âwiyah dan ‘Aun), bahwa dia berkata, “Rasulullahshallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda
kepadaku, ‘Maukah engkau saya berikan …’,” kemudian dia menyebutkan haditsnya.
Berkata Al-Hâfidz Ibnu Hajar “Ibnu Sam’ân adalah dha’if (lemah).”
Dia berkata dalam Taqrib At-Tahdzib , “Matrûk (ditinggalkan haditsnya) dan muttaham bilkadzib (tertuduh berdusta).” Kegoncangan
dalam sanad juga menambah lemah hadits ini. Wallâhu A’lam.
Hadits Kesebelas
Hadits Ummu Salamah Al-Anshâriyyah.
Dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Qurbân Al-Muttaqîn dari Sa’îd bin Jubair, dari Ummu
Salamah, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda
kepada Al-‘Abbâs, “Wahai pamanku …,” Kemudian dia menyebutkan haditsnya.
Berkata Al-Hâfidz Ibnu Hajar, “Hadits ini gharib (aneh), dan ‘Amr bin Jumaî’, salah
seorang rawi hadits ini, adalah lemah, dan mendengarnya Sa’îd bin Jubair dari
Ummu Salamah masih perlu dilihat (yaitu tidak mendengar).” Wallâhu A’lam.
Saya berkata, “Amr bin Jumaî’ disebutkan dalam Mizânul I’tidâl , dan dia matrûk(ditinggalkan haditsnya), bahkan
dinyatakan berdusta oleh Ibnu Ma’în dan dicurigai memalsukan hadits.”
Para Ulama yang
Menshahihkan Hadits Shalat Tasbih
- Abu Dâud As-Sijistâny. Beliau
berkata, “Tidak ada, dalam masalah shalat Tasbih, hadits yang lebih shahih dari
hadits ini.”
- Ad-Dâraquthny. Beliau
berkata, “Hadits yang paling shahih dalam masalah keutamaan Al-Qur`ân adalah
(hadits tentang keutamaan) Qul Huwa Allâhu Ahad,
dan yang paling shahih dalam masalah keutamaan shalat adalah hadits tentang
shalat Tasbih.”
- Al-Âjurry.
- Ibnu Mandah.
- Al-Baihaqy.
- Ibnu As-Sakan.
- Abu Sa’ad As-Sam’âny.
- Abu Musa Al-Madiny.
- Abu Al-Hasan bin
Al-Mufadhdhal Al-Maqdasy.
- Abu Muhammad ‘Abdurrahim
Al-Mishry.
- Al-Mundziry dalam At-Targhib Wa At-Tarhib dan Mukhtashar Sunan Abu
Dâud
- Ibnush Shalâh. Beliau
berkata, “Shalat Tasbih adalah sunnah, bukan bid’ah. Hadits-haditsnya dipakai
beramal dengannya.”
- An-Nawawy dalam At-Tahdzîb Al - Asma` Wa Al-Lughât .
- Abu Manshur Ad Dailamy dalam Musnad Al-Firdaus .
- Shalâhuddin Al-‘Alâi. Beliau
berkata, “Hadits shalat Tasbih shahih atau hasan, dan harus (tidak boleh
dha’if).”
- Sirajuddîn Al-Bilqîny. Beliau
berkata, “Hadits shalat tasbih shahih dan ia mempunyai jalan-jalan yang
sebagian darinya menguatkan sebagian yang lainnya, maka ia adalah sunnah dan
sepantasnya diamalkan.”
- Az-Zarkasyi. Beliau berkata,
“Hadits shalat Tasbih adalah shahih dan bukan dha’if apalagi maudhu’ (palsu).”
- As-Subki.
- Az-Zubaidy dalam Ithâf As-Sâdah Al-Muttaqîn 3/473.
- Ibnu Nâshiruddin Ad-Dimasqy.
- Al-Hâfidz Ibnu Hajar dalam Al-Khishâl Al-Mukaffirah Lidzdzunûb Al-Mutaqaddimah
Wal Muta`Akhkhirah , Natâijul Afkâr Fî Amâlil Adzkâr dan Al-Ajwibah ‘Alâ Ahâdits
Al-Mashâbîh .
- As-Suyûthy.
- Al-Laknawy.
- As-Sindy.
- Al-Mubârakfûry dalam Tuhfah Al-Ahwadzy .
- Al-‘Allamah Al-Muhaddits
Ahmad Syâkir rahimahullâh.
-Al-‘Allamah Al-Muhaddits
Nâshiruddîn Al-Albâny rahimahullâh dalam Shahîh Abi Dâud (hadits 1173-1174), Shahîh At-Tirmidzy , Shahîh At-Targhib (1/684-686) dan Tahqîq Al-Misykah (1/1328-1329).
