Saturday, January 9, 2016

Pertemuan Ulama dan Masyayikh di Madinah (Kunjungan Asy-Syaikh Rabi’ Al-Madkhali ke Kediaman Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi)

Asy-Syaikh Faishal bin Sa’id Al-Ghamidiy hafizhahullah menceritakan apa yang beliau saksikan:

“Allahu Akbar... Kunjungan Asy-Syaikh Rabi’ ke kediaman Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi di rumah beliau tadi malam…

Berkat keutamaan dan karunia Allah kepada kita, telah terjadi pertemuan yang diberkahi di kota Madinah Nabawiyyah bersama syaikh kami Al-Walid Al-Allamah Al-Imam Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali di kediaman syaikh kami Al-Walid Al-Murabbi Al-Allamah Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi[1].

Sejumlah ulama dan  masyayikh Madinah Nabawiyyah hadir dalam pertemuan tersebut. Diantara ulama yang terdepan adalah syaikh kami Al-Allamah Ali bin Nashir Faqihi[2], serta dihadiri pula oleh ashabul fadhilah:

1) Asy-Syaikh Dziyab As-Suhaimi

2) Asy-Syaikh Abdul Aziz As-Sha’idiy

3) Asy-Syaikh Abdurrahman Muhyiddin[3]

4) Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhailiy[4]

5) Asy-Syaikh Azzam Asy-Syuwai’ir

6) Asy-Syaikh Abdussalam As-Suhaimi[5]

7) Asy-Syaikh Muhammad Al-Aqil[6]

8) Asy-Syaikh Shalih As-Sindi[7]

9) Asy-Syaikh Muhammad Al-Hujailiy[8]

10) Asy-Syaikh Mus’id Al-Husainiy[9]

11) Asy-Syaikh Jazi Al-Juhani

12) Asy-Syaikh Su’ud Ad-Da’jan[10]

13) Asy-Syaikh Sulaiman As-Suhaimi

14) Asy-Syaikh Muqbil Ar-Rifa’i

15) Asy-Syaikh Abdul Aziz Al-Ahmadiy

16) Asy-Syaikh Salim Al-Khamiriy

17) Asy-Syaikh Muhammad bin Rabi’[11]

Dan selain mereka diantara para ikhwah fudhala’, masyayikh, para penuntut ilmu dan orang-orang yang memiliki keutamaan. Sungguh Asy-Syaikh Rabi’ sangat bergembira dengan pertemuan tersebut. Syaikh kami Asy-Syaikh Rabi’ menyampaikan sepatah kata untuk para masyayikh yang hadir.

Dalam forum tersebut, Asy-Syaikh Rabi menyampaikan wasiat kepada masyayikh agar bertakwa kepada Allah ‘azza wajalla, berpegang teguh dengan As-Sunnah dan memperingatkan dari bahaya bid’ah. Dalam pertemuan tersebut, beliau berulang kali memperingatkan masyayikh dari perselisihan dan perpecahan. Beliau hafizhahullah juga memberikan wasiat untuk bersatu dan melembutkan hati. Beliau hafizhahullah memperbanyak doa agar hati-hati ahlus-sunnah dipersatukan di atas kebenaran.

Setelah itu, syaikh kami Al-Murabbi Al-Jalil Al-Allamah Shalih As-Suhami menyampaikan nasehat tentang takwa dan menjelaskan perkataan Thalq bin Hubaib. Beliau menekankan apa yang disampaikan Asy-Syaikh Rabi’ tentang peringatan dari perselisihan. Beliau memberikan pujian terhadap tulisan Asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah dalam masalah tersebut[12].

Sungguh pertemuan itu merupakan majelis yang indah dan diberkahi. Semoga Allah senantiasa menjaga para ulama kita, memberikan barakah pada ilmu mereka, serta menjadikan mereka memberikan manfaat bagi Islam dan kaum muslimin. Segala puji bagi Allah, berkat nikmat-Nya sempurnalah amal-amal shalih.

Ditulis oleh Faishal bin Sa’id bin Husaiki Al-Ghamidi pada hari Senin, 28/4/1436H

Berikut teks arabnya:

الله أكبرزيارة الشيخ ربيع لمنزل الشيخ صالح السحيمي في منزله البارحة ..

