Monday, August 6, 2012

Tipu Daya Setan

Pertanyaan tersebut termasuk perkara mendasar dalam masalah aqidah. Apakah setan itu? Apakah merupakan wujud hakiki (nyata)? Atau hanya maknawi semata? Apakah dia merupakan pikiran-pikiran dan bisikan-bisikan kejahatan -- seperti dugaan sebagian orang --? Ataukah dia hanyalah kuman-kuman/mikroba seperti diklaim sebagian kelompok lainnya? Mungkinkah pula setan ini hanya simbol adanya kejahatan, yang kita tempatkan sekedar simbol saja agar dapat dibicarakan?

Apakah Setan Itu Dalam Pengertian Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah?

Aqidah kita menyatakan bahwa setan itu dari golongan jin. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam', maka sujudlah mereka kecuali Iblis. dia dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabb-nya..." (Al Kahfi : 50)

Kita beriman akan adanya jin dan manusia. Setan itu dari golongan jin, dan dia menyertai setiap manusia. Dalil bahwa pada setiap manusia ada setan yang menyertainya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama dalam suatu hadits riwayat Imam Muslim dari sahabat Ibnu Mas'ud, beliau shallallahu 'alaihi wa sallama bersabda:

"Tidak seorangpun dari kalian kecuali ada setan pendampingnya (qarin) dari golongan jin, serta qarin dari golongan malaikat yang menyertainya." Para sahabat bertanya, 'Apakah engkau juga demikian, ya Rasulullah?' Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam  menjawab. 'Demikian pula denganku, akan tetapi Allah azza wa jalla telah menolongku atas setanku, sehingga dia tidak dapat memerintahku kecuali dengan kebenaran". [Diriwayatkan oleh Muslim no 2814 tentang Sifat-sifat kaum Munafiqin[1]]

Jadi, pada setiap orang ada qarin dari golongan jin, bahkan pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menolong Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama atas qarin beliau, sehingga qarin itu tidak bisa memerintah beliau selain hal yang benar.

Demikian pula firman Allah:
"Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Ilaah (sembahan) manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi (mengintai). (Setan itu) dari golongan jin dan manusia'". (An Naas : 1-6)
menjadi dalil bahwa bisikan-bisikan yang menggoda itu bisa datang dari manusia berupa teman-teman yang jahat, maupun datang pula kadang-kadang dari jin dan setan golongan jin.

Setan mempunyai turunan yang sangat banyak, sebagaimana firman Allah:
"Apakah kalian akan jadikan dia (setan) serta turunannya menjadi wali-wali(pelindung)?.."(Al Kahfi : 50)
Keturunan setan serta pengikut-pengikutnya berusaha menyesatkan manusia dalam kehidupan dunia ini.

Uslub (Metodologi) Setan Dalam Menggoda Manusia

Setan menggunakan uslub yang bertahap dalam menyesatkan manusia, baik dalam materi ajakannya maupun dalam caranya. Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan 6 tahapan dalam materi ajakan setan sebagai berikut:


Tahap pertama, setan berusaha agar manusia menjadi kafir atau musyrik. Jika orang tersebut adalah orang Islam, usahanya diturunkan ke tahap berikutnya.

Tahap kedua, yaitu tahapan bid'ah (mengada-ada suatu urusan dien). Manusia dibuatnya untuk membuat dan menerapkan bid'ah. Jika orang tersebut termasuk Ahlussunnah, dimulailah tahap ketiga.

Tahap ketiga, yaitu tahap kabaa-ir, maksiat berupa dosa-dosa besar. Jika orang tersebut dijaga Allah dari melakukan dosa besar, setan tidak putus asa untuk terus menggoda.

Tahap keempat, yaitu tahap shaghaa-it, maksiat berupa dosa-dosa kecil. Jika orang tersebut juga terjaga darinya, mulailah setan menyibukkan orang itu dengan uslub yang lain.

