Thursday, November 29, 2012

Perpecahan di Kalangan Ahlus-Sunnah Menjauhkan Kaum Muslimin dari Dakwah

Segala puji bagi Allah ta’ala yang telah membimbing para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk dapat mengetahui diantara sebab jauhnya manusia dari kebenaran dan semakin tersebarnya kebatilan adalah karena adanya perpecahan diantara Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Dan hal itu diperparah dengan keberadaan pihak-pihak tertentu yang memang sengaja memicu, mengobarkan dan merawat perpecahan tersebut. Inilah beberapa peringatan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah di masa ini:

Syaikhunasy Syaikh Al-’Allamah Robi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata,

 ونشأ أناس لا يفهمون السلفية على وجهها يزعم أحدهم أنه سلفي ثم لا تراه إلا وهو يقطع أوصال السلفية لسوء سلوكه وسوء المنهج أو المناهج السيئة التي انتشرت وتهدف إلى تفريق السلفيين وتمزيقهم
السلفية تحتاج إلى عقلاء تحتاج إلى رحماء تحتاج إلى حكماء تحتاج قبل ذلك إلى علماء فإذا كانت هذه الأمور ليست موجودة في السلفيين فأين تكون السلفية ؟ تضيع بارك الله فيكم

“Dan telah muncul (di tengah-tengah Salafiyin), orang-orang yang tidak memahami Salafiyah secara hakiki, tetapi setiap mereka menyangka bahwa ia seorang Salafi, kemudian engkau tidak melihatnya kecuali ia selalu memutuskan hubungan antara Salafiyin, karena kejelekan akhlaknya dan kejelekan manhajnya atau tersebarnya manhaj-manhaj yang jelek untuk memecah belah dan mencerai-beraikan Salafiyin.

Salafiyah membutuhkan orang-orang yang berakal, penyayang, memiliki hikmah, dan yang lebih penting, membutuhkan para ulama. Maka apabila perkara-perkara ini tidak ada di tengah-tengah Salafiyin, AKAN KE MANAKAH SALAFIYAH? AKAN HILANG. Semoga Allah ta’ala memberkahi kalian. [Transkrip Nasihat: Jagalah Persatuan dengan Akhlak Mulia]



Syaikhunasy Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi hafizhahullah berkata,

“Apa yang mereka lakukan ini telah mengakibatkan munculnya perkara yang sangat berbahaya dalam barisan umat yang satu; dalam barisan para pengikut manhaj yang satu:
  1. Mengakibatkan kepada saling dengki antara Ahlus Sunnah
  2. MENGAKIBATKAN TERHALANGNYA MANUSIA DARI DAKWAH AHLUS SUNNAH.
  3. Mengakibatkan jeleknya nama baik manhaj Salafi
  4. Mengakibatkan celaan dan hinaan terhadap sebagian orang-orang yang berlimu, yang memiliki jasa besar dalam berkhidmah terhadap As-Sunnah An-Nabawiyah
  5. Mengakibatkan perselisihan yang besar.
Dan jika engkau tanyakan tentang hakikat permasalahan yang sebenarnya maka tidaklah engkau dapati kecuali kegaduhan seperti penggilingan yang berputar, burung yang berkicau, omongan kosong dan sedikitnya rasa malu dari orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu, yang menyibukkan diri dalam memecah belah antara manusia.” [Transkrip Nasihat: Sebab-sebab Perpecahan Antara Ahlus Sunnah]

 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Imam hafizhahullah berkata,

“Kecemburuan terhadap Islam tidaklah akan terealisasi dengan benar kecuali dengan kecemburuan terhadap para da’i pembawa Islam, sebab Islam tidak akan mungkin dikenal kecuali dengan para da’i tersebut. Maka membicarakan kejelekan para da’i tersebut menafikan kecemburuan yang benar.

Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah adalah tidak mencela para sahabat dikarenakan adanya rekomendasi dari Allah dan Rasul-Nya untuk mereka. Demikian pula membicarakan kejelekan orang-orang yang berilmu, yang dikenal dengan kejujurannya pada umat, ketakwaannya dan ittiba’nya kepada minhaj nubuwwah.

Sesungguhnya Allah ta’ala telah men-ta’dil mereka secara umum, dan Allah jadikan mereka sebagai perantara untuk menyampaikan kebenaran dari-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dan Allah ta’ala menjadikan mereka sebagai hujjah atas manusia. Maka orang yang mencela mereka tidaklah dapat dikatakan sebagai orang yang cemburu terhadap Islam.

