Thursday, August 2, 2012

Qunut Subuh Bukan Bid'ah

Ketika salah seorang kita ditanya, apakah hukum membaca doa Qunut ketika shalat Subuh? Tanpa pikir panjang tentu kita akan menjawab “bid’ah”. Padahal para ulama Ahlus-Sunnah pun –bukan ahlul bid’ah- berbeda pendapat tentang hukumnya. Perselisihan pendapat tentang hukum Qunut Subuh ini masyhur sejak masa salaf dan termasuk dalam ranah ijtihadiyyah, sehingga kita pun harus berlapang dada terhadap pendapat yang menyelisihi keyakinan kita.

Jika ada yang menyatakan: “Hadits tentang Qunut Subuh itu dha’if (!) apakah antum mau mengamalkan hadits dha’if ?”

Barangkali hadits dha’if yang dimaksud adalah apa yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata :

ما زال رسول الله يقنت في الفجر حتى فارق الدنيا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa membaca doa qunut ketika shalat Subuh hingga beliau berpisah dengan dunia (wafat)” [Dikeluarkan oleh Ahmad 162/3, Ad-Daraquthni 39/2, Al-Baihaqi 201/2 dan Ibnul Jauzi dalam ‘Ilalul Mutanaahiyah 441/1]

Semuanya dari jalan Abu Ja'far Ar-Rozy dari Ar-Robi' bin Anas dari Anas bin Malik.

Hadits ini dishahihkan oleh Muhammad bin 'Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashatul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata: "Bagaimana bisa sanadnya menjadi shahih sedang rawi yang meriwayatkannya dari Ar-Robi' bin Anas adalah Abu Ja'far 'Isa bin Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)". Ibnu Hambal dan An-Nasa`i berkata: "Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)". Abu Zur'ah berkata: " Yahimu katsiran (Banyak salahnya)". Al-Fallas berkata: "Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)". Ibnu Hibban berakata: "Dia bercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar"."

Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma'ad jilid I hal. 276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ar-Razi, beliau berkata : "Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja'far Ar-Razi adalah orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakai berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yang ia bersendirian dengannya".

Bagi siapa yang membaca keterangan para ulama tentang Abu Ja'far Ar-Razi ini, ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja'far ini adalah Jarh mufassar (Kritikan yang jelas menerangkan sebab lemahnya seorang rawi). Maka apa yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam Taqrib At-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliau berkata : "Shaduqun sayi`ul hifzh khususan 'anil Mughirah (Jujur tapi jelek hafalannya, terlebih lagi riwayatnya dari Mughirah).

Maka Abu Ja'far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yang ia riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan termasuk hadits yang mungkar.

Ternyata para ulama tidak hanya berdalil dengan hadits dha’if di atas dalam mengambil hukum, ada hadits-hadits lain yang mungkin belum kita ketahui. Dalam artikel ini penulis ingin memaparkan beberapa dalil tersebut dan juga ucapan sebagian ulama yang berpendapat bolehnya membaca doa Qunut ketika shalat Subuh.

1) Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata :

أن رسول الله كان يقنت في الصبح

“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa qunut ketika shalat Subuh” [Diriwayatkan oleh Muslim no 678, At-Tirmidzy no 401, Abu Daud no 1441 dan An-Nasa’i 202/2]

2) Hadits Anas bin Malik radhiyalllahu ‘anhu, beliau ditanya :

أقنت النبي في الصبح ؟ قال : ((نعم)) فقيل له : أو قنت قبل الركوع ؟ قال : ((بعد الركوع يسيرا))

“Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca doa Qunut ketika shalat Subuh?”. Anas menjawab : “Iya”, lalu beliau ditanya lagi : “Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam qunut sebelum ruku’?

Anas bin Malik menjawab : “Setelah ruku’ sebentar”. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no 1001 dan Muslim no 677]

Bahkan ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa membaca doa Qunut Subuh merupakan sunnah dan disyariatkan dibaca terus-menerus ketika shalat Subuh. Ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i[1] rahimahullah  dan yang dinyatakan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah[2] sebagai pendapat madzhab Syafi’i. Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah[3] juga menyatakan pendapat ini merupakan pendapat yang terpilih dalam madzhab Maliki.

