Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah menjelaskan tentang ilmu yang
bermanfaat. Beliau mengatakan, pokok segala ilmu adalah mengenal Allah subhanahu wata’ala yang akan menumbuhkan rasa takut kepada-Nya, cinta
kepada-Nya, dekat terhadap-Nya, tenang dengan-Nya, dan rindu pada-Nya.
Kemudian setelah itu berilmu tentang hukum-hukum Allah, apa yang
dicintai-Nya dan diridhai-Nya dari perbuatan, perkataan, keadaan atau
keyakinan hamba.
Orang yang mewujudkan dua ilmu ini, maka ilmunya adalah ilmu yang
bermanfaat. Dengan hal tersebut, ia akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, hati
yang khusyu’, jiwa yang lapang dan doa yang mustajab. Sebaliknya yang
tidak mewujudkan dua ilmu yang bermanfaat itu, ia akan terjatuh ke dalam
empat perkara yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlindung
darinya. Bahkan ilmunya menjadi bencana buatnya, ia tidak bisa mengambil
manfaat darinya karena hatinya tidak khusyu’ kepada Allah subhanahu wata’ala, jiwanya tidak merasa puas dengan dunia, bahkan semakin berambisi
terhadapnya. Doanyapun tidak didengar oleh Allah karena ia tidak
merealisasikan perintah-Nya serta tidak menjauhi larangan-Nya dan apa
yang dibenci-Nya.
Lebih-lebih apabila ilmu tersebut bukan diambil dari Al -Qur-an dan
As Sunnah, maka ilmu itu tidak bermanfaat dan tidak ada manfaatnya sama
sekali. Yang terjadi, kejelekannya lebih besar dari manfaatnya.
Ibnu Rajab juga menjelaskan, ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu
adalah mempelajari dengan benar ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam serta memahami maknanya sesuai dengan yang
ditafsirkan para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Lalu mempelajari
apa yang datang dari mereka tentang halal dan haram, zuhud dan
semacamnya, serta berusaha mempelajari mana yang shahih dan mana yang
tidak dari apa yang telah disebutkan.
Kemudian berusaha untuk mengetahui makna-maknanya dan memahaminya.
Apa yang telah disebut tadi sudah cukup bagi orang yang berakal dan
menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat. [Fadhlu 'Ilmis Salaf 'alal
Khalaf hal. 41, 45, 46, 52, 53]
Ilmu yang bermanfaat akan nampak pada seseorang dengan tanda-tandanya, yaitu:
1. Mengamalkan ilmunya.
2. Tidak suka disanjung, dipuji dan menyombongkan diri di atas orang lain.
3. Semakin bertawadhu’ ketika ilmunya semakin bertambah
4. Tidak tamak kepemimpinan, menjauhi ketenaran dan dunia.
5. Tidak mengaku-ngaku sebagai seorang yang berilmu.
6. Su’udzan (berburuk sangka) kepada dirinya dan husnudzan (berbaik
sangka) kepada orang lain dalam rangka menghindari celaan kepada orang
lain. [Fadhl 'Ilmis Salaf hal. 56-57 dan Hilyatut Thalibil 'Ilmi hal. 71]
Sebaliknya ilmu yang tidak bermanfaat juga akan memiliki tanda-tanda yang nampak pada orang yang menyandangnya yaitu:
1. Tumbuhnya sifat sombong, sangat berambisi dalam dunia dan
berlomba-lomba untuk mendapatkannya, sombong terhadap ulama, mendebat orang-orang
bodoh, dan memalingkan perhatian manusia kepada dirinya.
2. Mengaku sebagai wali Allah subhanahu wata’ala, atau merasa dirinya suci.
3. Tidak mau menerima kebenaran dan tunduk kepadanya. Bersikap sombong kepada orang yang mengucapkan kebenaran jika derajatnya berada
bawahnya dalam pandangan manusia, serta terus-menerus berada dalam kebatilan.
4. Menganggap orang lain bodoh, bahkan menilai ulama salaf dengan kebodohan, lalai, atau lupa sehingga hal itu menjadikannya mencintai kelebihan yang dimilikinya dan berburuk sangka kepada
ulama yang salaf. [Fadhl 'Ilmis Salaf hal. 53, 54, 57, 58]
Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Syari’ah, No. 02/I/Rabi’ul Awwal/1424 H/Mei 2003, hal. 14. dari fadhlihsan.wordpress.com
No comments:
Post a Comment