Jika diketahui mayat
tersebut adalah seorang Muslim, apakah kaum Muslimin wajib menshalatinya?
Para ulama memiliki tiga
pendapat dalam permasalahan ini, ringkasnya adalah :
1) Tetap
dishalati, sama saja apakah jasad tubuh yang ditemukan utuh atau hanya
sebagian.
Ini merupakan pendapat
Imam Asy-Syafi’i, Ahmad[1]
dan dikuatkan oleh Ibnu Hazm[2] rahimahumullah.
Mereka berdalil dengan beberapa atsar dari salaf,
- Atsar Khalid bin Ma’dan
rahimahullah
أن أبا عبيدة صلى على رءوس
بالشام
“Bahwa Abu Ubaidah radhiyallahu
‘anhu pernah menshalati kepala-kepala (mayat) di Syam” [Dikeluarkan oleh Ibnu
Abi Syaibah no 4014 dan Al-Baihaqi 18/4]
Sebagian muhaqqiq
menyatakan atsar ini Mursal[3].
- Atsar Abu Ayyub radhiyallahu
‘anhu
أنه صلى على رجل
“Bahwa
beliau pernah menshalati kaki” [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah 40/3
dengan sanad yang dha’if]
- Atsar Umar radhiyallahu
‘anhu
أنه صلى على عظام بالشام
“Beliau
pernah menshalati tulang-tulang di Syam” [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah 41/3]
Atsar ini juga Mursal.
2) Jika
jasad yang ditemukan lebih dari separuh badan maka dishalati, jika kurang dari
itu tidak dishalati.
Ini
merupakan pendapat Imam Abu Hanifah dan Malik[4]
rahimahumallah
3) Tidak
dishalati secara mutlak.
Ini
merupakan pendapat Daud Adz-Dzahiri[5]
rahimahullah
Wallahua’lam pendapat yang penulis pilih adalah
pendapat pertama disebabkan beberapa hal :
1)
Karena tidak adanya nash yang qath’i (pasti)
dalam permasalahan ini, maka kita ambil pendapat yang lebih hati-hati dan
keluar dari khilaf para ulama. Rasulullah shallallahhu ‘alaihi wasallam
bersabda :
دع ما يريبك إلى ما لا يريبك
“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak
meragukanmu”. [Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi no 2520 An-Nasa’i no
5711]
Hadits ini dihasankan oleh At-Tirmidzi dan
dishahihkan oleh Al-Albani[6]
rahimahumullah
2) Ketika kita menshalati mayat tersebut, maka
insyaAllah tetap mendapatkan pahala dan gugurlah kewajiban menshalati mayat
tersebut bagi kaum muslimin yang lain.
Namun jika
kita telah menshalati mayat tersebut, lalu ditemukan potongan tubuh yang lain
maka tidak perlu dishalati lagi. Allahua’lam.
Adapun jika
potongan tubuh itu berasal dari seorang yang masih hidup, maka tidak dishalati
karena tidak pernah dinukil dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan para sahabatnya bahwa mereka menshalati potongan tangan dari orang-orang
yang ditegakkan hukum had karena mencuri, qishash dan sebagainya.
Wabillaahit
taufiiq was salaamah
Sumber : Shahih
Fiqh Sunnah hal 642-643
Ditulis oleh Abul-Harits di Banyumas pada 12 Ramadhan 1433 H
[1] Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab 214/5
[2] Al-Muhallaa 138/5 permasalahan ke 580
[3] Seorang tabi’in meriwayatkan hadits langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa perantara sahabat
[4] Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab 214/5
[5] idem
[6] Irwa’ul Ghalil 2074/12, Dzilalul Jannah 179 dan Ar-Raudhun Nadhiir 152
No comments:
Post a Comment