Hukum asal transakasi jual beli dalam syariat Islam
adalah diperbolehkan hingga ada dalil yang mengharamkan transaksi tersebut.
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”[Al-Baqarah: 275]
Diantara transaksi jual beli yang diharamkan dalam
syariat Islam adalah jual beli yang dilakukan setelah azan Jum’at dikumandangkan.
Allah ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika telah
dikumandangkan azan untuk shalat Jum’at maka bersegeralah untuk mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual beli.”[Al-Jumu’ah: 11]
Ada beberapa permasalahan yang akan dibahas berkaitan
dengan bab ini:
- Jika
dalam suatu masjid terdapat dua azan Jum’at, maka azan yang dimaksud dalam ayat di atas adalah azan kedua yaitu setelah khatib naik mimbar.
- Bukankah
azan kedua itu bid’ah?
Jawabnya, hal itu bukan termasuk bid’ah karena dilakukan oleh
salah satu Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.
Ketika itu tidak ada satu pun sahabat nabi yang mengingkari perbuatan Utsman. Selain itu, perbuatan ini turun-temurun
diamalkan di dua masjid yang paling utama di dunia ini yakni Masjid Al-Haram
dan Masjid An-Nabawi tanpa ada pengingkaran dari para ulama. Maka siapakah yang
berani menyatakan bid’ah??
- Jika
ada seorang yang melakukan transaksi jual beli setelah azan pertama sebelum
azan kedua pada hari Jum’at, apakah transaksinya sah?
Transaksinya sah karena
tidak termasuk dalam larangan ayat tersebut.
- Seandainya
ada seorang yang nekad melakukan transaksi jual beli setelah azan kedua, apakah
transaksinya sah?
Transaksinya tidak sah karena dalam kaidah ushul fiqh
disebutkan bahwa [النهي يقتضي الفساد] maknanya “larangan dalam syariat memberikan konsekuensi
batalnya suatu ibadah/akad, jika tetap dilakukan”
- Apakah
larangan tersebut berlaku pula bagi wanita dan musafir, bukankah mereka tidak
diwajibkan shalat Jum’at?
Larangan tersebut tidak berlaku bagi wanita dan
musafir. Sehingga transaksi yang mereka lakukan setelah azan Jum’at tetap sah.
Namun Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah merajihkan pendapat
sebaliknya, yakni transaksi mereka tidak sah. Karena ayat tersebut umum ,
mencakup seluruh kaum mu’minin baik laki-laki, wanita maupun musafir. Allahua’lam.
- Ketika
ada seorang yang jarak rumahnya dari masjid cukup jauh, sehingga ia seringkali
tidak mendengar azan Jum’at. Kapan larangan tersebut berlaku padanya?
Larangan
tersebut berlaku padanya ketika waktu shalat Jum’at telah masuk, meskipun ia
tidak mendengar azan Jum’at.
- Ketika
seorang dalam keadaan darurat, misalkan ia harus membeli makanan untuk
mempertahankan hidupnya atau pakaian yang ia pakai terkena najis sehingga ia
harus membeli pakaian yang lain setelah azan kedua pada hari Jum’at, apakah
transaksi jual belinya sah?
Jawabnya, sah karena dalam kaidah ushul fiqh
disebutkan [الضرورة تبيح
المحذورة] maknanya “syariat
memperbolehkan sesuatu yang pada asalnya dilarang (haram) dalam keadaan darurat”.
- Lalu kapankah suatu kebutuhan jual beli
dianggap darurat dan kapan pula belum dianggap darurat?
Jawabnya, kaidah ini dikembalikan
pada ahlul-ilmi bukan berdasar pada perasaan kita masing-masing.
- Apakah
larangan tersebut juga berlaku pada azan shalat lima waktu selain azan Jum'at?
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berpendapat larangan tersebut juga
berlaku, karena ‘illat permasalahan dalam hal ini sama yaitu agar seorang
bersegera untuk menunaikan shalat dan meninggalkan hal-hal yang menyibukkan
dari kewajibannya. Sehingga qiyas dalam permasalahan ini tepat. Allahua’lam
- Jika
muadzin adalah seorang yang tidak amanah dalam memperhatikan waktu shalat,
misalkan ia biasa mengumandangkan azan sebelum masuk waktu shalat, apakah larangan
tersebut juga berlaku?
Tidak berlaku, karena yang dapat dijadikan sandaran
dalam permasalahan ini adalah azan yang sesuai waktu shalat, kecuali azan Jum’at
karena sebagian ulama memperbolehkan azan Jum’at dikumandangkan sebelum masuk
waktu Dzuhur.
Allahua’lam
Disarikan oleh Abul-Harits dari “Min Fiqhil Mu’amalat”
di Madinah, 26 Rabi’ul Awwal 1434 H
No comments:
Post a Comment