Tahap kelima, yaitu setan menyibukkan manusia dengan hal-hal yang mubah (boleh), sehingga orang itu menghabiskan waktunya dalam hal mubah, tidak sibuk dalam hal berpahala, yang kita semua diperintahkan mengamalkannya.

Tahap keenam, yaitu setan menyibukkan manusia dengan amal-amal yang mafdhul (kurang utama) sehingga lalai dari amal yang afdhal (lebih utama), yang lebih baik dari amal mafdhul tersebut. Misalnya seseorang disibukkan dengan perkara sunat daripada fardhu, maka sibuklah dia dengan yang disunatkan dan meninggalkan yang difardhukan.

Setan sangat bersungguh-sungguh dalam dakwahnya, dengan mengajak secara bertahap dalam materi ajakannya. Adapun dalam cara mengajaknya, maka setan itu menjerumuskan manusia selangkah demi selangkah. Sebagaimana Allah berfirman:
"Makanlah dari apa yang dirizqikan Allah kepada kalian dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu". (QS Al An'aam:142).

Pada mulanya setan berusaha menggelincirkan manusia sedikit-sedikit, kemudian bertahap menuju tujuannya. Setan masuk pada siapapun dengan uslub yang cocok dengan jatidirinya.

- Setan masuk pada orang zahid (sederhana) dengan kezuhudannya.
- Setan masuk pada orang alim (berilmu) dengan melalui pintu ilmu.
- Setan masuk pada orang jahil (bodoh) dengan kebodohannya pula!

Pintu-pintu Godaan Setan

Sesungguhnya tempat-tempat setan bisa masuk melancarkan godaannya sangatlah banyak, sulit untuk membatasinya. Kami akan menyebutkan sebagiannya saja, antara lain:

Pertama: Mengadu domba sesama kaum muslimin dan menyebarkan buruk sangka (suzhzhann) satu sama lain.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim:
"Sesungguhnya Iblis telah berputus asa untuk disembah oleh orang-orang shalih, tapi dia terus mengusahakan adu domba sesama mereka". [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2812 tentang Sifat-sifat kaum Munafiqin[2] dan At Tirmidzi[3] no.1938]
Makna hadits tersebut yaitu, setan mengusahakan pertengkaran, friksi-friksi dan fitnah-fitnah. Membuat mereka saling disibukkan agar bermusuhan stu sama lain. Dan di dalam satu riwayat lain, setan itu telah putus asa untuk diibadahi orang-orang di jazirah Arab yang melaksanakan shalat.

Adapun buruk sangka, maka menjadi kebiasaan setan untuk memibsikkannya pada manusia. Diriwayatkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Shafiyyah binti Huyay, ummul mukminin (salah seorang istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang mengatakan:

Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beritikaf di masjid, kemudian aku datangi untuk menziarahi di suatu malam. Aku bercakap-cakap dengan beliau, setelah itu aku berdiri hendak pulang. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian berdiri pula untuk menemaniku pulang. Saat itu lewatlah dua orang sahabat dari golongan Anshar --Radhiyallahu 'anhumaa-- yang melihat kami berdua, kemudian mereka berjalan cepat. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Pelankanlah langkah kalian, yang bersamaku ini adalah Shafiyyah binti Huyay". Mereka berdua berkata, "Subhanallah wahai Rasulullah.." (maksud mereka, apakah kami akan buruk sangka padamu?). Kemudian 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya setan berjalan di tubuh anak Adam pada aliran darah, dan aku takut dia melemparkan bisikan kejahatan dalam hati kalian berdua, sehingga timbul sesuatu dugaan buruk". Hadits Muttafaq 'alaih. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy (IV/240) tentang Itikaf[4], dan Muslim tentang Salam, no 2174-2175]

Seorang lelaki berjalan dengan wanita di waktu malam dapat menimbulkan keraguan dan dugaan buruk, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghendaki untuk menghilangkan suu-uzhzhann dengan sabda beliau, "Pelankanlah langkah kalian, yang bersamaku ini adalah Shafiyyah binti Huyay".