-Al-‘Allamah Al-Muhaddits
Muqbil bin Hâdy Al-Wâdi’iy rahimahullâh dalam Ash-Shahîh Al-Musnad Mimmâ Laisa Fî Ash-Shahihain .
Lihat Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/42-45, Al-Futûhât Ar-Rabbâniyyah 4/318-322, Al-Adzkârkarya Imam An-Nawawy
dengan tahqiq Salim Al-Hilaly 1/481-482, dan Bughyah Al-Mutathawwi` hal. 98-99.
Kesimpulan
Nampak dengan sangat jelas dari uraian di atas, bahwa
hadits-hadits shalat tasbih adalah hadits yang shahih atau hasan, dan tidak ada
keraguan akan hal tersebut.Wallâhu A’lam.
Catatan Penting
Ada beberapa ulama yang melemahkan hadits shalat tasbih ini, akan
tetapi, andaikata bukan karena kekhawatiran pembahasan ini menjadi lebih
panjang, niscaya akan kami sebutkan perkataan-perkataan para ulama tersebut dan
dalil-dalil mereka berikut dengan bantahan terhadap mereka. Wallâhul Musta’ân.
Tata Cara
Shalat
Secara umum, shalat tasbih sama dengan tata cara shalat yang lain,
hanya saja ada tambahan bacaan tasbih yaitu:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَاللهُ أَكْبَرُ
- Lafadz ini diucapkan sebanyak 75 kali pada tiap raka’at dengan
perincian sebagai berikut.
- Sesudah membaca Al-Fatihah
dan surah sebelum ruku sebanyak 15 kali,
- Ketika ruku’ sesudah membaca
do’a ruku’ dibaca lagi sebanyak 10 kali,
- Ketika bangun dari ruku’
sesudah bacaan i’tidal dibaca 10 kali,
- Ketika sujud pertama sesudah
membaca do’a sujud dibaca 10 kali,
- Ketika duduk diantara dua
sujud sesudah membaca bacaan antara dua sujud dibaca 10 kali,
- Ketika sujud yang kedua
sesudah membaca do’a sujud dibaca lagi sebanyak 10 kali,
- Ketika bangun dari sujud yang
kedua sebelum bangkit (duduk istirahat) dibaca lagi sebanyak 10 kali.
Demikianlah rinciannya, bahwa shalat Tasbih dilakukan sebanyak 4
raka’at dengan sekali tasyahud, yaitu pada raka’at yang keempat lalu salam.
Bisa juga dilakukan dengan cara dua raka’at-dua raka’at, di mana setiap dua
raka’at membaca tasyahud kemudian salam. Wallâhu A’lam.
Jumlah Raka’at
Semua riwayat menunjukkan 4 raka’at, dengan tasbih sebanyak 75
kali tiap raka’at, jadi keseluruhannya 300 kali tasbih.
Waktu Shalat
Waktu shalat tasbih yang paling utama adalah sesudah tenggelamnya
matahari, sebagaimana dalam riwayat ‘Abdullah bin Amr. Tetapi dalam riwayat
Ikrimah yangmursal diterangkan bahwa boleh malam hari dan
boleh siang hari. Wallâhu A’lam.
Catatan
Terdapat pilihan dalam shalat ini. Jika mampu, bisa dikerjakan
tiap hari. Jika tidak mampu, bisa tiap pekan. Jika masih tidak mampu, bisa tiap
bulan. Jika tetap tidak mampu, bisa tiap tahun atau hanya sekali seumur
hidup.Karena itu, hendaklah kita memilih mana yang paling sesuai dengan kondisi
kita masing-masing.
Kesimpulan
Hadits tentang shalat tasbih adalah hadits yang tsabit/sah dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, maka
boleh diamalkan sesuai dengan tata cara yang telah disebutkan diatas.
Penutup
Untuk melengkapi pembahasan yang singkat ini, maka kami juga
sertakan penyimpangan-penyimpangan (bid’ah–bid’ah) yang banyak terjadi sekitar
pelaksanaan shalat tasbih, di antaranya:
- Mengkhususkan pelaksanaannya pada malam Jum’at
saja.
- Dilakukan secara berjama’ah terus menerus.
- Diiringi dengan bacaan-bacaan tertentu, baik
sebelum maupun sesudah shalat.
- Tidak mau shalat kecuali bersama imamnya,
jamaahnya, atau tarekatnya.
- Tidak mau shalat kecuali di masjid tertentu.
- Keyakinan sebagian orang yang melakukannya
bahwa rezekinya akan bertambah dengan shalat tasbih.
- Membawa binatang-binatang tertentu untuk
disembelih saat sebelum atau sesudah shalat tasbih, disertai dengan
keyakinan-keyakinan tertentu.”
Dinukil oleh Abul-Harits dari An-Nashihah Online
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete