Saturday, December 15, 2012

Hukum Mengkarantina Penderita Aids

Tanya :

انتشر في هذا الزمان مرض الإيدز الخطير وصار له انعكاسات اجتماعية كثيرة تنشأ عنها أسئلة متعددة ، فمثلا هل يجب عزل المريض بالإيدز عن الناس غير المصابين ، وما حكم من تعمّد نقل المرض إلى الآخرين ، وهل يعتبر المريض بالإيدز في مرض الموت لأنّ هذا يؤثّر في طلاقه وتصرفاته المالية ؟

"Sekarang ini penyakit virus AIDS menyebar dimana-mana yang menimbulkan banyak reaksi sosial dan berbagai pertanyaan seputar masalah ini. Misalnya, haruskah mengkarantinakan penderita virus AIDS dan apa hukumnya orang yang sengaja menyebarkan (menularkan) virus berbahaya ini kepada orang lain? Apakah penderita virus AIDS dianggap sebagai penderita penyakit mematikan? Sebab hal ini sangat berkaitan erat dengan hukum talak dan penggunaan hartanya.?"

Jawab :

Lembaga Majma' Al-Fiqh Al-Islami  menjawab,

 الحمد لله
أولاً : عزل المريض :
حيث أن المعلومات الطبية المتوافرة حالياً تؤكد أن العدوى بفيروس العوز المناعي البشري مرض نقص المناعة المكتسب ( الإيدز ) لا تحدث عن طريق المعايشة أو الملامسة أو التنفس أو الحشرات أو الاشتراك في الأكل أو الشرب أو حمامات السباحة أو المقاعد أو أدوات الطعام ونحو ذلك من أوجه المعايشة في الحياة اليومية العادية ، وإنما تكون العدوى بصورة رئيسية بإحدى الطرق التالية :
1- الاتصال الجنسي بأي شكل كان .
2- نقل الدم الملوث أو مشتقاته .
3- استعمال الإبر الملوثة ، ولا سيما بين متعاطي المخدرات ، وكذلك أمواس الحلاقة .
4- الانتقال من الأم المصابة إلى طفلها في أثناء الحمل والولادة .
وبناء على ما تقدم فإن عزل المصابين إذا لم تُخْشَ منه العدوى ، عن زملائهم الأصحاء ، غير واجب شرعاً ، ويتم التصرف مع المرضى وفق الإجراءات الطبية المعتمدة .
ثانياً : تعمد نقل العدوى :
تعمد نقل العدوى بمرض نقص المناعة المكتسب ( الإيدز ) إلى السليم منه بأي صورة من صور التعمد عمل محرم ، ويعد من كبائر الذنوب والآثام ، كما أنه يستوجب العقوبة الدنيوية وتتفاوت هذه العقوبة بقدر جسامة الفعل وأثره على الأفراد وتأثيره على المجتمع .
فإن كان قصد التعمد إشاعة هذا المرض الخبيث في المجتمع ، فعمله هذا يعد نوعاً من الحرابة والإفساد في الأرض ، ويستوجب إحدى العقوبات المنصوص عليها في آية الحرابة : ( إنما جزاء الذين يحاربون الله ورسوله ويسعون في الأرض فساداً أن يقتلوا أو يصلبوا أو تقطع أيديهم وأرجلهم من خلاف أو ينفوا من الأرض ذلك لهم خزي في الدنيا ولهم في الآخرة عذاب عظيم ) المائدة /33
وإن كان قصده من تعمد نقل العدوى إعداء شخص بعينه ، وتمت العدوى ، ولم يمت المنقول إليه بعد ، عوقب المتعمد بالعقوبة التعزيرية المناسبة وعند حدوث الوفاة ينظر في تطبيق عقوبة القتل عليه .
وأما إذا كان قصده من تعمد نقل العدوى إعداء شخص بعينه ولكن لم تنتقل إليه العدوى فإنه يعاقب عقوبة تعزيرية .
ثالثاً : اعتبار مرض نقص المناعة المكتسب (الإيدز) مرض موت : يعد مرض نقص المناعة المكتسب ( الإيدز ) مرض موت شرعاً ، إذا اكتملت أعراضه ، وأقعد المريض عن ممارسة الحياة العادية ، واتصل به الموت .
مجمع الفقه الإسلامي ص 204-206