Oleh karena itu, termasuk suatu kewajiban jika seseorang dalam keadaan yang dapat menimbulkan buruk sangka orang lain untuk menjelaskan pada siapa saja yang melihat atau sehingga hilang kemungkinan buruk sangka tersebut.

Suu-uzhzhann termasuk pintu masuk setan dengan membuat seseorang setiap kali mendengar perkataan lalu ia tafsirkan dengan penafsiran negatif.
Setan pun memecah belah di antara manusia, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Sulayman bin Shard yang mengatakan:

Aku (Sulaiman) duduk bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat ada dua orang saling memaki, maka memerahlah wajah salah seorang di antara keduanya (karena marah). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui suatu perkataan, yang jika dia ucapkan akan menghilangkan penderitaannya. Kalau dia berkata 'A'uudzu billahi minasysyaythaanir rajiim' akan hilanglah penderitaan yang didapatinya itu". [Diriwayatkan oleh  Al-Bukhariy (10/431) tentang Adab[5],]

Kedua: Menghiasi bid'ah bagi manusia

Setan mendatangi manusia dengan mengatakan bahwa bid'ah itu sesuatu yang indah seraya mengatakan: "Sesungguhnya manusia di zaman ini sudah meningglkan ibadah dan sulit dikembalikannya. Mengapa kita tidak mengerjakan sebagian peribadahan lalu kita bagus-baguskan dengan tambahan dari kita agar manusia mau kembali beribadah?" Kadang-kadang setan mendatangi dengan cara penambahan terhadap ibadah yang ada dalam Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu berkata, 'Tambahan kebaikan tentu merupakan kebaikan juga. Maka tambahlah dalam sunnah tersebut sutau bentuk ibadah yang mirip dengan Sunnah, atau sandarkan ibadah baru pada Sunnah tersebut".

Sebagian manusia lain didatangi dengan bujukan, 'Sesungguhnya manusia sudah jauh dari dien ini, mengapa tidak kita buat hadits-hsdits yang dapat menakut-nakuti mereka?.. Maka orang-orang mengarang hadits-hadits palsu disandarkan pada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sambail berdalih, 'Kami memang berdusta, namun kami bukan berdusta menentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melainkan berdusta dalam rangka membela beliau?!'

Mereka berdusta membela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam??!!! Dikaranglah oleh mereka hadits untuk menakut-nakuti manusia dari naar, memberikan gambarannya pada manusia dengan cara-cara aneh. demikian pula mereka menggambarkan jannah dengan cara aneh yang lain pula!

Kita mengetahui bahwa ibadah itu Tauqifiyyah, yaitu mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana petunjuk Allah yang datang pada beliau, tidak boleh kita tambahi atau kurangi atau kita ubah-ubah sekehendak kita. kelakuan seperti yang mereka lakukan itu hanyalah bid'ah dari karangan setan!.

Ketiga: Membesar-besarkan satu aspek atas lainnya.

1. Pada tataran fardy (individu)

- Kadang seseorang terjatuh pada banyak dosa-dosa dan maksiat, namun dia tetap shalat sebagai alasan penutup kekurangannya itu. Dia berdalih bahwa shalat adalah 'imaadud-dien (tiang agama), yang pertama kali dihisab di Hari Perhitungan (Akhirat), maka tidak mengapa kalau dirinya jatuh dalam sebagian maksiat!

Dia menjadikan shalat sebagai sesuatu yang paling agung, untuk menghalalkan kekurangannya dalam ibadah-ibadah lain. dibesar-besarkannya urusan shalat atas lainnya.

Benar bahwa shalat adalah 'imadud-dien, namun bukan keseluruhan kandungan dien ini! Setanlah yang mendatangi orang ini untuk menghalalkan kekurangan dirinya!

- Kadang setan pun mendatangi seorang manusia lain untuk mengatakan, 'Dien ini adalah muamalah (pergaulan/akhlaq yang baik)...Yang paling penting kamu baik terhadap manusia, jangan mendustai atau menipu mereka, walaupun kamu tidak shalat. Bukankah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Dien ini adalah muamalah'?.