Ibnul Qayyim rahimahullah menukil atsar dari Imam Ahmad rahimahullah tentang hal ini,  Imam Ahmad pernah ditanya tentang suatu kaum yang membaca doa Qunut (Subuh)  di Bashrah, apakah diperbolehkan shalat bermakmum di belakangnya, Lalu Imam Ahmad rahimahullah berkata :

قد كان المسلمون يصلون خلف من يقنت و خلف من لا يقنت

“Sungguh kaum muslimin senantiasa shalat di belakang imam yang qunut dan yang tidak qunut”[4]

Adapun Sufyan Ats-Tsaury, Ibnu Jarir Ath-Thabari, Ibnu Hazm[5] dan Ibnul Qayyim[6] rahimahumullah berpendapat bahwa seorang imam boleh memilih antara membaca doa Qunut Subuh atau meninggalkannya[7].

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :

“Ahlul-Hadits menempuh jalan tengah antara (kaum yang melarangnya secara mutlak) dan kaum yang menganjurkannya hanya ketika nawazil[8].....Mereka (ahlul-hadits) menyatakan: barangsiapa mengamalkan qunut maka ia mencocoki sunah, dan barangsiapa yang meninggalkannya juga mencocoki sunah. Oleh karena itu, tidak diingkari dan tidak pula dibenci orang yang terus-menerus mengamalkan qunut.  Mereka (ahlul-hadits) tidak menganggapnya bid’ah, tidak menyatakan orang yang mengamalkan qunut telah menyalahi sunnah sebagaimana tidak diingkari orang yang mengamalkannya ketika nawazil...barangsiapa yang qunut sungguh ia telah melakukan kebaikan, begitu pula orang yang meninggalkannya, ia telah melakukan kebaikan”
[Zaadul Ma’ad 274/1]

Allahu a’lam

Sumber : Shahih Fiqh Sunnah hal 363-367
             Hukum Qunut Subuh oleh Ustadz Dzulqarnain


Ditulis oleh Abul Harits di Banyumas, 11 Ramadhan 1433 H




[1] Al-Umm 814/8

[2] Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab 494/3 dan Al-Adzkar hal 69

[3] Al-Mudawwanah 100/1 dan Al-Istidzkar 201/6

[4] As-Shalat wa Hukmu Tarikuha hal. 120

[5] Al-Muhallaa 143/4

[6] Zaadul Ma’ad 274/1

[7] Tahdziibul Atsaar 337/1

[8] Tertimpa musibah atau dalam kondisi yang genting

4 comments:

  1. afwan ustadz, mohon untuk di terangkan lebih rinci untuk yang berpendapat tidak qunut.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Madzhab Hanabilah berpendapat qunut tidak disyariatkan kecuali saat nawazil. Hadits-hadits yang berkaitan dengan qunut dibawa maknanya kepada qunut nawazil. Kebanyakan ulama muta'akhirin seperti Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, Asy-Syaikh Ibnu Baz, dll merajihkan pendapat Hanabilah. Allahua'lam

      Delete
  2. ustadz, tulisan antum:
    " Ternyata para ulama tidak hanya berdalil dengan hadits dha’if di atas dalam mengambil hukum, ada hadits-hadits lain yang mungkin belum kita ketahui. Dalam artikel ini penulis ingin memaparkan beberapa dalil tersebut dan juga ucapan sebagian ulama yang berpendapat bolehnya membaca doa Qunut ketika shalat Subuh.

    1) Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata :

    أن رسول الله كان يقنت في الصبح

    “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa qunut ketika shalat Subuh” [Diriwayatkan oleh Muslim no 678, At-Tirmidzy no 401, Abu Daud no 1441 dan An-Nasa’i 202/2]

    2) Hadits Anas bin Malik radhiyalllahu ‘anhu, beliau ditanya :

    أقنت النبي في الصبح ؟ قال : ((نعم)) فقيل له : أو قنت قبل الركوع ؟ قال : ((بعد الركوع يسيرا))

    “Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca doa Qunut ketika shalat Subuh?”. Anas menjawab : “Iya”, lalu beliau ditanya lagi : “Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam qunut sebelum ruku’?

    Anas bin Malik menjawab : “Setelah ruku’ sebentar”. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no 1001 dan Muslim no 677]"

    mohon di teliti kembali ustadz, karena setelah sy cari di website2 penyedia kitab2 hadits(sy tdk punya kitabnya) yg sy temukan pada bukhari no 1001 ttg shalat gerhana, muslim no 677 &678 tentang ayat jangan mengeraskan atau merendahkan suara dalam sholat. adapun tentang qunut yg ada di kedua kitab tsb semuanya ttg qunut nazilah. Allahua'lam.
    baarakallahufiik.

    ReplyDelete