Alhamdulillah,
[Pertama] Hukum mengkarantinakan penderita AIDS,
Beberapa keterangan medis menegaskan bahwa penularan penyakit AIDS atau penyakit menurunnya kekebalan tubuh tidak terjadi melalui percampuran, persentuhan, udara, serangga, makan atau minum bersama penderita, mandi bersama di kolam atau duduk bersama di bangku, satu tempat makan atau bentuk-bentuk percampuran lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi penularan penyakit ini secara khusus adalah melalui salah satu cara berikut:
1. Berhubungan seks dengan penderita bagaimanapun bentuknya.
2. Transfusi darah yang tercemar virus AIDS atau cara-cara tranfusi lainnya. 
3. Penggunaan jarum yang tidak steril, terutama di kalangan pengguna obat terlarang, demikian pula dapat menular melalui pisau cukur. 
4. Penularan melalui ibu yang terkena virus AIDS kepada bayinya ketika hamil ataupun saat melahirkan.
Berdasarkan keterangan di atas maka tidaklah menjadi keharusan mengkarantinakan penderita AIDS dari teman-temannya jika tidak dikhawatirkan akan menular. Perlakuan terhadap penderita harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan medis yang dapat dipercaya.

[Kedua] Hukum orang yang menularkan virus AIDS secara sengaja,

Menularkan virus AIDS secara sengaja kepada orang yang sehat bagaimanapun bentuknya adalah perbuatan haram. Perbuatan itu termasuk dosa besar. Pelakunya berhak mendapat sanksi hukum di dunia. Berat ringannya sanksi hukum ini sesuai dengan besar kecilnya bahaya yang timbul akibat perbuatannya terhadap masyarakat.

Jika maksud menularkannya untuk menebarkan virus berbahaya ini di tengah masyarakat, maka perbuatan tersebut termasuk tindak perusakan di atas muka bumi. Berhak ditindak dengan salah satu sanksi yang disebutkan dalam ayat yang berbunyi:

"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar"[QS. Al-Maidah : 33]

Namun jika tujuannya untuk memindahkan penyakit ini kepada orang tertentu, kemudian benar-benar menular hanya saja tidak sampai merenggut nyawa orang tersebut maka pelakunya diberi hukum ta'zir (sanksi keras) yang sesuai dengan kejahatannya. Dan jika ternyata si korban mati, maka perlu dipertimbangkan hukuman mati bagi pelakunya. Adapun jika maksudnya hanyalah menularkannya kepada seseorang tertentu namun ternyata tidak menular maka pelakunya berhak mendapat hukum ta'zir.

[Ketiga] Kapankah penyakit AIDS digolongkan sebagai penyakit yang mematikan?

Yaitu apabila virusnya telah menjalar ke seluruh tubuh dan si penderita tidak dapat lagi melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan tinggal menunggu terompet kematian."

[Majma' Al-Fiqh Al-Islami 204-206]


Dinukil oleh Abul-Hartis dari islamqa.info

2 comments:

  1. bismillah...
    Pak ustadz, saya mnta tlong dngan sangat jelaskan seputar ilmu kimia. krna ada yg bilang ilmu kimia adalah sihir.
    Jazakumullahu khairan sbelum dan ssudahnya.

    ReplyDelete
  2. Ustadz Askari hafidzahullah menjawab :

    "Agar kesalahpahaman tentang “ilmu kimia” tidak berkelanjutan, maka saya melihat pentingnya untuk menjelaskan hal ini sebagai berikut:

    Perlu diketahui bahwa ilmu kimia yang sering disebutkan oleh para ulama pada zaman dahulu tidaklah sama dengan “ilmu kimia” yang kita kenal di zaman kita sekarang ini yang dipelajari di sekolah-sekolah.