- Kadang didatanginya seseorang lain dengan bujukan, 'Yang paling penting adlah berniat baik! Asal aku lalui waktu malamku tanpa menyimpan dengki dan kebencian pada manusia, cukuplah sudah'. akhirnya orang tersebut meninggalkan banyak amal-amal shalih, mencukupkan diri dengan niat baik saja!

- Dari pintu lain setan mendatangi sebagian manusia untuk mengutamakan belajar Al Qur'an, baik qira'ah, maupun tajwidnya. Ia lebih mengutamakan urusan ini atas amal lain, sehingga meninggalkan banyak hal, karena aspek ini sangat dibesar-besarkannya. Padahal tidak diragukan lagi hal ini bukan satu-satunya urusan dalam Islam. Kekeliruan dia bukan dalam memperhatikan perkara tersebut, namun dalam mebesar-besarkannya atas urusan-urusan lain yang penting (mengorbankan urusan-urusan lain).

2. Pada tataran Jama'iy (Komunitas)

Tampak jelas masalah ini dalam tataran kelompok ketika kamu lihat segolongan orang berkata:

- Hal terpenting adalah kita harus kenal keadaan riil kaum Muslimin, dan keadaan musuh-musuh mereka. Dengan demikian hal paling penting adalah masalah-masalah politis. Kita hidup di zaman kiwari, bukan di zaman para sufi!

Demikianlah pendukung kelompok ini mengetahui segala hal tentang Komunisme, Sekulerisme, Free Mansory, Bahaiah, Qadiyaniah, dll; kemudian jika kamu tanya tentang Islam, mereka tidak faham sedikitpun!

- Sebaliknya dari kelompok tadi, ada kelompok yang membesar-besarkan masalah peribadatan. Mereka berpendapat, 'Hal terpenting adalah hubunganmu kepada Allah, yaitu shalat. Kamu pun harus zuhud dn bertaqwa. Lemparkan semua urusan lain, selain aspek-aspek keruhanianmu!

- Datang pula kelompok lain, yang benar-benar ada dalam medan dakwah Islam sekarang, dengan pendapat, 'Hal paling penting adalah menyatukan barisan kaum Muslimin. Allah berfirman:
"Dan berpeganglah kepada tali (agama) Allah, secara bersama-sama, dan janganlah kalian bercerai berai". (QS Ali 'Imran : 103)

Mereka menjadikan persatuan hal yang paling penting walaupun dibandingkan masalah aqidah! Mereka berbicara pada manusia yang beraqidah menyelisihi aqidah kita...mengklaim bahwa kita harus bersatu, karena sekarang berada di zaman berkuasanya musuh-musuh atas kita! Memang benar kita harus bersatu, namun persatuan di atas asas-asas, bersatu di atas dien. Bukan bersatu dalam kekacauan dan perbedaan aqidah.

- Oleh karena itu haruslah ada Tawazun (keseimbangan) dalam seluruh perkara yang dibesar-besarkan sebagian oleh kelompok-kelompok tadi, serta pada perkara-perkara lain dalam dien. Mengapa? Karena pintu masuk setan biasanya dengan membesar-besarkan satu aspek atas lainnya!

Keempat: Menunda-nunda dan Tergesa-gesa

Tergesa-gesa dan Menunda-nunda adalah termasuk pintu masuk setan. Demikian pula berpanjang angan-angan. Sebagian manusia menyebutnya "hambatan terbesar". Apa maksudnya? Sebagian orang meletakkan satu perkara yang dianggp harus diprioritaskan sebagai hambatannya, lalu misalnya berkata, 'Kalau aku selesai sekolah, baru --insya Allah-- aku akan bertobat!'

Ini contoh hambatannya berupa sekolah. Tapi setelah selesai sekolahnya, dia berkata, 'Kalau aku sudah mendapat pekerjaan itu, aku bertobat'. Kemudian diperolehnya pekerjaan tadi, namun dia tidak bertobat juga. Demikianlah selanjutnya, dia menyatakan hambatan berikutnya, 'kalau aku berhaji ... kalau aku menikah ...kalau....kalau....'

