Tanya:
"Apakah sah akad nikah yang dilakukan ketika si mempelai wanita sedang haid?"
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah
menjawab:
“Akad nikah wanita yang sedang haid adalah sah, tidak mengapa.
Karena hukum asal dalam akad adalah halal dan sah kecuali ada dalil
yang mengharamkannya. Sementara tidak ada dalil yang menyatakan haramnya
akad nikah saat si wanita haid. Perlu diketahui adanya perbedaan antara
akad nikah dengan talak. Talak tidak boleh dijatuhkan ketika istri
sedang haid, bahkan haram hukumnya. Karena
itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam marah ketika sampai
berita kepada beliau bahwa Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma
mentalak istrinya yang sedang haid, dan beliau perintahkan Abdullah
untuk rujuk kepada istrinya dan membiarkannya tetap berstatus sebagai
istri sampai suci dari haid, kemudian haid kembali, kemudian suci dari
haid. Setelah itu terserah Abdullah, apakah ingin tetap mempertahankan
istrinya atau ingin mentalaknya. Hal ini berdasarkan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
“Wahai Nabi, apabila kalian mentalak istri-istri kalian maka
hendaklah kalian mentalak mereka pada waktu mereka dapat menghadapi
‘iddahnya yang wajar dan hitunglah waktu ‘iddah itu serta bertakwalah
kepada Allah Rabb kalian….” [At-Thalaq: 1]
Dengan demikian tidak halal bagi seorang suami mentalak istrinya
dalam keadaan haid dan tidak boleh pula mentalaknya di waktu suci namun
ia telah menggauli istrinya dalam masa suci tersebut, kecuali bila
istrinya jelas hamil. Bila jelas hamilnya, ia boleh mentalak istrinya
kapan saja dalam masa kehamilan tersebut.”
Syaikh mengakhiri fatwa beliau dengan menyatakan, “Bila telah jelas
bahwa akad nikah yang dilangsungkan dalam keadaan si wanita haid adalah
akad yang boleh dan sah, namun aku memandang hendaknya si mempelai
lelaki tidak masuk kepada mempelai wanita (seperti tidur bersamanya,
pent.) hingga si mempelai wanita suci dari haidnya. Karena kalau masuk
sebelum istrinya suci dikhawatirkan ia akan jatuh ke dalam perkara
terlarang saat seorang wanita sedang haid (yaitu jima’), sementara
terkadang ia tidak dapat menahan dan menguasai dirinya, terlebih lagi
bila masih muda. Hendaklah ia menunggu hingga istrinya suci. Setelah itu
baru masuk ke istrinya dalam keadaan tidak ada penghalangnya untuk
istimta’ (bersenang-senang) dengan istrinya pada kemaluannya. Wallahu
a’lam.”
[Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-’Utsaimin, 2/767, sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, 2/712-713]
Bismilah..assalamualaikum. Kefhalk mi? Alhamdulillah nmuin blog antm.. Skrng dirmh trs?.antm kpn nkahx?
ReplyDeleteWa'alaikumussalam warahmatullah. Alhamdulillah baik, sekarang lagi di rumah sampe akhir agustus insya Allah. Semoga Allah memudahkan jalan kita menuju pernikahan. amin...
ReplyDelete