Bahkan yang pantas dikatakan kepadanya, bahwa sesungguhnya dengan celaannya kepada orang-orang yang berilmu maka dia telah mengundang peperangan Allah terhadap dirinya. Allah ta’ala berfirman dalam hadits qudsi,

“Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya.” (HR. Al-Bukhari, no. 6502)

Dan juga, MENCELA ORANG-ORANG YANG BERILMU BERARTI MEMBUKA PINTU UNTUK TIDAK DITERIMANYA ILMU MEREKA OLEH UMAT, DAN UMAT PUN TIDAK MERUJUK KEPADA MERAKA. Maka yang terjadi, kebatilan akan mendominasi kebenaran, tersebarlah hal itu di tengah-tengah kaum muslimin, sehingga ahlul bid’ah pun semakin bebas menyebarkan kesesatannya.

Demikian pula, mencela kehormatan orang-orang yang berilmu terhadap sunnah adalah salah satu tanda besar dari tanda-tanda ahlul bid’ah dan hizbiyah. Maka barangsiapa yang menjatuhkan kehormatan orang-orang yang zhohirnya sunnah, minimalnya dia adalah orang yang menyerupai ahlul bid’ah dan hizbiyah.” [Al-Ibanah, hal. 160]

Subhaanallah, peringatan para ulama Ahlus Sunnah di atas, benar-benar telah kami saksikan dalam kehidupan nyata dalam beberapa kejadian baru-baru ini:

Pertama: Terjadi perselisihan salah seorang Ikhwan dengan Ustadznya, lalu si Ikhwan ini menceritakan (baca: ghibah) sebagian permasalahan tersebut kepada beberapa orang awam yang baru ngaji, yang sedang dibimbing oleh Ustadz tersebut. Pada akhirnya diantara mereka sudah berniat untuk keluar dari Salafi dan tidak mau lagi mengikuti kegiatan-kegiatan ta’lim ataupun menerima nasihat yang disampaikan oleh Ustadz tersebut.

Kedua: Seorang Ikhwan yang baru ngaji mengadukan kepada kami, bahwa istri beliau yang sedang didakwahi agar meninggalkan syirik dan bid’ahnya, serta menggunakan jilbab yang syar’i, ketika istrinya tersebut sudah mulai mengikuti ta’lim dan belajar menggunakan jilbab syar’i tiba-tiba kendor semangat belajarnya dan melepas jilbab syar’inya karena melihat adanya perpecahan antara sesama Ahlus Sunnah.

Ketiga: Bisikan-bisikan setan di hati kami, ketika dulu kami masih awam, kemudian terjerat ke dalam kelompok-kelompok hizbiyah, betapa indahnya ukhuwah, persatuan dan kebersamaan ketika itu, namun sayang di atas kesesatan.

Solusi permasalahan ini insya Allah ta’ala bisa diselesaikan dari dua sisi:

Pertama, dari sisi nasihat kepada Ahlus Sunnah untuk bersatu, kalaupun ada perpecahan hendaklah ditutup rapat-rapat dari mad’u (orang yang didakwahi), apalagi orang-orang awam. Walhamdulillah telah banyak nasihat-nasihat para ulama akan hal ini, meskipun di lapangan kita menyaksikan, masih banyak yang tidak peduli dengan adanya nasihat-nasihat tesebut.

Masih banyak yang sok berilmu, melangkahi para ulama, namun anehnya banyak juga pendukungnya dari kalangan orang-orang yang jahil, ketika dia mengeluarkan tulisan para pendukungnya pun segera menyebarkannya, dengan dalih nasihat terhadap orang-orang yang telah menyimpang, padahal tuduhan-tuduhan menyimpang itu hanyalah berasal dari kebodohan mereka.

Kedua, bagaimana kita menjawab dan menasihati orang-orang yang ingin lari dari dakwah Ahlus Sunnah bahkan meninggalkan sejumlah kewajiban dengan alasan karena Salafi berakhlak jelek, berpecah belah antara mereka?

Jawaban Pertama:

Benar bahwa perpecahan di antara Ahlus Sunnah sangat tercela, akan tetapi jika dilihat dari sisi lain, bisa jadi adanya perpecahan tersebut merupakan bukti kebenaran manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sebab setan tidak mampu lagi mengajak Ahlus Sunnah untuk menyekutukan Allah ta’ala, terlalu sulit bagi setan untuk mengajak mereka melakukan bid’ah, teramat susah insya Allah ta’ala bagi setan untuk mengajak mereka berbuat maksiat, maka jalan yang paling mudah bagi setan adalah memecah belah mereka. Hal ini diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,

إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِى جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِى التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ

“Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah (kaum muslimin) yang sholat di Jazirah Arab, akan tetapi dia belum putus asa untuk memecah belah di antara mereka.” [HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma]

Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,

والتحريش الإغراء والمعنى أنه يجتهد في إفساد ما بينهم من التواصل ليقع التباغض

At-Tahrisy (memecah belah) adalah memanas-manasi, maknanya adalah, setan berusaha sekuatnya untuk merusak hubungan antara kaum muslimin sehingga mereka saling membenci.” [Kasyful Musykil min Hadits Ash-Shahihain, 1/752]

Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan,

وَمَعْنَاهُ : أَيِس أَنْ يَعْبُدهُ أَهْل جَزِيرَة الْعَرَب ، وَلَكِنَّهُ سَعَى فِي التَّحْرِيش بَيْنهمْ بِالْخُصُومَاتِ وَالشَّحْنَاء وَالْحُرُوب وَالْفِتَن وَنَحْوهَا

“Dan maknanya, setan telah putus asa untuk disembah penduduk (muslim) Jazirah Arab, akan tetapi dia tetap berusaha memecah belah kaum muslimin dengan permusuhan, kebencian, peperangan, fitnah, dan semisalnya.” [Syarah Muslim, 17/156]

Jawaban Kedua:

Manhaj Salaf yang kita ikuti adalah manhaj yang haq, yang tidak mungkin salah, sebab ia adalah ajaran Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam, adapun pengikutnya mungkin benar dan mungkin salah. Allah ta’ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيم

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [At-Taubah: 100]

Ayat yang mulia ini menunjukkan dengan jelas kewajiban mengikuti Salaf, sebab generasi Salaf adalah generasi yang telah diridhoi Allah Ta’ala, maka jika kita menginginkan keridhoaan Allah, haruslah mengikuti jejak mereka. Demikian pula dalam ayat ini dikabarkan bahwa orang-orang yang mengikuti Salaf dengan baik (ihsan) mereka juga akan mendapatkan keridhoaan Allah, dan hal ini berlaku sampai akhir zaman.  

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata,

ومعنى الذين اتبعوهم بإحسان : الذين اتبعوا السابقين الأولين من المهاجرين والأنصار وهم المتأخرون عنهم من الصحابة فمن بعدهم إلى يوم القيامة

“Makna “Dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,” adalah orang-orang yang mengikuti As-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshor, dan mereka adalah sahabat-sahabat yang akhir dan generasi setelah mereka sampai hari kiamat.” [Fathul Qodir,2/577]

Maka yang kita ikuti adalah generasi Salaf secara keseluruhan yang ajarannya sudah pasti benar, sedangkan individu-individu yang mengikuti Salaf mungkin berbuat benar dan mungkin berbuat salah, karena dia adalah manusia biasa yang tidak mungkin selamat dari dosa, sehingga jika dia melakukan kesalahan maka yang disalahkan adalah orangnya bukan manhajnya, sebagaimana para teroris yang membunuh secara serampangan atas nama jihad maka yang disalahkan adalah orangnya bukan ajaran jihad dalam Islam ataupun agama Islam itu sendiri.

Oleh karena itu hendaklah kita mengikuti manhaj Salaf ini ikhlas karena Allah ta’ala, bukan karena manusia. Terlebih manusia yang kita ikuti masih hidup, meskipun seorang Ustadz atau Ulama, tetap saja tidak aman dari fitnah. Sahabat yang mulia, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata,

أَلاَ لاَ يُقَلِّدَنَّ رَجُلٌ رَجُلاً دِينَهُ فَإِنْ آمَنَ آمَنَ وَإِنْ كَفَرَ كَفَرَ فَإِنْ كَانَ مُقَلِّدًا لاَ مَحَالَةَ فَلْيُقَلِّدِ الْمَيِّتَ وَيَتْرُكِ الْحَىَّ فَإِنَّ الْحَىَّ لاَ تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ

“Janganlah seseorang taklid kepada yang lainnya dalam beragama, jika yang diikutinya beriman ia pun beriman, jika yang diikutinya kafir ia pun ikut kafir. Jika ia harus taklid maka hendaklah ia taklid kepada orang yang telah mati dan meninggalkan orang yang hidup, karena sesungguhnya orang yang hidup itu tidak aman dari fitnah.” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro: 20846]

Beliau radhiyallahu’anhu juga berpesan,

من كان منكم متأسيا فليتأسى بأصحاب رسول الله فإنهم كانوا أبر هذه الأمة قلوبا وأعمقها علما وأقلها تكلفا وأقومها هديا وأحسنها حالا قوم اختارهم الله لصحبة نبيه وإقامة دينه فاعرفوا لهم فضلهم واتبعوهم في آثارهم فإنهم كانوا على الهدى المستقيم

“Barangsiapa diantara kalian yang mau meneladani maka hendaklah meneladani sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, karena mereka adalah umat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit membebani diri, paling lurus petunjuknya dan paling bagus keadaannya. Mereka adalah satu kaum yang Allah pilih untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak-jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” [Dzammut Ta’wil, hal. 32 no. 62]

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Oleh Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafidzahullah di nasehatonline.wordpress.com

No comments:

Post a Comment