Terus-terusan dia meletakkan satu hambatan di hadapannya, danmenunda-nunda serta hidup dalam berpanjang angan-angan. Akhirnya dia mati tanpa memulai kehidupan hakikinya (dengan beriltizam, memegang teguh dienul Islam)!
Sesungguhnya tujuan akhir yang dikehendaki setan darimu adalah menghalangimu agar kamu tidak beramal, atau agar menunda-nundanya, dimana ini merupakan pintu masuk yang membahayakan orang-orang shalih.

Setan datang kepadamu dan berkata, 'Kamu belum pantas --sampai sekarang-- untuk mengajari manusia, atau mendakwahi mereka...tunggulah sampai kamu belajar!'
Padahal kita diperintahkan untuk menyampaikan apa yang kita punya walau hanya seayat. Maka jika kamu sudah mempelajari sesuatu, ajarkanlah meskipun hanya seayat saja!

Imam Ibnul Jauzi dalam buku 'Talbiis Iblis' berkata, 'Betapa banyak orang yang bertekad teguh, dibuat menanti-nanti', yaitu dibuat berkata 'nanti saja' oleh setan. Ibnul Jauzi melanjutkan, 'Betapabanyak pula yang berusaha untuk berbuat baik dipengaruhi setan untuk menunda-nundanya'.

Betapa sering seorang alim bertekad untuk mengulang ilmu yang dipelajarinya, dibujuk setan dengan perkataan, 'Istirahatlah sejenak'. Setan terus menerus meniupkan kecintaan pada ekmalasan dan penundaan amal. Bahkan betapa sering setan datang pada ahli ibadah di waktu malam ketika akan shalat malam dengan bujukan, 'Waktu malam kan masih panjang? Tundalah shalatmu!'. Sampai-sampai shubuh datang dan dia tidak shalat malam!

Kelima : Kesempurnaan Semu.

Setan mendatangi manusia untuk menjadikannya merasa sempurna, dengan berkata, 'Kamu lebih baik dari orang lain. Kamu melakukan shalat, sementara banyak orang lain yang tidak shalat. Kamu shaum, sedangkan orang lain banyak yang tidak shaum'. Kamu diarahkan setan agar memperhatikan orang-orang yang dibawahmu dalam beramal shalih, untuk mencegahmu dari beramal lebih baik..karena kamu sudah melihat dirimu sebagai manusia paling utama!

- Setan berkata lagi, 'Kamu akan mendapat syafa'at (pertolongan) dari amalmu!' kemudian disibukkannya orang itu dengan amal-amal yang mubah, sehingga beristirahat sejenak dari amal-amal shalih. 'Kamu orang sibuk, kamu sudah lebih baik dari orang lain!' Demikianlah agar kamu senantiasa santai dan tidak bersungguh-sungguh menambah amal!

- Padahal yang dituntut dari kita sebaliknya, yaitu kamu perhatikan orang yang shaum sunat Senin dan Kamis ketika kamu tidak melakukannya, atau perhatikan si Fulan yang melakukan amal-amal sunat ketika kamu belum melakukannya. Inilah yang dituntut darimu, yaitu melihat orang yang lebih darimu dalam amal shalih.

Keenam : Tidak Menilai Diri dan Kemampuan Secara Tepat

Setan membuat seseorang tergelincir dalam menilai dirinya dengan dua jalan:

1. Pandangan ujub dan menipu diri: yaitu setan mendorong manusia melihat dirinya secara ujub (memuji diri), sehingga dia terkena ghurur (menipu diri) dan takabur. Setan berkata, 'Kamu sudah mengerjakan ini dan itu, lihatlah kamu, beramal dan beramal..' Maka berubahlah orang itu menjadi takabur, dan tertipu oleh dirinya, akibatnya dia merendahkan orang lain dan menolak kebenaran. Dia akan menolak pula untuk rujuk dari kesalahannya. Dia menolak pula duduk di majelis ilmu untuk belajar dari orang lain.

