Segala puji bagi Allah ta’ala yang telah
membimbing para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk dapat mengetahui
diantara sebab jauhnya manusia dari kebenaran dan semakin tersebarnya
kebatilan adalah karena adanya perpecahan diantara Ahlus Sunnah wal
Jama’ah.
Dan hal itu diperparah dengan keberadaan
pihak-pihak tertentu yang memang sengaja memicu, mengobarkan dan merawat
perpecahan tersebut. Inilah beberapa peringatan ulama Ahlus Sunnah wal
Jama’ah di masa ini:
Syaikhunasy Syaikh Al-’Allamah Robi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata,
ونشأ أناس لا يفهمون السلفية على وجهها
يزعم أحدهم أنه سلفي ثم لا تراه إلا وهو يقطع أوصال السلفية لسوء سلوكه
وسوء المنهج أو المناهج السيئة التي انتشرت وتهدف إلى تفريق السلفيين
وتمزيقهم
السلفية تحتاج إلى عقلاء تحتاج إلى رحماء
تحتاج إلى حكماء تحتاج قبل ذلك إلى علماء فإذا كانت هذه الأمور ليست موجودة
في السلفيين فأين تكون السلفية ؟ تضيع بارك الله فيكم
“Dan telah muncul (di tengah-tengah
Salafiyin), orang-orang yang tidak memahami Salafiyah secara hakiki,
tetapi setiap mereka menyangka bahwa ia seorang Salafi, kemudian engkau
tidak melihatnya kecuali ia selalu memutuskan hubungan antara Salafiyin,
karena kejelekan akhlaknya dan kejelekan manhajnya atau tersebarnya
manhaj-manhaj yang jelek untuk memecah belah dan mencerai-beraikan
Salafiyin.
Salafiyah membutuhkan orang-orang yang
berakal, penyayang, memiliki hikmah, dan yang lebih penting,
membutuhkan para ulama. Maka apabila perkara-perkara ini tidak ada di
tengah-tengah Salafiyin, AKAN KE MANAKAH SALAFIYAH? AKAN HILANG. Semoga
Allah ta’ala memberkahi kalian. [Transkrip Nasihat: Jagalah Persatuan dengan Akhlak Mulia]
Syaikhunasy Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi hafizhahullah berkata,
“Apa yang mereka lakukan ini telah
mengakibatkan munculnya perkara yang sangat berbahaya dalam barisan umat
yang satu; dalam barisan para pengikut manhaj yang satu:
- Mengakibatkan kepada saling dengki antara Ahlus Sunnah
- MENGAKIBATKAN TERHALANGNYA MANUSIA DARI DAKWAH AHLUS SUNNAH.
- Mengakibatkan jeleknya nama baik manhaj Salafi
- Mengakibatkan celaan dan hinaan terhadap sebagian orang-orang yang berlimu, yang memiliki jasa besar dalam berkhidmah terhadap As-Sunnah An-Nabawiyah
- Mengakibatkan perselisihan yang besar.
Dan jika engkau tanyakan tentang hakikat
permasalahan yang sebenarnya maka tidaklah engkau dapati kecuali
kegaduhan seperti penggilingan yang berputar, burung yang berkicau,
omongan kosong dan sedikitnya rasa malu dari orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu, yang menyibukkan diri dalam memecah belah antara manusia.” [Transkrip Nasihat: Sebab-sebab Perpecahan Antara Ahlus Sunnah]
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Imam hafizhahullah berkata,
“Kecemburuan terhadap Islam tidaklah akan
terealisasi dengan benar kecuali dengan kecemburuan terhadap para da’i
pembawa Islam, sebab Islam tidak akan mungkin dikenal kecuali dengan
para da’i tersebut. Maka membicarakan kejelekan para da’i tersebut
menafikan kecemburuan yang benar.
Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah adalah
tidak mencela para sahabat dikarenakan adanya rekomendasi dari Allah dan
Rasul-Nya untuk mereka. Demikian pula membicarakan kejelekan
orang-orang yang berilmu, yang dikenal dengan kejujurannya pada umat,
ketakwaannya dan ittiba’nya kepada minhaj nubuwwah.
Sesungguhnya Allah ta’ala telah men-ta’dil mereka
secara umum, dan Allah jadikan mereka sebagai perantara untuk
menyampaikan kebenaran dari-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dan Allah ta’ala
menjadikan mereka sebagai hujjah atas manusia. Maka orang yang mencela
mereka tidaklah dapat dikatakan sebagai orang yang cemburu terhadap
Islam.
Bahkan yang pantas dikatakan kepadanya,
bahwa sesungguhnya dengan celaannya kepada orang-orang yang berilmu maka
dia telah mengundang peperangan Allah terhadap dirinya. Allah ta’ala
berfirman dalam hadits qudsi,
“Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya.” (HR. Al-Bukhari, no. 6502)
Dan juga, MENCELA
ORANG-ORANG YANG BERILMU BERARTI MEMBUKA PINTU UNTUK TIDAK DITERIMANYA
ILMU MEREKA OLEH UMAT, DAN UMAT PUN TIDAK MERUJUK KEPADA MERAKA. Maka
yang terjadi, kebatilan akan mendominasi kebenaran, tersebarlah hal itu
di tengah-tengah kaum muslimin, sehingga ahlul bid’ah pun semakin bebas
menyebarkan kesesatannya.
Demikian pula, mencela kehormatan
orang-orang yang berilmu terhadap sunnah adalah salah satu tanda besar
dari tanda-tanda ahlul bid’ah dan hizbiyah. Maka barangsiapa yang menjatuhkan kehormatan orang-orang yang zhohirnya sunnah, minimalnya dia adalah orang yang menyerupai ahlul bid’ah dan hizbiyah.” [Al-Ibanah, hal. 160]
Subhaanallah, peringatan para
ulama Ahlus Sunnah di atas, benar-benar telah kami saksikan dalam
kehidupan nyata dalam beberapa kejadian baru-baru ini:
Pertama: Terjadi perselisihan salah seorang Ikhwan dengan Ustadznya, lalu si Ikhwan ini menceritakan (baca: ghibah)
sebagian permasalahan tersebut kepada beberapa orang awam yang baru
ngaji, yang sedang dibimbing oleh Ustadz tersebut. Pada akhirnya
diantara mereka sudah berniat untuk keluar dari Salafi dan tidak mau lagi mengikuti kegiatan-kegiatan ta’lim ataupun menerima nasihat yang disampaikan oleh Ustadz tersebut.
Kedua: Seorang
Ikhwan yang baru ngaji mengadukan kepada kami, bahwa istri beliau yang
sedang didakwahi agar meninggalkan syirik dan bid’ahnya, serta
menggunakan jilbab yang syar’i, ketika istrinya tersebut sudah mulai
mengikuti ta’lim dan belajar menggunakan jilbab syar’i tiba-tiba kendor semangat belajarnya dan melepas jilbab syar’inya karena melihat adanya perpecahan antara sesama Ahlus Sunnah.
Ketiga:
Bisikan-bisikan setan di hati kami, ketika dulu kami masih awam,
kemudian terjerat ke dalam kelompok-kelompok hizbiyah, betapa indahnya
ukhuwah, persatuan dan kebersamaan ketika itu, namun sayang di atas
kesesatan.
Solusi permasalahan ini insya Allah ta’ala bisa diselesaikan dari dua sisi:
Pertama, dari sisi nasihat kepada Ahlus Sunnah untuk bersatu, kalaupun ada perpecahan hendaklah ditutup rapat-rapat dari mad’u
(orang yang didakwahi), apalagi orang-orang awam. Walhamdulillah telah
banyak nasihat-nasihat para ulama akan hal ini, meskipun di lapangan
kita menyaksikan, masih banyak yang tidak peduli dengan adanya
nasihat-nasihat tesebut.
Masih banyak yang sok berilmu, melangkahi
para ulama, namun anehnya banyak juga pendukungnya dari kalangan
orang-orang yang jahil, ketika dia mengeluarkan tulisan para
pendukungnya pun segera menyebarkannya, dengan dalih nasihat terhadap
orang-orang yang telah menyimpang, padahal tuduhan-tuduhan menyimpang
itu hanyalah berasal dari kebodohan mereka.
Kedua,
bagaimana kita menjawab dan menasihati orang-orang yang ingin lari dari
dakwah Ahlus Sunnah bahkan meninggalkan sejumlah kewajiban dengan alasan
karena Salafi berakhlak jelek, berpecah belah antara mereka?