تم بحمد الله ومنته وفضله فقد من الله علينا في المدينة النبوية بلقاء مبارك مع شيخنا

الوالد العلامة الإمام ربيع بن هادي المدخلي

في منزل شيخنا الوالد المربي
العلامة صالح بن سعد السحيمي ، وحضر اللقاء عدد من علماء ومشايخ المدينة النبوية يتقدمهم شيخنا
العلامة علي بن ناصر فقيهي
وكل من أصحاب الفضيلة المشايخ :
1-
الشيخ ذياب السحيمي
2-
الشيخ عبدالعزيز الصاعدي
3-
الشيخ عبدالرحمن محيي الدين
4-
الشيخ سليمان الرحيلي
5-
الشيخ عزام الشويعر
6-
الشيخ عبدالسلام السحيمي
7-
الشيخ محمد العقيل
8-
الشيخ صالح سندي
9-
الشيخ محمد الحجيلي
10-
الشيخ مسعد الحسيني
11-
الشيخ جازي الجهني
12-
الشيخ سعود الدعجان
13-
الشيخ سليمان السحيمي
14-
الشيخ مقبل الرفاعي
15-
الشيخ عبدالعزيز الأحمدي
16 -
الشيخ سالم الخامري
17-
الشيخ محمد بن ربيع
وغيرهم من الإخوة الفضلاء المشايخ وطلاب العلم وأهل الفضل ،

وقد كان الشيخ ربيع فرحا ومسرورا بهذا اللقاء جدا ، وألقى شيخنا الربيع كلمة للمشايخ أوصهم فيها بتقوى الله عزوجل والتمسك بالسنة والحذر من البدعة وحذر مراراً في الجلسة من الإختلاف والفرقه وأوصى حفظه الله بالإجتماع ، وإتلاف القلوب
وقد أكثر حفظه الله من الدعاء بجمع قلوب أهل السنة على الحق ...
ثم عقب شيخنا المربي الجليل العلامة
صالح السحيمي ببيان أمر التقوى وذكر قول طلق بن حبيب فيها ، ثم أكد على ماأوصى به الشيخ من الحذر من الإختلاف وأثنى على رسالة الشيخ ربيع حفظه الله في ذلك .
وقد كان مجلسا عامرا ومباركا

حفظ الله لنا علمائنا وبارك في علمهم ونفع بهم الإسلام والمسلمين

والحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات .

كتبه:
فيصل بن سعيد بن حسيكي الغامدي

الإثنين الموافق 28/4/1436

Sumber: di sini

Diantara faidah dan hikmah yang dapat kita petik dari pertemuan para ulama tersebut:

Pertama, para ulama senantiasa menyampaikan nasehat satu sama lain, baik  dalam bentuk lisan maupun tulisan. Hal itu tidak serta-merta berkonsekuensi tabdi’ (vonis mubtadi’), hajr (boikot) maupun tahdzir, selama mereka tetap berpegang dengan aqidah dan manhaj salaf.

Kedua, para ulama ahlus-sunnah seluruhnya adalah bersaudara, meskipun diantara mereka terdapat perbedaan ijtihad dan perselisihan pandangan dalam suatu permasalahan agama[13]. Kita lihat dalam pertemuan tersebut, para ulama kita duduk bersama, saling menghormati, serta saling memberikan nasehat dan wasiat.

Ketiga, mengenal lebih dekat para ulama Madinah yang mungkin jarang disebut-sebut namanya. Jika Anda masih bertanya-tanya, apakah nama-nama ulama dan penuntut ilmu yang disebutkan di atas adalah ahlus-sunnah?

Cukuplah beberapa hadits Nabi dan perkataan ulama salaf berikut sebagai pelajaran bagi kita:

[1] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ (أخيه) الْمُؤْمِنِ

“Seorang mukmin adalah cermin saudaranya yang mukmin” [HR. Al-Bukhari no. 239 dalam Al-Adab Al-Mufrad dan Abu Daud no. 4918, serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 926]

Pertemuan para ulama Madinah di kediaman Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi adalah cerminan persaudaraan di antara mereka. Sebagian ulama yang hadir merupakan cermin dari ulama yang lain.

[2] Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:

الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

“Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang berkumpul. Jika mereka saling mengenal, mereka akan bersatu, jika mereka tidak saling mengenal, mereka akan berselisih.” [HR. Al-Bukhari no. 3336 dan Muslim no. 6708]

Kita bisa melihat saat para ulama duduk bersama, saling memberikan nasehat dan wasiat, betapa mereka memiliki hubungan yang sangat dekat. Mereka bagaikan ruh-ruh yang saling mengenal dan berkumpul, sebagaimana dinyatakan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits di atas.
 