Pernah aku temui di sebagian halaqah ilmu, ketika seseorang keliru dalam (belajar) membaca Al Qur'an, dia lebih memilih untuk berhenti dari halaqahnya daripada meneruskan keikutsertaannya dalam halaqah belajar membaca sampai benar, semata-mata agar tidak berada dalam keadaan malu di hadapan manusia karena masih belajar membaca. Akhirnya seumur hidup dia tidak belajar. Padahal kalau dia mau merenung sejenak, akan dia ketahui bahwa orang yang bacaannya baik sekarang ini, dahulunya pun seperti dia tidak begitu baik membacanya, kemudian ia belajar dan berhasil. Kalau sifat ini dituruti, maka ketidakmauan belajar lagi ini akan terbawa seumur hidupnya, sebagaimana kata penyair:

Bagaimana pun keberadaan suatu sifat pada seseorang walau disangkanya tersembunyi dari manusia, pasti terbongkar juga
Dan demikianlah seseorang hendaknya melatih diri untuk menghilangkan adat buruknya, dan bukan justru menyembunyikannya!

2. Tawadhu dan memandang dirinya hina dan rendah: Disini setan berkata padamu, 'Kamu harus tawadhu. Siapa yang tawadhu’ karena Allah, niscaya akan ditinggikan-Nya. Kamu tidak sepadan untuk perkara ini! Urusan ini hanya untuk orang berilmu tinggi saja!', padahal maksudnya setan ingin menjauhkan peranmu dalam tugas dakwahmu.

Ini dari bab tawadhu, kamu akhirnya merendahkan dirimu sampai derajat dimana kamu merasa tidak berguna pada kemampuanmu yang seharusnya kamu tampilkan, karena kita akan ditanya atas segala kemampuan dan kekuatan kita. Kamu harus mengemukakan kemampuanmu itu, karena kalau kamu tidak gunakan kemampuanmu pasti kamu dihisab atasnya.

 Ini pada hakekatnya bukan tawadhu, tapi lari dari tanggung jawab, lari dari menunaikan kewajiban. Akan tetapi setan berkata padanya, 'Tinggalkanlah bidang itu untuk orang yang lebih baik darimu! Dakwah adalah amal mulia, amal bagi orang jenius yang amat langka dan yang mendalam ilmunya'.

Setan mendatanginya juga dengan pemahaman yang mendukung alasan tadi, bahwa manusia kadang-kadang keliru ketika menunaikan tugas dakwahnya, maka kekeliruan itu digeneralisasi agar dia enggan bertugas lagi. Generalisasi seperti ini adalah pintu dan pekerjaan setan.

Kadang-kadang setanpun mendorong manusia merendahkan dirinya, dengan mengacaukan akalnya untuk terus menerus berfikir, 'Apa artinya diri saya dibanding Syaikh ini? Apalah artinya diriku dibanding orang alim ini?' Dimandulkannya akalnya sehingga tidak berfikir kecuali dengan fikiran Syaikhnya, dan hanya menerapkan perkataan Syaikhnya semata. Jadilah Syaikhnya yang paling benar, dan yang lain salah. Mulailah dia mengagungkan manusia dan mengkultuskannya.

Padahal pokok bagi kita mengembalikan semua perkara pada syariat Allah, dan orang yang di depanmu itu masih mungkin keliru. Karenanya semua perkataan manusia haru ditimbang dengan Kalamullah dan sabda Rasul-Nya shallallahu 'alai wa sallam. Apa yang sesuai kita terima, sedangkan yang bertentangan dengan keduanya kita tolak.

Ketujuh : Tasykik (Menimbulkan Keraguan)

Tasykik termasuk pintu masuk setan yang sangat berbahaya, yang dengannya setan menggoda manusia. Bagaimana terjadinya?