Jawaban Pertama:
Benar bahwa perpecahan di antara Ahlus
Sunnah sangat tercela, akan tetapi jika dilihat dari sisi lain, bisa
jadi adanya perpecahan tersebut merupakan bukti kebenaran manhaj Ahlus
Sunnah wal Jama’ah. Sebab setan tidak mampu lagi mengajak Ahlus Sunnah
untuk menyekutukan Allah ta’ala, terlalu sulit bagi setan untuk mengajak
mereka melakukan bid’ah, teramat susah insya Allah ta’ala bagi setan
untuk mengajak mereka berbuat maksiat, maka jalan yang paling mudah bagi
setan adalah memecah belah mereka. Hal ini diisyaratkan dalam sabda
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِى جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِى التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ
“Sesungguhnya setan telah putus asa untuk
disembah (kaum muslimin) yang sholat di Jazirah Arab, akan tetapi dia
belum putus asa untuk memecah belah di antara mereka.” [HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma]
Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,
والتحريش الإغراء والمعنى أنه يجتهد في إفساد ما بينهم من التواصل ليقع التباغض
“At-Tahrisy (memecah belah)
adalah memanas-manasi, maknanya adalah, setan berusaha sekuatnya untuk
merusak hubungan antara kaum muslimin sehingga mereka saling membenci.” [Kasyful Musykil min Hadits Ash-Shahihain, 1/752]
Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan,
وَمَعْنَاهُ : أَيِس أَنْ يَعْبُدهُ أَهْل جَزِيرَة الْعَرَب ، وَلَكِنَّهُ سَعَى فِي التَّحْرِيش بَيْنهمْ بِالْخُصُومَاتِ وَالشَّحْنَاء وَالْحُرُوب وَالْفِتَن وَنَحْوهَا
“Dan maknanya, setan telah putus asa
untuk disembah penduduk (muslim) Jazirah Arab, akan tetapi dia tetap
berusaha memecah belah kaum muslimin dengan permusuhan, kebencian,
peperangan, fitnah, dan semisalnya.” [Syarah Muslim, 17/156]
Jawaban Kedua:
Manhaj Salaf yang kita ikuti adalah
manhaj yang haq, yang tidak mungkin salah, sebab ia adalah ajaran Allah
ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam, adapun pengikutnya
mungkin benar dan mungkin salah. Allah ta’ala berfirman,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيم
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada
mereka dan mereka pun ridho kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [At-Taubah: 100]
Ayat yang mulia ini menunjukkan dengan
jelas kewajiban mengikuti Salaf, sebab generasi Salaf adalah generasi
yang telah diridhoi Allah Ta’ala, maka jika kita menginginkan keridhoaan
Allah, haruslah mengikuti jejak mereka. Demikian pula dalam ayat ini
dikabarkan bahwa orang-orang yang mengikuti Salaf dengan baik (ihsan) mereka juga akan mendapatkan keridhoaan Allah, dan hal ini berlaku sampai akhir zaman.
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata,
ومعنى الذين اتبعوهم بإحسان : الذين
اتبعوا السابقين الأولين من المهاجرين والأنصار وهم المتأخرون عنهم من
الصحابة فمن بعدهم إلى يوم القيامة
“Makna “Dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,” adalah orang-orang yang mengikuti As-Sabiqunal Awwalun
dari kalangan Muhajirin dan Anshor, dan mereka adalah sahabat-sahabat
yang akhir dan generasi setelah mereka sampai hari kiamat.” [Fathul Qodir,2/577]
Maka yang kita ikuti adalah generasi
Salaf secara keseluruhan yang ajarannya sudah pasti benar, sedangkan
individu-individu yang mengikuti Salaf mungkin berbuat benar dan mungkin
berbuat salah, karena dia adalah manusia biasa yang tidak mungkin
selamat dari dosa, sehingga jika dia melakukan kesalahan maka yang
disalahkan adalah orangnya bukan manhajnya, sebagaimana para teroris
yang membunuh secara serampangan atas nama jihad maka yang disalahkan
adalah orangnya bukan ajaran jihad dalam Islam ataupun agama Islam itu
sendiri.
Oleh karena itu hendaklah kita mengikuti
manhaj Salaf ini ikhlas karena Allah ta’ala, bukan karena manusia.
Terlebih manusia yang kita ikuti masih hidup, meskipun seorang Ustadz
atau Ulama, tetap saja tidak aman dari fitnah. Sahabat yang mulia,
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata,
أَلاَ لاَ يُقَلِّدَنَّ رَجُلٌ رَجُلاً
دِينَهُ فَإِنْ آمَنَ آمَنَ وَإِنْ كَفَرَ كَفَرَ فَإِنْ كَانَ مُقَلِّدًا
لاَ مَحَالَةَ فَلْيُقَلِّدِ الْمَيِّتَ وَيَتْرُكِ الْحَىَّ فَإِنَّ
الْحَىَّ لاَ تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ
“Janganlah seseorang taklid kepada yang
lainnya dalam beragama, jika yang diikutinya beriman ia pun beriman,
jika yang diikutinya kafir ia pun ikut kafir. Jika ia harus taklid maka
hendaklah ia taklid kepada orang yang telah mati dan meninggalkan orang
yang hidup, karena sesungguhnya orang yang hidup itu tidak aman dari
fitnah.” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro: 20846]
Beliau radhiyallahu’anhu juga berpesan,
من كان منكم متأسيا فليتأسى
بأصحاب رسول الله فإنهم كانوا أبر هذه الأمة قلوبا وأعمقها علما وأقلها
تكلفا وأقومها هديا وأحسنها حالا قوم اختارهم الله لصحبة نبيه وإقامة دينه
فاعرفوا لهم فضلهم واتبعوهم في آثارهم فإنهم كانوا على الهدى المستقيم
“Barangsiapa diantara kalian yang mau
meneladani maka hendaklah meneladani sahabat Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam, karena mereka adalah umat yang paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit membebani diri, paling
lurus petunjuknya dan paling bagus keadaannya. Mereka adalah satu kaum
yang Allah pilih untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya, maka
kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak-jejak mereka, karena
sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” [Dzammut Ta’wil, hal. 32 no. 62]
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Oleh Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafidzahullah di nasehatonline.wordpress.com
No comments:
Post a Comment