[3] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seorang bergantung pada agama temannya, maka salah seorang kalian hendaklah memperhatikan dengan siapa ia berteman” [HR. Abu Daud no. 4833 dan At-Tirmidzi no. 2378, serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 927]

Telah diketahui dari Asy-Syaikh Rabi’ hafizahullah yaitu sikap keras (syiddah) beliau terhadap tokoh-tokoh yang menyimpang. Beliau dikenal enggan duduk bersama ahlul-bid’ah dan hizbiyyin. Beberapa kali Asy-Syaikh Rabi’ menolak bertemu dengan tokoh-tokoh kesesatan yang sekedar hendak bertamu ke rumah beliau.

Namun lihatlah para pembaca sekalian, di saat usia beliau yang telah senja, Asy-Syaikh Rabi’ bersusah payah datang menghadiri pertemuan para ulama Madinah di kediaman Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi hafizhahumullah. Tentu hal itu merupakan tanda kebaikan dan kabar gembira bagi ahlus-sunnah.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu  ‘anhu berkata: “Nilailah seorang itu dengan siapa ia berteman, karena seorang muslim akan mengikuti muslim yang lain dan seorang pendosa akan mengikuti pendosa yang lain.” [Al-Ibanah, 2/477 dan Syarhus Sunnah, 13/70]

Abu Darda radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tanda keilmuan seseorang dilihat dari jalan yang ditempuhnya, tempat berkunjung dan majelisnya.” [Al-Ibanah, 2/464]

Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata saat hendak menilai seseorang: “Perhatikan di mana ia singgah dan kepada siapa ia berkunjung.” [Al-Ibanah, 2/479]

Al-A’masy rahimahullah berkata: “Dahulu As-Salaf Ash-Shalih tidak bertanya tentang keadaan seseorang setelah diketahui tiga hal yaitu jalan yang ditempuhnya, tempat berkunjung dan teman-temannya” [Al-Ibanah, 2/476]

Al-Auza’iy rahimahullah berkata: “Siapa yang menyembunyikan bid’ahnya dari kita, ia tidak akan dapat menyembunyikan persahabatannya.” [Al-Ibanah, 2/476]

Keempat, Asy-Syaikh Rabi’, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi dan Asy-Syaikh Ali bin Nashir Faqihi memiliki kedudukan yang mulia di sisi para ulama dan penuntut ilmu di Madinah. Berbeda dengan sikap sebagian orang yang justru membuat gambaran-gambaran dusta demi merendahkan dan melecehkan ulama. Sebagian orang menggambarkan seolah-olah Asy-Syaikh Rabi’ tidak memiliki kemuliaan. Beliau digambarkan berperangai kaku dan keras, berpemahaman Murji’ah dan menyimpang dari aqidah ahlus-sunnah.

Demikian pula Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, beliau digambarkan bermanhaj lembek dan membela tokoh-tokoh yang menyimpang, wal’iyadzubillah. Tidakkah engkau melihat penghormatan para ulama Madinah kepada kedua syaikh tersebut?

Dengan tersebarnya berbagai kedustaan mengatasnamakan ulama, maka kita tidak menerima pengakuan setiap orang, kecuali jika ia membawakan bukti yang nyata. Karena bisa jadi si penukil adalah orang yang berpenyakit hati atau ia memiliki kepentingan tertentu atau ia gemar berdusta. Salah satu dari ketiga kemungkinan itu sangat buruk. Kita tidak mempertaruhkan kehormatan para ulama kita dengan nukilan-nukilan yang belum jelas kebenarannya.

Kelima, anjuran kepada sesama ahlus-sunnah untuk berlemah lembut, serta peringatan dari buruknya perselisihan dan perpecahan. Tidakkah engkau melihat para ulama kibar di Madinah seluruhnya bersaudara. Namun sebagian orang yang hatinya berpenyakit tidak ridha dengan hal tersebut. Ia berusaha mengadu-domba antara masyayikh kibar. Ia menyandarkan ucapan kepada ulama apa yang tidak dikatakannya, untuk menimpakan fitnah kepada ulama lain, yang kebetulan ijtihad ulama tersebut tidak sesuai dengan kepentingannya. Demikianlah kesibukannya berputar-putar mencari fatwa ulama dengan tujuan mengadu domba antara masyayikh ahlus-sunnah, wal’iyadzubillah.