    Ilmu kimia yang dimaksud para ulama terdahulu adalah salah satu jenis ilmu sihir, yang tujuannya adalah berusaha mengubah satu benda yang terbuat dari tembaga atau yang lainnya menjadi emas, atau memiripkannya seperti emas.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

    وَحَقِيقِيَّةُ الْكِيمِيَاءِ: تَشْبِيهُ الْمَصْنُوعِ بِالْمَخْلُوقِ

    “Hakikat dari ilmu kimia adalah membuat penyerupaan yang dibuat (dari tembaga atau semisalnya, pen.) seperti yang diciptakan (emas asli, pen.).” (Mukhtashar Al-Fatawa Al-Mishriyyah, Ibnu Taimiyah hal. 327)

    Beliau juga berkata:

    وَالسِّحْرُ مِنَ الْكَبَائِرِ وَالْكِيمِيَاءُ مِنَ السِّحْرِ

    “Sihir termasuk dosa besar dan kimia temasuk bagian dari sihir.” (Mukhtashar Al-Fatawa Al-Mishriyyah hal. 329)

    Inilah yang dikatakan oleh Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim, salah seorang murid Abu Hanifah:

    مَنْ طَلَبَ الْمَالِ بِالْكِيمِيَاءِ أَفْلَسَ

    “Barangsiapa mencari harta dengan cara ‘kimia’ maka dia bangkrut.” (Tadzkiratul Huffazh, Adz-Dzahabi, 1/293, Al-Kamil, Ibnu ‘Adi, 7/145, Al-Kifayah fi Ilmir Riwayah, Al-Khathib Al-Baghdadi, 1/142)

    Sebagai tambahan referensi, silakan lihat penjelasan panjang lebar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah tentang ilmu kimia dalam Majmu’ Al-Fatawa (29/368-388).

    Al-Lajnah Ad-Da’imah ditanya dengan pertanyaan sebagai berikut:

    “Saya membaca di sebagian kitab bahwa ilmu kimia merupakan salah satu jenis ilmu sihir. Apakah ini benar? Sekadar diketahui bahwa saya mendengar tentang sebuah kitab karya Ibnul Qayyim yang berjudul Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina Wajhan (Batilnya Ilmu Kimia dari 40 Sisi).

    Apakah praktik kimia yang dilakukan di sekolah-sekolah dan universitas-universitas untuk mempelajari zat-zat tertentu dan unsur-unsurnya adalah haram atau tidak, ditinjau dari kedudukannya sebagai ilmu sihir? Padahal saya telah mengikuti sebagian praktik tersebut di sekolah. Saya tidak melihat pengaruh apapun tentang adanya sihir, seperti masuknya jin, mantera-mantera, dan yang semisalnya. Berikanlah faedah untuk kami. Semoga Allah l memberi anda faedah.”

    Maka Al-Lajnah (Lembaga Fatwa) menjawab:

    “Ilmu kimia yang dipelajari oleh para pelajar di sekolah bukanlah termasuk jenis kimia yang dilarang oleh para ulama. Mereka berkata bahwa itu adalah sihir. Mereka memperingatkan manusia darinya dan menyebutkan dalil-dalil tentang kebatilannya.

    Mereka juga menjelaskan bahwa itu adalah penipuan dan pengaburan. Para pembuatnya menyangka bahwa mereka mengubah besi –misalnya– menjadi emas dan tembaga menjadi perak.

    Mereka menipu manusia dengannya serta memakan harta manusia dengan cara yang batil.

    Adapun yang dipelajari di sekolah-sekolah pada zaman ini adalah mengurai satu zat ke dalam beberapa unsur yang tergabung di dalamnya, atau mengubah beberapa unsur menjadi senyawa (gabungan beberapa unsur tersebut) yang sifatnya berbeda dengan unsur-unsur penyusunnya, dengan membuat dan melakukan cara-cara yang telah ditentukan. Maka, ini adalah hakikat yang benar-benar terjadi.

    Berbeda dengan kimia yang dimaksud (sebelumnya) yang merupakan pengaburan dan penipuan. (Ilmu kimia yang sekarang ini) bukan termasuk jenis sihir yang telah disebutkan dan diperingatkan tentang haramnya dalam nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah. Semoga Allah l memberi taufiq. Shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad n, keluarga dan para sahabatnya.

    Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

    Wakil Ketua: Abdurrazzaq Afifi

    Anggota: Abdullah bin Ghudayyan (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, fatwa no. 11137)

    Demikian pula penjelasan Al-Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullh tentang bolehnya mempelajari ilmu kimia yang dikenal sekarang ini dalam Kitab Al-Ilmi (hal. 141)."

    ReplyDelete