Wednesday, February 24, 2016

Hukum Shalat Berjama’ah Berdua Dengan Wanita Yang Bukan Mahram

Tanya:

Terimakasih ustadz atas jawabannya. Tetapi, apabila sang laki-laki telah sholat terlebih dahulu dan dia tidak tahu ada orang lain lagi kemudian datang seorang atau lebih wanita yg bermasbuk kpd laki-laki tersebut dengan ucapan spt sy sebutkan di atas, bagaimana seharusnya sikap si lelaki ini? apakah ia kemudian jadi imam dengan mengeraskan suara takbir, ataukah tetap shalat sendiri. dalam hal ini apakah dia tetap berdosa? karena kejadian spt ini sering terjadi di perkantoran2 yg tercampur antara laki-laki dan perempuan.

Afwan ustadz, satu permasalahan lagi. Karena ikhtilat adalah haram, apakah shalat berjamaah antara laki dan perempuan (laki-laki dan perempuannya banyak) tanpa sekat bahkan hampir berdempet shafnya karena musholanya sempit hukumnya haram juga?


Jawab:


Shalat berjamaah seorang laki-laki bersama wanita tidak lepas dari beberapa keadaan berikut:

Pertama, seorang laki-laki shalat berjama’ah berdua bersama wanita mahramnya seperti istri, adik, ibu dan lainnya. Hukumnya boleh tanpa ada perselisihan ulama.

An-Nawawi rahimahullah berkata:

إذا أمَّ الرجل بامرأته أو محرم له , وخلا بها : جاز بلا كراهة ; لأنه يباح له الخلوة بها في غير الصلاة

“Jika seorang laki-laki mengimami shalat istrinya atau wanita yang menjadi mahramnya dan berduaan dengannya, maka hukumnya boleh, tidak makruh. Sebab ia diperbolehkan khalwat (berduaan) dengannya di luar shalat” [Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzab, 4/277]

Kedua, seorang laki-laki shalat berjam’ah berdua bersama wanita yang bukan mahram seperti shalat bersama rekan kerja sekantor. Hukumnya tidak boleh, karena hal itu termasuk bentuk khalwat (berduaan) yang diharamkan oleh syariat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ


”Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, kecuali ia ditemani mahramnya.” [HR. Al-Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341]

Abu Ishaq Asy-Syirazi Asy-Syafi'i rahimahullah berkata:

ويكره أن يصلي الرجل بامرأة أجنبية ; لما روي أن النبي قال : لا يخلون رجل بامرأة فإن ثالثهما الشيطان

"Dibenci (haram) seorang laki-laki shalat mengimami seorang wanita yang bukan mahram, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, ”Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, karena yang ketiga adalah setan.” [Al-Muhadzab, 1/183]

An-Nawawi rahimahullah berkata:

وإن أم بأجنبية وخلا بها حرم ذلك عليه وعليها للأحاديث الصحيحة

"Jika seorang laki-laki mengimami wanita yang bukan mahram dan berduaan dengannya, hukumnya haram bagi si laki-laki, begitu pula haram bagi si wanita, berdasarkan hadits-hadits yang shahih…" [Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 4/277]


Ketiga, seorang laki-laki shalat berjama’ah bersama dua wanita atau lebih yang bukan mahramnya. Hukumnya diperbolehkan insya Allah, karena tidak termasuk larangan khalwat dalam hadits.

An-Nawawi rahimahullah berkata:

وإن أمَّ بأجنبيات وخلا بهن : فقطع الجمهور بالجواز

“Jika seorang laki-laki mengimami wanita-wanita yang bukan mahramnya dan berkhalwat (berduaan) dengan mereka, jumhur (kebanyakan) ulama membolehkannya” [Al-Majmuu’, 4/277]

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:

وذلك لأنَّه إذا كان مع المرأة مثلُها انتفت الخَلوة ، فإذا كان الإِنسانُ أميناً فلا حَرَجَ أن يؤمَّهُمَا ، وهذا يقع أحياناً في بعضِ المساجدِ التي تكون فيها الجماعةُ قليلةٌ

“Hal yang demikian itu diperbolehkan karena apabila ada wanita lain yang bersama wanita itu, maka tidak terjadi khalwat (berduaan). Apabila laki-laki itu adalah seorang yang amanah, tidak apa-apa mengimami shalat kedua wanita tersebut. Ini sering terjadi di sebagian masjid yang jama’ah shalatnya sedikit…”

والصحيح : أن ذلك لا يُكره ، وأنَّه إذا أمَّ امرأتين فأكثر : فالخَلوةُ قد زالت ولا يُكره ذلك ، إلا إذا خَافَ الفِتنةَ ، فإنْ خَافَ الفِتنةَ فإنَّه حرامٌ ؛ لأنَّ ما كان ذريعةً للحرامِ فهو حرامٌ

“Pendapat yang benar, hal itu tidak makruh. Apabila seorang laki-laki mengimami shalat dua orang wanita atau lebih, maka tidak terjadi khalwat, sehingga hukumnya tidak makruh. Kecuali apabila dikhawatirkan terjadi fitnah, maka hukumnya haram. Sebab segala sesuatu yang mengantarkan kepada yang haram, hukumnya juga haram” [Asy-Syarhul Mumti’, 4/250-252]

Larangan pada point kedua berlaku jika ada seorang laki-laki dan seorang wanita yang bukan mahramnya hendak memulai shalat  berjama’ah berdua.

Adapun jika ada seorang laki-laki yang telah shalat, kemudian datang seorang wanita yang bukan mahramnya shalat di belakang laki-laki tersebut, maka hendaklah ia meneruskan shalatnya berjama’ah dengan wanita tersebut. Setelah ia menyelesaikan shalatnya dan salam, bersegeralah keluar dari mushalla kantor untuk menghindari khalwat.

Pilihan lain, apabila dikhawatirkan terjadi fitnah diantara keduanya, ia boleh membatalkan shalatnya, kemudian menunggu orang lain datang, setelah itu silahkan ia mengulangi shalatnya.

Shalat berjama’ah di masjid atau mushalla yang tidak bersekat (tidak berhijab) antara laki-laki dan wanita tidak apa-apa insya Allah, karena demikianlah kondisi masjid pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah hikmah kenapa sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling belakang dan seburuk-buruk shaf wanita adalah yang paling depan. Sebab shaf wanita yang terdepan bisa melihat kaum laki-laki secara langsung tanpa ada hijab yang menghalangi pandangan.

Allahua’lam, washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa’ala alihi washahbihi


Ditulis oleh Abul-Harits, 16 Jumadal Ulaa 1437 H

No comments:

Post a Comment