Tidakkah engkau membaca firman Allah ta’ala:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُبِينا

Dan orang-orang yang menyakiti kaum mukminin dan mukminah tanpa kesalahan yang mereka lakukan, sungguh mereka sedang memikul kedustaan dan dosa yang nyata” [QS. Al-Ahzab: 58]

Engkau menganggap remeh perbuatan tersebut, namun tahukah engkau bahwa perbuatan itu sangat besar dosanya di sisi Allah?

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

وقوله: { وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا } أي: ينسبون إليهم ما هم بُرَآء منه لم يعملوه ولم يفعلوه

“Firman Allah ‘Dan orang-orang yang menyakiti kaum mukminin dan mukminah tanpa kesalahan yang mereka lakukan’ maknanya disandarkan kepada orang-orang yang beriman sesuatu yang mereka berlepas diri darinya, sesuatu yang tidak mereka lakukan, tidak pula mereka kerjakan”

{ فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا } وهذا هو البهت البين أن يحكى أو ينقل عن المؤمنين والمؤمنات ما لم يفعلوه، على سبيل العيب والتنقص لهم

“Firman-Nya ‘sungguh mereka sedang memikul kedustaan dan dosa yang nyata’, ini adalah kedustaan yang nyata ketika ia menghikayatkan atau menukil dari kaum mukminin dan mukminah sesuatu yang tidak mereka lakukan dengan tujuan untuk menimpakan aib dan perendahan terhadap mereka” [Tafsir Ibnu Katsir, 6/480]

Sungguh begitu besar dosa membuat fitnah dan menyakiti seorang mukmin tanpa kesalahan yang ia lakukan. Bagaimana pendapatmu jika orang yang disakiti dan difitnah adalah ulama kibar ahlus-sunnah?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وإن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله تعالى لا يلقى لها بالاً يهوي بها في جهنم

“Sungguh seorang hamba mengucapkan suatu kalimat yang mengandung kemurkaan Allah ta’ala, ia tidak peduli dengannya hingga ia dilemparkan ke dalam neraka Jahannam disebabkan kalimat yang ia ucapkan” [HR. Al-Bukhari no. 6478 dan Muslim no. 2988]

Allahua’lam, semoga kita bisa mengambil pelajaran…


Ditulis oleh Abul-Harits di Madinah, 29 Rabi’ul Awwal 1437





[1] Beliau adalah Asy-Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi, diantara ulama kibar di Madinah. Beliau adalah seorang yang buta. Beliau adalah teman sejawat Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiri saat keduanya bersama-sama menempuh studi di Universitas Islam Madinah. Beliau adalah seorang Doktor dan pengajar tetap di Masjid Nabawi.

[2] Asy-Syaikh Ali bin Nashir Faqihi adalah diantara ulama kibar di Madinah. Beliau merupakan pengajar tetap di Masjid Nabawi. Berkat kemudahan dari Allah, beliau telah menyelesaikan pembahasan kitab Syarhus Sunnah karya Al-Barbahari rahimahullah di Masjid Nabawi.

[3] Asy-Syaikh Abdurrahman Muhyiddin adalah Mufti di Masjid Nabawi dan merupakan guru dari Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhailiy dan masyayikh lainnya.

[4] Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhailiy adalah seorang professor dan Dosen Pasca Sarjana Fakultas Syariah di Universitas Islam Madinah, sekaligus pengajar tetap di Masjid Nabawi

[5] Asy-Syaikh Abdussalam As-Suhaimi adalah seorang professor dan dosen mata kuliah Fiqh di Universitas Islam Madinah. Diantara karya tulis beliau yang terkenal adalah kitab “Kun Salafiyyan ‘alal Jaddah” (Jadilah Salafy Sejati)
  
[6] Beliau adalah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Aqil, seorang professor dan Dosen Pasca Sarjana  Fakultas Dakwah & Ushuluddin, Universitas Islam Madinah

[7] Asy-Syaikh Shalih As-Sindiy adalah seorang professor dan staf pengajar di Universitas Islam Madinah dan Masjid Nabawi. Saat ini, beliau membuka pelajaran kitab A’lamus Sunnah Al-Manshurah karya Hafizh Al-Hakami di Masjid Nabawi, ba’da Isya. Beliau duduk di kursi Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad.

[8] Asy-Syaikh Muhammad Al-Hujailiy adalah seorang doktor dan dosen mata kuliah Hadits di Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah

[9] Asy-Syaikh Mus’id Al-Husaini adalah seorang Doktor dan pengajar tetap di Masjid Nabawi. Berkat kemudahan dari Allah, beliau telah menyelesaikan pembahasan kitab Muqaddimah Fi Ushul Tafsir karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di Masjid Nabawi. Saat ini beliau membuka pelajaran kitab Al-Qawa’id Al-Hisan fi Tafsir Al-Qur’an karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.

[10] Asy-Syaikh Su’ud Ad-Da’jan adalah seorang Doktor dan staf pengajar di Fakultas Dakwah & Ushuluddin, Universitas Islam Madinah

[11] Asy-Syaikh Muhammad bin Rabi’ adalah putra dari Asy-Syaikh Al-Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali . Beliau adalah professor dan Ra’is Qism Aqidah di Universitas Islam Madinah

[12] Tulisan Asy-Syaikh Rabi’ yang dimaksud oleh Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi adalah kitab Al-Hatstsu ‘ala Al-Mawaddah wal I’tilaf wat Tahdzir minal Furqah wal Ikhtilaf (Anjuran Untuk Saling Mencintai dan Melembutkan Hati, Serta Peringatan Dari Perpecahan dan Perselisihan). Dalam muqaddimah kitab tersebut, Asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah berkata:

وأفيد الجميع أني أدين الله بما تضمنته هذه النصيحة قبل إلقائها وبعد ذلك إلى يومي هذا، ولن أغير فيها ولن أتزحزح عنها بمشيئة الله وتوفيقه إلى أن ألقاه

“Aku beritahukan kepada kalian seluruhnya bahwa aku meyakini  apa disebutkan dalam  nasehat ini sebelum menyampaikannya, demikian pula setelah disebarkannya tulisan ini hingga hari ini. Aku tidak akan mengubah nasehatku, tidak pula mencabut nasehat tersebut hingga aku bertemu dengan-Nya dengan kehendak Allah dan taufiq dari-Nya”.

Dari penjelasan Asy-Syaikh Rabi’ di atas, diketahui bahwa pendirian Asy-Syaikh Rabi’ dan nasehat beliau kepada salafiyyin tidak akan berubah hingga hari ini, bahkan hingga hari pertemuan Asy-Syaikh dengan Rabb-Nya. Apa yang beliau sampaikan dalam kitab tersebut berupa nasehat untuk berlemah lembut, serta peringatan dari perselisihan dan perpecahan tidak menerima naskh (tidak dapat dihapus). 

[13] Diantara masalah hangat yang diperselisihkan para ulama Madinah adalah vonis tahdzir terhadap Asy-Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhailiy hadfizhahullah. Sebagian ulama memberikan vonis tahdzir kepada beliau, sekelompok ulama yang berijtihad demikian adalah Asy-Syaikh Rabi’, Asy-Syaikh Ubaid, Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi, Asy-Syaikh Abdullah Al-Bukhari dan lainnya.

Sementara sejumlah ulama lain tidak menerima vonis tahdzir dan memberikan pembelaan terhadap Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhailiy. Diantara deretan ulama yang memberikan pembelaan adalah Asy-Syaikh Al-Walid Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhailiy, Asy-Syaikh Shalih As-Sindi, dan lainnya. Namun  semuanya bersepakat bahwa Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhailiy bukanlah  mubtadi’ (ahlul-bid’ah).

Kami pernah berkunjung menemui Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali. Salah seorang teman bertanya:”Aku mendengar salah seorang mahasiswa berkata bahwa Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhailiy mubtadi’. Benarkah demikian?”. Kemudian Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi hafizhahullah mengingkari pernyataan tersebut seraya berkata: “Tanyakan kepadanya (mahasiswa itu), siapa yang menyampaikan padanya bahwa Ibrahim Ar-Ruhailiy mubtadi’??”. 

3 comments:

  1. Allohu akbar walhamdulillah...semoga kibarul masyayikh kita selalu dijaga dan di pelihara Alloh Azza Wa Jalla dari makar2 dan lidah serampangan musuh2 mereka hafidzahumullah...

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete