Sebagian kaum muslimin yang bermadzhab Syafi’i di negeri kita senantiasa
mengamalkan perbuatan ini yakni mentalqin mayit setelah dikuburkan. Adakah
dalil mereka dalam permasalahan ini?
أخرجهُ الطبراني في الكبيرِ (8/298): حدثنا أبو
عقيل أنسُ بنُ سلمٍ الخولاني ، حدثنا محمدُ بنُ إبراهيمَ بنِ العلاءِ الحمصي ،
حدثنا إسماعيلُ بنُ عياشٍ ، حدثنا عبدُ اللهِ بنُ محمدٍ القرشي ، عن يحيى بنِ أبي
كثيرٍ ، عن سعيدِ بنِ عبدِ اللهِ الأودي ، قال: " شهدتُ أبا أمامةَ في النزعِ
فقال: " إذا أنا مت فاصنعوا بي كما أمرنا رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم
فقال: قال رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم: " إذا مات الرجل فدفنتموه فليقم
أحدكم عند رأسه فليقل: " يا فلان ابن فلانة ! " ، فإنه سيسمع ، فليقل:
" يا فلان ابن فلانة ! " ، فإنه سيستوي قاعداً " ، فليقل: "
يا فلان ابن فلانة ! " ، فإنه سيقولُ له: " أرشدني رحمك الله ! " ،
فليقل: " اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا الله ، وأن محمداً
عبده ورسوله ، وأن الساعة آتية لا ريب فيها ، وأن الله يبعث من في القبور . فإن
منكراً ونكيراً عند ذلك كل واحد يأخذ بيد صاحبه ويقول: " قم ، ما تصنعُ عند
رجلٍ لقن حجته ؟ " ، فيكونُ اللهُ حجيجهما دونه
Imam Ath-Thabrani rahimahullah berkata:
menceritakan pada kami Abu ‘Aqil Anas bin Salam Al-Khaulani, ia berkata: menceritakan
pada kami Muhammad bin Ibrahim bin Al-‘Alla’ Al-Himshi, ia berkata: menceritakan
pada kami Isma’il bin ‘Iyasy, ia berkata: menceritakan pada kami ‘Abdullah bin
Muhammad Al-Qurasyi, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Sa’id bin ‘Abdullah Al-Azdi,
ia berkata: “Aku menyaksikan Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu
pada saat-saat terakhir,
Beliau berkata: “Jika aku mati, maka
perlakukanlah aku sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah pada kami.” Beliau
berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika ada
seseorang yang mati, lalu kalian menguburkannya. Hendaknya salah seorang kalian
berdiri di sisi kepalanya dan ucapkankanlah: “Wahai Fulan bin Fulanah!”,
sungguh ia akan mendengar, lalu ucapkanlah: “Wahai Fulan bin Fulanah”, maka ia
akan bangun dan duduk. Ucapkanlah: “Wahai Fulan bin Fulanah”, maka ia akan
berkata: “Tuntunlah kami semoga Allah merahmati kalian”. Setelah itu ucapkanlah: “Ingatlah
apa yang mengeluarkanmu dari dunia, syahadat Lailaha illallah dan Muhammad
adalah hamba dan rasul-Nya. Sesungguhnya hari kiamat akan datang, tiada
keraguan padanya, lalu Allah akan membangkitkan seluruh yang berada dalam
kubur.” Maka Munkar dan Nakir ketika itu memegang tangan satu sama lain dan
berkata: “Bangunlah, apa yang akan engkau lakukan di sisi seorang yang telah
ditalqin hujahnya?” Maka Allah yang akan mejadi hujjah bagi keduanya.”[Mu’jam
Al-Kabir, 8/298]
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah
memberikan penilaian terhadap hadits tersebut :
إسنادهُ
صالحٌ ، وقد قواهُ الضياءُ في أحكامهِ
“Sanadnya
shalih, Adh-Dhiyaa’ (Al-Maqdisi –pen-) menguatkannya dalam kitab Ahkam-nya”.[Talkhishul
Habiir, 2/135]
Berarti mentalqin mayit setelah dikubur bukan bid'ah ya??
Namun
penilaian Ibnu Hajar rahimahullah, diselisihi oleh para ulama yang lain.
1. Imam
An-Nawawi rahimahullah dalam Al-Majmu’
Syarh Al-Muhadzab berkata:
وإسنادهُ ضعيفٌ
“Sanadnya dha’if”.
2. Ibnu As-Shalah rahimahullah berkata :
ليس إسنادهُ بالقائمِ
“Sanadnya tidak shahih”
3. Al-Haitsami rahimahullah berkata :
وفي إسنادهِ جماعةٌ لم أعرفهم
“Dalam sanadnya terdapat banyak perawi yang tidak
aku ketahui (majhul –pen-)”[Majma’ Az-Zawaid, 3/45]
4. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam
Al-Manar Al-Munif :
إنَّ حَدِيثَ التَّلْقِينِ هَذَا حَدِيثٌ لَا
يَشُكُّ أَهْلُ الْمَعْرِفَةِ بِالْحَدِيثِ فِي وَضْعِهِ
“Kepalsuan hadits talqin tidak diragukan
lagi oleh para ulama yang memiliki ma’rifah dalam bidang hadits”
5. As-Suyuthi rahimahullah dalam Al-Haawi
berkata :
اتفاقَ المحدثين على تضعيف الحديثِ فلأن التلقينَ
لم يثبت فيه حديثٌ صحيحٌ ولا حسنٌ بل حديثهُ ضعيفٌ باتفاقِ المحدثين
“Para ulama ahlul-hadits telah bersepakat tentang
kedha’ifan hadits ini. Tidak ada hadits yang tsabit baik shahih maupun
hasan tentang talqin. Bahkan haditsnya dha’if dengan kesepakatan seluruh muhadditsin”.
6. Al-Albani rahimahullah berkata :
وهذا إسنادٌ ضعيفٌ جداً
“Sanad ini sangat lemah (dha’if)”[Adh-Dha’ifah
no. 599]
7. Al-Hafidz Al-‘Iraqi rahimahullah juga
mendha’ifkan hadits ini dalam Tarikh Al-Ihyaa’ 4/420
Jika ada yang berkata : “Bukankah Al-Hafidz Ibnu
Hajar rahimahullah menguatkan hadits ini, kami mengikuti ijtihad
Al-Hafidz. Apakah kalian mewajibkan kami untuk taklid pada ulama kalian!?”
Jawabannya, di tempat yang lain Al-Hafidz Ibnu
Hajar rahimahullah berkata:
هذا حديثٌ غريبٌ ، وسندُ الحديثِ من الطريقين ضعيفٌ
جداً
“Hadits ini gharib. Sanad hadits ini dari kedua jalannya sangat dha’if.”[Dinukil oleh Ibnu ‘Allan Asy-Syafi’i rahimahullah
dalam Al-Futuhaat Ar-Rabaniyyah, 4/196]
Barangkali Al-Hafidz menguatkan hadits tersebut
ketika belum mendapati kelemahan sanadnya. Namun setelah nampak bahwa kedua
jalannya memiliki sanad yang sangat dha’if, beliau melemahkan hadits tersebut. Dikuatkan
lagi bahwa Al-Hafidz melemahkan Muhammad bin Ibrahim bin Al-‘Alla’ (salah satu
perawi hadits) dalam At-Taqrib. Allahua’lam
Hadits ini memilki beberapa ‘illat :
1. Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Ibrahim
bin Al-‘Alla’.
- Ad-Daraquthni berkata: “kadzab
(pendusta)”
- Ibnu Hibban berkata: “yadha’ul hadits
(memalsukan hadits)”
- Dinyatakan tsiqah oleh An-Nasa’i dan Abu
Hatim
- Ibnu ‘Adi berkata: “munkarul hadits,
kebanyakan hadits-haditsnya tidak mahfudz”. [Tahdzibul Kamal,
24/325]
Adz-Dzahabi berkata: “Muhammad bin ‘Auf berkata :
“ia terkadang memalsukan hadits”[Mizanul I’tidal, 6/35]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “munkarul hadits”[Taqribut
Tahdzib, 1/466]
2. Sa’id bin Abdullah Al-Azdi, Anas Al-Khaulani
dan ‘Abdullah Al-Qurasyi majhul
Ibnu Abi Hatim berkata:
فهو في عداد المجهولين
“Ia (Sa’id Al-Azdi) termasuk dalam para perawi
yang majhul”.[Al-‘Ilal, 2/1/76]
Al-Haitsami berkata:
وفي إسنادهِ جماعةٌ لم أعرفهم
“Dalam sanadnya terdapat banyak perawi yang tidak
aku ketahui (majhul –pen-)”[Majma’ Az-Zawaid, 3/45]
3. Yahya bin Abi Katsir bersendirian (tafarrud)
dalam meriwayatkan dari Sa’id Al-Azdi. Sehingga Al-Hafidz menyatakan riwayat ini gharib.
4. Riwayat Isma’il bin Iyasy dari para perawi
Syam dinilai dha’if oleh para ulama, sementara ia meriwayatkan hadits ini dari
perawi yang majhul (Abdullah Al-Qurasyi). Sehingga tidak dapat dipastikan
keabsahan riwayatnya.
Kesimpulan : hadits ini dha'if jiddan. Allahua’lam
Disarikan oleh Abul-Harits dari Mausu’ah
Ar-Radd ‘ala Ash-Shufiyyah di Madinah, 29 Shafar 1434 H
No comments:
Post a Comment