Tanya:
Bismillah, afwan mau tanya, apakah
orang yang banyak hartanya sudah pasti dapat ridho dan berkah dari
Allah? Apakah tanda-tanda keberkahan dari Allah? (08539455****)
Jawaban:
"Berkaitan dengan pertanyaan di atas, ada beberapa hal yang perlu kami jelaskan.
Pertama, harta adalah bagian dari pemberian Allah
Subhanahu wa Ta’ala kepada seorang hamba. Segala pemberian Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah nikmat yang pertanggungjawabannya akan
dimintai pada hari Kiamat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang segala nikmat itu.” (At-Takatsur: 8)
Harta adalah cobaan dan ujian dari Allah ‘Azza wa Jalla terhadap
seorang hamba sejauh mana harta tersebut mendekatkan dirinya kepada
Allah. Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan,
“Dan ketahuilah bahwa harta dan anak-anak kalian itu hanyalah cobaan,
sedang sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal:
28)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyatakan,
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri
dan anak kalian, ada yang menjadi musuh bagi kalian maka berhati-hatilah
kalian terhadap mereka. Jika kalian memaafkan, tidak memarahi, dan
mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi
kalian), sedang di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At-Taghabun:
14-15)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Tidak akan bergerak kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga
dia ditanya tentang umurnya, bagaimana dia menghabiskan (umurnya);
tentang ilmunya, bagaimana dia beramal dengan (ilmunya); tentang
hartanya, dari mana dia dapatkan dan ke mana dia belanjakan; serta
tentang jasadnya, bagaimana dia usangkan.” [1]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda,
“Para fuqara kaum muslimin akan masuk surga selama setengah hari -yaitu lima ratus tahun- sebelum orang-orang kaya.” [2]
Dari keterangan ayat-ayat dan hadits-hadits di atas, seorang hamba
hendaknya selalu melihat keberadaan harta yang dia miliki. Bila hartanya
dia pergunakan dalam hal ketaatan, kebaikan, dan amalan-amalan yang
mendekatkan dia kepada Allah ‘Azza wa Jalla, hal tersebut adalah tanda
keberkahan dan kebaikan dari Allah ‘Azza wa Jalla. Namun, bila harta
tersebut dia pergunakan dalam dosa, kejelekan, dan hal-hal lain yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala benci, harta tersebut hanyalah musibah yang
menimpanya.
Seorang ulama tabi’in yang mulia, Abu Hazim Salamah bin Dinar Al-A’raj Al-Madany, pernah berkata:
“Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, itu adalah musibah.” [3]
Kedua, berkah adalah ketetapan kebaikan Ilahi pada
sesuatu [4]. Berkah juga bermakna banyaknya
kebaikan pada sesuatu dan
pertambahannya [5].
Jadi, berkah itu adalah ketetapan kebaikan pada sesuatu, atau
pertambahan dan banyaknya kebaikan pada sesuatu, atau keduanya sekaligus
[6].
Mencari keberkahan adalah hal yang dituntut pada setiap muslim dan
muslimah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyinggung nikmat
keberkahan ini dalam sejumlah ayat, sedang para nabi memohon berkah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga, kepada kita, Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam mengajarkan doa-doa permohonan keberkahan pada berbagai
keadaan.
Pengaruh keberkahan sangat terlihat pada kehidupan manusia. Di antara
manusia, ada yang bergelimang harta, tetapi harta tersebut tidak
memberi ketenangan kepadanya dan seakan tidak mencukupi kebutuhannya,
bahkan tidak membuat dia lebih dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sementara itu, ada pula di antara manusia yang berpenghasilan
sedikit. Namun, karena keberkahan dari Allah Ta’ala, hal yang sedikit
tersebut mencukupi keperluannya serta memberi ketenangan dan kedekatan
kepada Allah Ta’ala. Wallahul musta’an.
Ketiga, sebab-sebab keberkahan pada harta sangatlah banyak. Di antaranya [7] adalah:
1. Keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan menegakkan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan berkah-berkah dari langit dan bumi kepada
mereka, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu maka Kami
menyiksa mereka disebabkan oleh perbuatannya.” (Al-A’raf: 96)
2. Mencari harta dari sumber yang halal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Siapa saja yang mengambil harta dengan haknya akan diberi berkah
pada harta itu. Namun, siapa saya yang mengambil suatu harta tanpa hak,
perumpamaannya bagaikan orang yang makan, tetapi tidak pernah kenyang.”
[8]
3. Mengambil harta dengan jiwa yang sakhawah.
Dengan jiwa yang sakhawah berarti dia mengambil harta tanpa meminta,
bersikap tamak, dan berlebihan dalam menggapai harta tersebut. Hakim bin
Hizam radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Saya meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam lalu
beliau memberiku, kemudian saya meminta dan beliau memberi, selanjutnya
saya meminta dan beliau memberi (lagi). Beliau pun bersabda, ‘Wahai
Hakim, sesungguhnya harta ini hijau lagi manis. Barangsiapa yang
mengambil (harta) itu dengan jiwa yang sakhawah, (harta) tersebut akan
diberkahi untuknya. Namun, barangsiapa yang mengambil (harta) tersebut
dengan jiwa yang berlebihan, (harta) tersebut takkan diberkahi untuknya,
seperti orang yang makan, tetapi tidak (pernah) kenyang. Tangan yang di
atas lebih baik daripada tangan yang di bawah’.” [9]
4. Menginfakkan sebagian harta.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezeki bagi siapa saja
yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan (rezeki)
bagi (siapa saja yang Dia kehendaki.’ (Harta) apa saja yang kalian
nafkahkah, niscaya Dia akan menggantinya, dan Dia-lah sebaik-baik
Pemberi rezeki.” (Saba’: 39)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Sedekah itu tidaklah mengurangi harta.” [10]
5. Jujur dalam hal bertransaksi, baik berupa membeli, menjual, berniaga, berserikat, maupun yang semisalnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Dua orang yang saling bertransaksi memiliki hak khiyar ‘melanjutkan
atau membatalkan akad’ sepanjang keduanya belum berpisah. Apabila
keduanya saling berlaku jujur dan transparan, Allah akan memberkahi
keduanya dalam transaksi mereka. Akan tetapi, jika keduanya saling
berdusta dan menyembunyikan, keberkahan akan dihapus pada transaksi
mereka berdua.” [11]
6. Memanfaatkan waktu pagi dalam menunaikan amalan dan pekerjaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu-waktu pagi mereka.” [12]
7. Ridha akan pembagian dan pemberian Allah ‘Azza wa Jalla.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Sesungguhnya Allah menguji hamba-Nya terhadap segala sesuatu yang
Dia berikan kepada (hamba) tersebut. Barangsiapa yang meridhai apa-apa
yang Allah bagikan untuknya, Allah akan meridhai hal tersebut untuknya
dan melapangkannya. Akan tetapi, barangsiapa yang tidak ridha, dia
takkan diberkahi.” [13]
Demikianlah beberapa sebab keberkahan. Tentunya, masih ada
sebab-sebab keberkahan lain yang belum sempat disebutkan di sini. Semoga
Allah Ta’ala senantiasa memberi keberkahan untuk kita semua pada umur,
ilmu, harta, dan segala amal perbuatan kita. Amin.
Dijawab oleh: Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi hafidzahullah
Catatan kaki:
[1] Diriwayatkan oleh Ad-Darimy, At-Tirmidzy, Ar-Ruyany, dan
selainnya dari Abu Barzah Al-Aslamy radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan
pula dari shahabat: Ibnu Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, dan selainnya
radhiyallahu ‘anhum. Bacalah Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah karya
Syaikh Al-Albany no. 946.
[2]. Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzy, An-Nasa’iy
dakam As-Sunan Al-Kubra’, Ibnu Majah, dan selainnya. Dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil.
[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Ma’in dalam Tarikh-nya (riwayat Ad-Dury) hal. 185 dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh-nya 22/56-57.
[4] Mufradat Alfazh Al-Qur’an karya Ar-Raghib Al-Ashbahany.
[5] Jala’ Al-Afham karya Ibnul Qayyim hal. 347-348.
[6] At-Tabarruk Anwa’uhu wa Ahkamuhu karya Al-Juda’iy hal. 37.
[7] Diringkas dari makalah Bayan Asbab Al-Lati Tustajlab Biha Al-Barakah karya Amin bin Abdillah Asy-Syaqawy.
[8] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu.
[9] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim.
[10] Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
[11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu.
[12] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan selainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Shahih Abu Dawud.
[13] Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Baihaqy dalam
Syu’ab Al-Iman dari seorang shahabat dari Bani Sulaim. Dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah no. 1659.
Sumber: Bisnis Muslim edisi 02/1433 H/2012, hal. 45-47 di fadhlihsan.wordpress.com
No comments:
Post a Comment