Setan datang misalnya untuk mempertanyakan kebenaran metode pendidikan yang sedang ditempuh seseorang yang istiqamah, iltizam dengan perintah Allah, jauh dari hal-hal terlarang. Orang ini dibuatnya ragu dengan mempertanyakan kebenaran cara pendidikan yang ditempuhnya khususnya ketika dia dipertemukan dengan orang-orang jahat, orang-orang yang tidak multazim (kepada syariat). Setan datang membisikinya, 'Apakah semua orang ini akan masuk naar, sedangkan kamu sendirian saja di jannah?'

Padahal mayoritas dan minoritas tidak boleh dijadikan patokan, karena kebenaran itu adalah kebenaran yang sesuai dengan Kalamullah dan sabda Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Patokan Al Jamaah bukanlah mayoritas manusia, namun Al Jamaah adalah yang bersesuaian dengan kebenaran, sekalipun kamu hanya sendirian.
Allah berfirman kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Dan kebanyakan manusia itu tidaklah beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya" [QS Yusuf : 103]

Seorang Tabi'in bernama Nu'aim bin Hamad berkata, 'Sesungguhnya Al Jamaah itu adalah sesuatu yang menepati ketaatan pada Allah 'Azza wa Jalla. Dan jika Al Jamaah telah rusak, wajib bagimu berpegang pada keadaan Al Jamaah sebelum rusaknya, walau engkau bersendirian saat itu engkaulah Al Jamaah'.

Diantara pintu masuk setan adalah membuat ragu dalam masalah niat, dia berkata pada manusia, 'Kamu riya, kamu munafiq, kamu beramal karena manusia', supaya orang ini meninggalkan amal.

Contohnya, seseorang ingin bershadaqah, kemudia dilihat orang lain, maka dia berkata dalam hatinya, 'Kalau aku bershadaqah terlihat olehnya, dia akan menyangkaku riya. Lebih baik aku tidak memberikan shadaqah ini!'

Padahal yang diperintahkan dalam hal ini kita harus lebih mengikhlaskan niat kita karena Allah Ta'ala semata.

Berkata Ibrahim bin Ad-ham --salah seorang tabi'in-- rahimahullah,'Aku mendapati 30 sahabat Nabi yang kesemuanya takut kalau-kalau dalam beramal mereka tidak ikhlas'.
Sesungguhnya memperbaiki niat itu diperintahkan, namun jangan sampai menyebabkan kita meninggalkan amal. Perbaikan niat justru harus menjadikanmu beramal dan meningkatkannya.

Al Harits bin Qays rahimahullah berkata, 'Jika setan mendtangimu dalam shalat dan membisikkan bahwa kamu riya, perpanjanglah shalatmu!'

Kedelapan : Takhwif (Menakut-nakuti)

Setan mempunyai dua metode dalam menakut-nakuti manusia:

1. Menakut-nakuti dari wali-wali setan

Disini setan menakut-nakuti manusia dari tentara dan wali-walinya, yaitu para pelaku maksiat dan kejahatan. Setan berkata, 'Waspadalah terhadap mereka, mereka punya kekuatan luar biasa'. Dengan ditakut-takuti, orang ini jadi meninggalkan ketaatan dan meninggalkan amal.

Padahal Allah telah berfirman,
"Sesungguhnya itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti dengan kawan-kawannya, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman". [QS Ali 'Imran : 175]
maksudnya setan menakut-nakuti kamu dengan wali-walinya.

2. Menakut-nakuti dari kefaqiran

Allah Ta'ala berfirman,
"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kefaqiran dan menyuruh kamu berbuat kejahatan.."[QS Al Baqarah :268]
Setan berkata pada manusia, 'Kalau kamu tinggalkan pekerjaan ini, dimana akan kamu dapatkan pekerjaan lainnya? Kamu akan jadi sangat faqir'. Maka dia menjadi takut akan kefaqiran, akhirnya orang itu mengerjakan pekerjaan haram. Contohnya seorang muslim yang berdagang khamar (minuman keras) ditertawakan oleh setan karena sudah berhasil menipunya melalui pintu ini. 

Padahal Allah berfirman:
"Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizqi dari arah yang tiada disangka-sangkanya". [QS Ath Thalaq :2-3]

Kita dapati para pemakan riba takut akan kefaqiran, berkata, 'Bagaiman aku hidup? Orang-orang sudah pada kaya, aku masih faqir'!!

Kadang-kadang setan pun menghiasi kebatilan pada juru dakwah, sehingga menghalalkan yang haram, dengan alasan untuk kemaslahatan dakwah kamu perlu berdusta!

Setan menghiasi kebatilan sebagai kebenaran dengan hujjah bahwa perkara ini diperlukan untuk kemaslahatan dakwah.

Kadang-kadang kita dapati pula sebagian muslimin dan para juru dakwah saling menyerang datu sama lain, yang satu menyudutkan yang dan mengghibah lainnya. Dia bermuamalah dengan saudaranya itu dengan perlakuan lebih buruk dari yang dihadapkan pada seorang kafir, jahat atau busuk!

HAL-HAL YANG MELANCARKAN TUGAS SETAN

1. Kebodohan

Seorang yangberilmu lebih sulit digoda oleh setan daripada seribu ahli ibadah.

2. Hawa nafsu, lemah keikhlasan dan lemah keyakinan

Allah berfirman:
"Iblis berkata, 'Demi keagunganMu aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka". [QS Shaad : 82-83]
3. Kelalaian dan tiadanya kewaspadaan terhadap pintu-pintu masuk setan

Obatnya : Kita mesti brangkat dari sebab-sebab yang melancarkan tugas setan tadi agar kita tahu obatnya, yaitu:

1. Iman kepada Allah

Kita harus beriman benar-benar kepada Allah dan bertawakal padanya, sebagaimana firmanNya
"Sesungguhnya setan itu tidak kekuasaannya atas orang-orang beriman dan orang-orang yang bertawakal hanya kepada Rabb mereka saja".[QS An Nahl:99]

2. Mencari ilmu syar'iy dari sumber-sumbernya yang shahih

3. Ikhlas di dalam agama ini

"Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka" [QS Al Hijr:40]
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, 'Hisablah dirimu sebelum nanti dihisab. Dn timbanglah ia olehmu sendiri sebelum nati ditimbang, karena akan meringankan kamu dalam hisab di hari esok (akhirat) jika kamu sudh menghisabnya hari ini!'

Dari Al Hasan rahimahullah berkata, 'Tidak aku temui seorang muslim sejati kecuali akan menghisab dirinya : Apa yang kamu ingin amalkan? Apa yang hendak kamu makan? Apa pula yang akan kamu minum ini? Sedang orang fajir berjalan tak acuh, tidak menghisab dirinya!'

4. Dzikir (ingat) kepada Allah Ta'ala dan berlindung dari godaan setan terkutuk

Allah Ta'ala berfirman:
"Jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui". [Al A'raaf : 200]
Demikian pula pembacaan Mu'awwidzatain (Al Falaq dan An Naas) dijelaskan dalam hadits keutamaan keduanya untuk melindungi kita dan mencegah dari setan. Begitu pula pembacaan Ayat Kursyi, karena ayat ini dapat menjaga dari setan.

[Sumber : Madaakhilusy Syaithaan 'ala Ash Shalihin, oleh Dr Abdullah Al Khaathir dalam edisi Indonesia Godaan Setan pada Orang-orang Shalih terbitan At Tibyan]




[1] Bab “Pengadudombaan Setan dan Pengiriman Balatentaranya untuk menimbulkan fitnah di antara manusia”

[2] idem

[3] tanpa lafazh," ... dan putus asa pula untuk disembah di jazirah Arab", tentang Kebaikan dan Perhubungan Bab hadits-hadits tentang Tabaaghudh (saling membenci)

[4] Bab "Apakah boleh seorang yang beritikaf keluar untuk keperluan-keperluannya, hingga pintu masjid?",

[5] Bab "Waspada terhadap Kemarahan"

1 comment: